Senin, 15 Februari 2016

Vertical Caving di Goa Sidomba



Bogor merupakan salah satu surga bagi para penggiat alam bebas. Selama ini lebih dikenal dengan tempat-tempat wisata permukaan dan pegunungannya. Siapapun yang mengaku hobi berpetualang tentu sudah akrab dengan Curug-curug yang banyak bertebaran di sekeliling kaki gunung Gede Pangrango dan Salak. Bahkan bagi yang senang mendaki tentu tidak lengkap curiculum vitae nya jika belum mendaki gunung-gunung yang disebut diatas tadi.

Daniel memasang safety webbing (pic by: Kukuh)
Daniel dan Umme mengecek kekuatan anchor utama (pic by : Kukuh)

Tak salah memang jika tempat wisata permukaan atau pegunungan jauh lebih populer sebab kemudahan akses informasi dan transportasinya. Padahal potensi wisata bawah tanah di wilayah kabupaten Bogor juga tak kalah dahsyatnya. Potensi wisata bawah tanah khususnya wisata goa atau caving di Bogor banyak terdapat di wilayah Sentul dan Citeureup, tepatnya di wilayah dusun Siangin, desa Tajur kecamatan Citeureup. Di daerah ini memang di dominasi batuan karst yang menjadi salah satu ciri area yang memiliki goa, meskipun batuannya masih relatif muda (ditandai dengan belum sempurnanya pembentukan stalaktit dan stalagmit), namun sensasi yang bisa di rasakan penghobi kegiatan caving di jamin tidak akan kalah dengan lokasi-lokasi lainnya yang sudah lebih dulu populer. 


Membuat Harness dari webbing (pic by: Kukuh)

Tak kurang terdapat 9 lokasi goa yang bisa di ekplore oleh para penghobi caving di area ini. Beberapa diantaranya yaitu Sidomba, Sibarno, Kraton, Asem, Cikarae, Siduren dan Gapura.
Dari goa-goa tersebut, goa Sidomba merupakan goa yang paling aman untuk di eksplore atau untuk ajang berlatih bagi para penghobi caving pemula. Untuk mencapai Goa Sidomba ini tidak terlalu sulit aksesnya, teman-teman bisa menggunakan motor atau mobil. Dari Sirkuit Sentul hanya memerlukan waktu 40 menit saja ke arah Polsek Citeureup lalu berbelok ke Selatan ke arah jalan alternatif menuju Jonggol. Kurang lebih 20 menit (kira-kira 8km) lepas Polsek Citeureup, teman-teman tinggal bertanya pada penduduk sekitar. Papan-papan penunjuk arah jalan juga banyak sehingga teman-teman tidak perlu khawatir kesasar. Polsek Citeureup merupakan patokan utama bagi yang hendak menuju kawasan goa.

Biasanya para caver (sebutan hobiis caving), akan transit di kediaman Mang Eman sebelum memulai kegiatan caving. Kediaman sederhana dengan bangunan dari kayu yang asri. Mang Eman memang sudah populer dikalangan para caver yang sering bermain di sini. Beliau sangat ramah dan bisa mengakomodir keinginan para caver. Kita juga bisa bermalam disini, di teras panggung rumahnya yang cukup besar, bahkan kita juga bisa memesan makanan untuk disantap setelah selesai caving. Keberadaan Mang Eman memang sangat membantu dan rumahnya pun akhirnya di jadikan basecamp oleh para caver. Hanya saja teman-teman harus maklum, lokasi rumah beliau ini berada di pelosok, area parkir juga masih tanah yang akan menjadi sangat becek saat turun hujan. Pun begitu dengan tempat sanitasinya masih sangat sederhana namun layak.

Dari basecamp Mang Eman diperlukan waktu 40-50 menit dengan berjalan kaki untuk mencapai Goa Sidomba jika melalui jalur resmi, tapi jika melintas jalur potongan seperti yang sering saya dan teman-teman lakukan hanya diperlukan waktu 15 menit saja dengan konsekuensi jalurnya licin, terjal dan berilalang tinggi. Hari ini saya, Choki, Wilco, Umme dan Daniel sengaja berkunjung untuk men-survey jalur dan mendokumentasikan area karena bulan depan kami akan mengadakan kegiatan Vertical Caving untuk umum.

Jika melewati jalur potong, kita akan langsung tiba di depan pintu masuk goa yang merupakan bidang sempit sedikit miring, sedangkan jika melintasi jalur resmi kita akan datang di atas pintu masuk goa. Di area sekitar pintu goa kita harus ekstra hati-hati karena selain bidangnya miring dan licin, bebatuannya juga cukup tajam. Kami bersiap-siap memasang anchor dan peralatan pendukung lainnya untuk menjaga safety sambil sarapan dan ngopi. Proses penelusuran Goa Sidomba paling tidak menghabiskan waktu 5-6 jam sehingga disarankan teman-teman sudah sarapan sebelum turun dan membawa bekal untuk dimakan di dalam goa.

Pintu Goa Sidomba (pic by : Kukuh)

Saya siap-siap turun ke Bidang I (pic by : Wilco)

Peralatan wajib yang perlu di pakai dan di bawa untuk menelusuri Goa Sidomba antara lain Raincoat, Headlamp atau senter, sepatu, makanan dan air minum secukupnya dan sarung tangan. Pukul 11.00 kami turun. Daniel yang pertama turun sebagai jangkar, di susul saya, Choki, Wilco dan Umme sebagai sweeper. Turun menuju bidang datar pertama relatif cepat karena tidak memakan banyak tenaga. Ketinggian bidang pertama dengan mulut goa kurang lebih 15-20 meter vertikal. Tiga puluh meter selanjutnya kita berjalan menyusuri bidang miring berbatu cukup tajam yang dipenuhi kotoran kelelawar. Disinilah fungsi Raincoat yang kita gunakan, bukan untuk mencegah dari basah melainkan agar kulit kita terhindar atau terminimalisasi terpapar langsung oleh kotoran kelelawar. Sejak mulai turun dari bidang pertama kita sudah harus menggunakan headlamp / senter karena cahaya matahari hanya masuk hingga bidang pertama. Setelah berjalan 20 meter trek menjadi datar dan becek tergenang air setinggi 20-30 cm.

Sepuluh meter selanjutnya kita akan berhadapan dengan celah sempit yang pertama, disini disarankan teman-teman agar kaki yang lebih dulu masuk sambil tetap memegang webbing yang sudah terpasang karena dibalik celah tersebut adalah langsung bidang vertikal setinggi 8 meter. Untuk menuruni bidang vertikal ini kita hanya mengandalkan webbing sebagai pegangan. Didasar bidang vertikal ini adalah genangan air setinggi 40-50 cm. Selanjutnya trek kembali datar, menyusuri lorong gelap yang becek dan tergenang air sejauh 50-60 meter sebelum kembali bertemu dengan celah sempit yang kedua. Di celah sempit yang kedua ini kembali disarankan agar kaki yang masuk lebih dahulu. Celah sempit yang kedua ini relatif lebih mudah untuk dilewati karena setelahnya merupakan jalan mendatar.

Celah Sempit Kedua (pic by: Choki)

Dari celah sempit yang kedua trek relatif lebih mudah untuk di lewati. Kira-kira 40meter lepas celah sempit yang kedua kita akan berhadapan dengan celah sempit yang ketiga. Umumnya caver pemula yang berbadan besar akan sedikit kesulitan untuk melewatinya. Diperlukan teknik mengatur nafas yang baik agar badan yang besar bisa lolos. Memang ada cara yang lebih mudah untuk melewatinya yaitu dengan melintas celah di bagian atasnya yang beberapa centi lebih lebar, namun diperlukan bantuan webbing untuk pegangan karena tidak ada titik yang ideal untuk pijakan.

Dari celah sempit yang ketiga itu hanya perlu turun sekitar 30 meter lagi untuk mencapai titik finish pertama di Aula I. 5-6 meter turun dari Aula I treknya cukup terjal dan langsung berhadapan dengan bidang vertikal lagi setinggi 20 meter...didasarnya merupakan titik finish yang kedua yaitu Aula II. Namun bagi para pemula hanya direkomendasikan hingga Aula I saja mengingat perjalanan untuk kembali ke mulut goa cukup berat dan sangat banyak membutuhkan tenaga. Seringkali terjadi di goa Sidomba ini, para pemula terlena dengan sensasi caving sehingga memaksa guide agar membawa turun hingga Aula II. Saat turun tidak terjadi persoalan, saat kembali naik ke Aula I pun relatif lancar meski memerlukan waktu yang lama. Masalah sering terjadi saat harus naik dari bidang datar I menuju pintu goa. Mereka sudah kehabisan tenaga dan mentalnya drop. Jika sudah terjadi seperti itu mau tidak mau para guide harus melakukan vertikal rescue yang membutuhkan waktu sangat lama.

Demikian catatan dari saya tentang Vertical Caving di Goa Sidomba semoga bisa membantu dan menambah informasi bagi yang ingin berkunjung. 

Note :
1. Disarankan bagi guide jika membawa caver pemula maksimal hanya 15-20 orang saja. 
2. Foto-foto dalam catatan ini merupakan akumulatif dari beberapa kegiatan kami di Goa Sidomba
3. Kami menyediakan jasa guide dan sewa peralatan panjat untuk eksplorasi Goa Sidomba dan Goa-goa lain di sekitarnya. Hanya saja perlu jadi catatan, Goa-goa selain Sidomba tidak direkomendasikan bagi pemula karena tingkat kesulitannya.
4. Agar mengecek terlebih dahulu apakah lokasi goa sedang kosong atau tidak, terutama saat weekend untuk menghindari bentrok kegiatan dengan pihak lain. Karena akan sangat tidak nyaman jika banyak orang di ruang yang sempit. 

Info lebih lengkap dan detail silakan hubungi :

GREEN CHAPTER ADVENTURE
BB Pin : D0ACE655CE  
WA only : 08111181225 
FP : Green Chapter Adventure
email : cliff.klie@gmail.com

Selalu ada alat masak yg nyelip untuk masak indomie atau ngopi...hehe (pic by: Kukuh)
Jalur potong menuju Goa...curam dan licin (pic by: Kukuh)
Bidang sempit di depan pintu Goa Sidomba (pic by: Kukuh)
Udah kaya naik gunung bawaannya
Siap-siap, pasang alat untuk safety
Parkiran di halaman rumah Mang Eman
Teras panggung rumah Mang Eman
Exhale Inhale...Jumaring ke pintu Goa
Emang bikin ngos-ngosan juga bro nanjaknya...hehe
Antri ya...turun harus satu-satu...
Ini lagi pada ngumpul di Bidang Datar I...di briefing biar tau tekniknya
Tuh...ajib kan vertikal nya...15-20 meter...ini pas turunnya
Beres caving ya makan-makan lah...prasmanan dengan menu pedesaan...maknyoos
Serasa jadi rescue team katanya mah....
Umme lagi ngajarin peserta caving
Cewe juga banyak yang udah nyobain vertical caving
Istirahat di Aula I sebelum kembali naik
Umme turun setelah lewat Celah sempit yang pertama
Menuju Celah Sempit yang Ketiga

Rabu, 10 Februari 2016

GCI Trip to Ciremai via Apuy

Tim GCI Ciremai 2016

Ciremai merupakan gunung yg terkenal sebagai Atapnya Tanah Sunda alias tertinggi di Jawa Barat. Memiliki ketinggian 3078 mdpl (meter dari permukaan laut), dan terletak di antara kabupaten Kuningan dan Majalengka, gunung ini memiliki tiga jalur pendakian resmi yaitu Linggajati, Palutungan dan Apuy. 
Pada kesempatan ini, akan di ceritakan perjalanan tim Green Chapter Indonesia mendaki gunung Ciremai via Jalur Apuy. Sebelumnya, saya sebagai penanggung jawab trip hanya membuka pendaftaran untuk 7-8 peserta saja, namun banyaknya peminat trip membuat GCI harus membuka kuota baru untuk 15 orang peserta. Singkatnya hari Jumat, 5 Februari 2016, pukul 20.00 seluruh peserta sudah berkumpul di mabes GCI di Jl. Raya Sirkuit Sentul no.22. Tanpa menunggu lama saya instruksikan agar keril dan barang bawaan di bagi ke dalam dua mobil yang tersedia. Untuk trip kali ini GCI memang memutuskan untuk menggunakan mobil pribadi dengan pertimbangan agar lebih leluasa dan nyaman dalam mengatur waktu pergi dan pulang.

Akses transportasi menuju Ciremai via Apuy memang tidak semudah melalui Linggajati dan Palutungan. Bahkan tidak ada bus yang langsung menuju Majalengka dari Bogor. Jika ingin menuju Majalengka kita harus menuju Jakarta atau Bekasi lebih dulu. Belum lagi bus terakhir yang menuju Jakarta atau Bekasi dari Majalengka berangkat pukul 17.00 tentu akan menjadi persoalan jika pendaki terlambat tiba di terminal ketika akan pulang.

Saya, Ikmal, Fadilah, Aep, Wahyu, Irvan, Beny dan Degol di mobil APV, sedangkan Ume, Iyan, Nur, Eza, Maria, Choki di mobil Xenia. Tepat pukul 21.00 kami berangkat, saya melaju lebih dulu menuju Bekasi sebab harus menjemput Irgi (peserta trip yang menunggu di Pondok Kelapa) sedangkan Ume meluncur menuju Citeureup untuk menjemput Danil dan Riska. Sebelumnya kami telah sepakat untuk bertemu di pintu tol Kertajati untuk menghindari saling cari.
Jalanan malam itu macet parah, imbas dari long weekend hingga kami baru tiba di Kertajati pukul 2.15 dini hari. Cukup lama mobil pertama menunggu hingga akhirnya mobil kedua tiba pukul 2.45. Setelah berkumpul di Kertajati, kami melanjutkan perjalanan menuju terminal Maja yang berjarak 40 kilometer dari Kertajati. Membelah jalanan di malam yang sepi dan basah bekas hujan membuat saya sebagai driver harus ekstra hati-hati, belum lagi saat akan masuk area kota Majalengka, kabut begitu tebal. Alhamdulillah pukul 3.30 kami tiba di terminal Maja dan langsung berkoordinasi dengan mang Agus sopir mobil bak yang saya sewa.


Masih ceria soalnya belum ketemu jalur pendakian...hehe
Ya, untuk alasan keamanan, saya memutuskan menyewa mobil bak untuk menuju Pos I Berod dan menitipkan kedua mobil kami di terminal. Bukan apa-apa, kondisi jalan menuju Pos I Berod tergolong berat, sempit dan licin, lebih baik kami serahkan pada ahlinya daripada terjadi hal yang tidak di inginkan hanya demi menghemat pengeluaran. Untuk efisiensi, kami hanya menggunakan satu mobil bak sewaan dengan sistem dua kali jemput. Kekuatan satu mobil bak maksimal hanya 1,2 ton yang artinya untuk sekali jalan hanya bisa mengangkut 8 orang dari tim kami berikut keril dan barang bawaan. Pukul 4.15 saya, Choki, Irvan, Aep, Wahyu, Beni, Degol dan Fadilah berangkat menuju Pos I Berod, sisanya menyusul di jemput trip kedua. Diperlukan waktu 1 jam 15 menit untuk mencapai Pos I dari Terminal Maja. Saya segera mengurus simaksi untuk tim kami. Per orang dikenakan biaya Rp.50.000,-. Selesai mengurus simaksi saya bergegas menuju mushala untuk menunaikan shalat subuh. Hari beranjak pagi, namun cuaca mendung membuat pagi terasa malam karena gelap.


Bongkar dan packing, persiapan tim kami pagi itu sebelum mulai mendaki
Cuaca sabtu pagi di Pos I Berod sebelum kami mulai mendaki
Tim kedua tiba di Pos I pukul 6.30 dan langsung saya kumpulkan untuk briefing singkat. Setelah saya buka dengan saling memperkenalkan diri, selanjutnya kami mengatur strategi pendakian. Mengingat tim kami adalah tim besar maka tidak mungkin kami akan bisa terus berjalan beriringan karena kondisi fisik setiap orang pasti berbeda. Akhirnya kami sepakat, anggota tim yang membawa peralatan camp berjalan lebih dulu dan Pos III merupakan shelter tempat kami akan berkumpul sebelum melanjutkan pendakian ke Pos V. Setelah berdoa bersama, tim advance yang terdiri dari saya, Fadilah, Maria, Choki, Aep, Beni, Irvan dan Irgi mulai bergerak menuju Pos II. Kontur awal jalur cukup bersahabat untuk memudahkan tubuh beradaptasi. Vegetasi di kiri dan kanan pun cukup rimbun sehingga pendaki akan terlindung dari dehidrasi meski harus berjalan di siang hari. Vegetasi awal didominasi pepohonan tipe lamtoro. Diperlukan waktu 30-45 menit untuk mencapai Pos II Arban.

Jalur awal pendakian...teduh dan landai...lets go

Tim Advance...gas teruuus...

Kami sempat berfoto-foto sejenak di Pos II yang suasananya sangat ramai pagi itu. 15 menit kemudian kami pun melanjutkan perjalanan. Beberapa menit selepas Pos II jalur pendakian masih landai. Namun saya tetap mengingatkan pada teman-teman yang lain agar selalu menjaga ritme dan tidak memforsir tenaga karena perjalanan masih panjang. Pelan tapi pasti kontur jalur semakin menanjak dan sedikit curam. Jarak dari Pos II ke Pos III merupakan yang terpanjang jika dibandingkan dengan Pos-pos lainnya. Di tambah variasi jalurnya yang sedikit sulit diprediksi bagi yang belum pernah melintasinya. Seringkali pendaki bertemu bonus trek sebelum tiba-tiba dihadapkan pada tanjakan curam. Tim pertama tiba di Pos III Tegal Jamuju sekitar pukul 9.35, yang berarti kami membutuhkan waktu 1 jam 50 menit untuk mencapai Pos III.


Maria gas teruuus....otewe Pos IV...dengkul ketemu perut
Kami beristirahat sangat lama di Pos III, karena sesuai kesepakatan harus menunggu tim yang di belakang. Sambil menunggu kami makan dan berfoto-foto. Bahkan beberapa dari kami tidur sambil berjemur karena udara yang memang dingin. Setelah menunggu 1,5 jam, tim belakang masih belum juga tiba di Pos III, akhirnya saya putuskan untuk turun dan menyusul. Benar saja 15 menit turun dari Pos III saya bertemu dengan anggota tim belakang. Untuk mempercepat langkah, dua orang peserta wanita saya bawakan kerilnya menuju Pos III. Tepat setelah anggota terakhir tim belakang tiba di Pos III, tim advance pun bergerak naik menuju Pos V. Ya, melihat begitu ramainya pendaki hari ini tentu kami harus segera menemukan tempat untuk mendirikan tenda. Saya memutuskan tim kami akan mendirikan tenda di Pos V, bukan di Pos VI Goa Walet seperti kebanyakan pendaki lain.

Saya lebih memilih Pos V sebagai camp kami karena saya tidak mau ambil resiko dengan kondisi anggota tim yang lain. Karakter jalur Apuy memang mulai lebih berat selepas Pos V, sehingga akan menjadi PR tersendiri bagi pendaki yang fisiknya sudah terkuras di tambah kami semua memang kurang istirahat di malam sebelumnya. Belum lagi tipe area camp di Pos VI adalah bebatuan, saya yakin akan menyulitkan kami dalam membangun tenda. Sebelumnya saya sudah dua kali mendaki lewat Apuy dan selalu mendirikan camp di Pos V. Saat melakukan summit attack saya selalu menemukan (banyak) pendaki yang mendirikan tenda di antara Pos V dan persimpangan jalur Apuy dan Palutungan. Bahkan tak jarang ada pendaki yang mendirikan tenda disekitar persimpangan jalur. Padahal area yang saya sebutkan tadi sangat tidak ideal untuk mendirikan tenda karena selain bidangnya sempit dan miring, vegetasi juga minim sehingga terpaan angin dingin akan langsung menghantam tenda. Saya yakin, mereka-mereka yang mendirikan tenda di area ini adalah mereka yang kurang perhitungan dan memaksakan diri tanpa melihat kondisi fisik rekan setimnya.

Ini para chef yang tetap semangat masak meski hujan tak berhenti turun
Kalo yang ini tim hore nya....ga jelas apa yang di masak
Pada hari itu pun saya kembali menyaksikan tim-tim lain yang tetap memaksakan diri menuju Pos VI padahal kondisi fisik mereka sudah terkuras. Jarak Pos V dengan Pos VI tanpa membawa beban bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam saja.
Tim advance tiba di Pos V Sanghyang Rangkah pukul 13.20. Langit sedikit mendung saat kami mulai membangun tenda yang di bawa Choki. Tim kami membangun empat tenda kapasitas empat orang dan satu buah bivak tipi. Karena area Pos V sudah banyak di tempati tim lain maka tenda kami pun posisinya berpencar dua-dua. Pukul 15.30 seluruh tenda kami selesai dibangun dan lima belas menit kemudian anggota tim belakang tiba di Pos V. Tim kami merupakan tim terbesar yang ngecamp di Pos V sehingga terlihat mendominasi area camp. Setelah semua berkumpul tak lama turun hujan, hujan yang setia menemani istirahat panjang kami di Pos V. Turunnya hujan merupakan berkah tersendiri karena kami jadi memiliki persediaan air lebih banyak. Sudah diketahui banyak pendaki bahwa Ciremai merupakan salah satu gunung yang tidak ada sumber air di jalur pendakiannya. Karena hujan pula acara masak-masak kami jadi lebih seru. Menjelang pukul 20.00, sebelum tidur, saya meminta semua anggota tim agar mempersiapkan segala keperluan untuk summit attack, dan saya minta pukul 3.30 semua yang akan summit attack sudah bersiap. Tak lama, satu persatu dari kami tumbang ke alam mimpi. Saya dan Irvan memilih beristirahat di dalam bivak. Hujan bertambah deras saat menjelang tengah malam hingga pukul 2.00. Beberapa kali saya terbangun dari tidur untuk memastikan bivak yang saya tempati tidak bocor.

Hari minggu, 8 Februari, pukul 3.45. Setelah berdoa bersama, tim kami mulai bergerak untuk menuju Puncak Ciremai. Gelap dan bau tanah basah masih terasa menyengat di hidung saat kami berjalan dengan perlahan. 30 menit awal, masing-masing masih berusaha mencari ritme jalan yang nyaman. Nafas terasa lebih berat karena kami masih harus berkompetisi oksigen dengan pepohonan. Setelah satu jam kami tiba di persimpangan yang mempertemukan jalur Apuy dan Palutungan. Kami menunaikan shalat subuh di persimpangan sebelum melanjutkan pendakian. Area selepas persimpangan hingga Pos VI Goa Walet sudah minim vegetasi sehingga angin dingin lebih leluasa menyentuh tubuh kami dari kiri dan kanan. Kontur jalur menuju Pos VI ini lebih licin, pendaki wajib lebih berhati-hati dalam melangkah mengingat hari masih gelap. Pukul 5.30 langit mulai terang meski tetap berselimut mendung. Kami sudah tiba di atas Pos VI Goa Walet. Puncak tinggal lima belas menit lagi akan kami capai. Dan kami pun lebih bersemangat dalam melangkah.

Ini nih kawahnya Ciremai

IIIYes...kita ada di puncak Ciremai...akhirnya...Alhamdulillah

Yes we make it!!...we are the champions!!..we are on top!!

Masih juga di puncak niiih....*kapan turunnya??

Alhamdulillah tepat pukul 5.50 seluruh anggota tim GCI berhasil tiba di puncak Ciremai, titik tertinggi di Jawa Barat dalam keadaan baik dan sehat. Sujud syukur saya lakukan karena berhasil mendampingi teman-teman hingga ke puncak. Masing-masing anggota tim larut dalam kebahagiaannya, merayakan keberhasilan ini. Keberhasilan yang didapat karena solidnya kerjasama tim kami. Buah dari perjalanan panjang yang penuh perjuangan. Cukup lama tim kami berada di puncak sebelum akhirnya kami kembali turun ke camp di Pos V pukul 6.50.

Poto-poto dulu kite sebelum pulang

Setelah sarapan dan packing, tim kami berfoto bersama di Pos V dan mulai bergerak turun pukul 11.00. Pukul 15,00 kami semua sudah tiba di Pos I, membersihkan diri dan pulang menuju Bogor. Terima kasih untuk seluruh anggota trip GCI atas kerjasamanya yang solid, semoga silaturrahim kita selalu terjaga dan kita semua kembali dipertemukan di perjalanan selanjutnya.

Salam Lestari,

Ayo ayo kakinya standar satu ya biar semua bisa masuk
Cara makan kaya gini nih yang bikin kangen
Ki-Ka : Aep, Beni, Choki n Wahyu
Ki-Ka : Nur, Aep, Ezha, Maria, Wahyu dan Fadilah.
Ki-Ka : Lagi2 Nur, Fadilah lagi, Ikmal dan Maria lagi
Sekedar pengingat bahwa di gunung tidak boleh berspekulasi dengan fisik dan ego.
Pemandangan wilayah Majalengka dilihat dari persimpangan jalur.
yeeeay gw sampe puncak Ciremai lhoo...
Gubuk derita...eh..bivak paling keren hari itu
Choki...si maskot tim kami...ga da loe ga rame broo
Kalo yang ini saya...iya saya
Perabotan mau pindah rumah...ckckckck
Umme lagi nge-cek susunan barang sebelum jalan
Ayo disusun dulu kerilnya baru kita lets go...
Tim belakang lagi break di Pos III
Untuk Ezha ini Puncak tertinggi pertamanya...untuk Nur ini puncak tertinggi keduanya...untuk Maria ini ending dari Trilogi puncak di Pulau Jawa...top lah pokoknya.
Para wanitah...yups kalian keren bisa melawan batas kemampuan dan berdiri disini
Ki-Ka : Wahyu, Riska, Degol n Ezha


Berhubung abis naik tenaga abis jadilah kita break untuk ngemil-ngemil dulu