Selasa, 01 Agustus 2017

MANAJEMEN PUP...(ketika di Gunung)

by : me
.
Mungkin terdengar sedikit janggal saat judulnya dibaca. Ngapaih sih pup aja harus pake manajemen??
Bagi yg belum pernah naik gunung mungkin ga merasa penting atau yg jarang berkegiatan di alam bebas dimana ga ada toilet juga mungkin ga pernah terpikir pentingnya ilmu soal ini.
.
Tanpa harus sy jelaskan, semua jg tau pup itu salah satu kebutuhan yg nyaris setiap hari dilakukan manusia normal. Dalam keseharian yg normal tentu kita ga pusing, tinggal masuk toilet, beres. Tapi kalo di gunung, hutan atau alam bebas lainnya gmn?? Apalagi didaerah yg susah atau ga ada air?? Masa iya main buang sembarangan??
.
Pup memang perlu manajemen guys, ga sedikit masalah yg muncul gegara minimnya pengetahuan soal cara pup di alam bebas. Bukti nyata, yg terbaru, hilang atau jatuhnya seorang pendaki dr Jakarta saat pup ke jurang dg kedalaman lebih dr 100 meter di area "letter S" Rinjani 3 hari lalu.
.
.
Langsung aja ya, Manajemen Pup saya bagi ke dalam 3 point besar...,
.
Yg pertama,
A. Manajemen Alat
Alat2 yg dimaksud adalah, benda2 yg sebisa mungkin harus ada dalam list gear bawaan kamu.
1. Sekop kecil, golok kecil, fungsinya untuk menggali lubang tempat kita pup.
2. Tissue kering dan Tissue basah, fungsinya sebagai pengganti air u/ membersihkan.
3. Trekking Pole dan sarung / kain, fungsinya sebagai shelter penutup darurat jika kita kebelet di area yg relatif terbuka. Semacam toilet tent-lah fungsinya.

B. Manajemen Lokasi
Karena kebelet itu tidak memandang waktu, maka pilihlah area yg :
a. Sedikit jauh dr camp area
b. Bukan jalur yg umum di lalui manusia
c. Tidak di sumber air atau di sekitar sumber air, meski air berlimpah dan mengalir. Ingat, orang lain pun menggunakan air tersebut.
d. Terlindung tetapi semak perdunya tidak tinggi.
e. Ajak 1 kawan u/ ikut menjaga, antisipasi hal2 yg tdk diinginkan.
f. Tidak di tepi area miring dan terjal.

C. Manajemen Etika dan Cara
1. Buatlah lubang secukupnya u/ pup. Hal ini penting sbg manusia yg punya adab.
2. Buanglah tissue yg kita gunakan dilubang yg sama.
3. Tutuplah bekas pup kita dg tanah di sekitar.
4. Pastikan kita telah membersihkan dubur dg sempurna agar terhindar dr Fistula Ani. Blm tau Fistula Ani? Googling sana. Pendaki bisa tamat karirnya kalo udh kena Fistula Ani.
5. Pastikan lubang bekas kita pup sudah tertutup dg baik.
.
Dan sebaiknya tidak usah kita meminum tablet2 pereda diare macam Dia*pet, Entr*ostop dll dg dalih supaya ga sakit perut. Karena ga nyambung. Obat2 semacam itu justru membuat perut jadi tidak enak nantinya karena fungsi utamanya adalah memampatkan. Perut ga diare ngapain di obatin? Kontraindikasinya perut bisa kembung. Kalo perut kembung, nafsu makan menurun, dan di udara dingin, perut yg kosong akan memicu Hypothermia....alhasil jadi masalah baru lagi kan??
.
Kebelet dan pup itu anugrah koq, jd ga perlu ditahan2, tapi jangan juga dibuang sembarangan mentang2 alam bebas begitu luas. Jadilah pendaki dan petualang yg bermartabat dan tau adab, supaya lingkungan tetap bersih dan kita pun sehat.
.
Demikian semoga bermanfaat.

Selasa, 07 Maret 2017

Kenapa Jalanku Masih Sulit Setelah Hijrah??

by : me

Assalamualaikum,
Saya termasuk salah satu manusia paling beruntung di dunia ini. Bukan karena saya berlimpah materi...bukan juga karena saya ganteng (fitnah itu mah)...apalagi karena punya jabatan??..boro-boro.
.
Saya beruntung semata karena masih dikasih umur untuk hijrah. Ya, hanya itu alasan satu-satunya saya merasa beruntung.
.
Seperti hal nya kebanyakan orang yang "ngedadak" hijrah saat dihantam keterpurukan, terutama soal ekonomi. Di fase awal saya pun langsung gaspoll ngejar ibadah, mencoba memperbaiki hubungan saya dengan Allah. Cerita-cerita tentang kematian saya jadikan trigger supaya ga kendor. Nasihat dan kisah teladan saya lahap untuk memotivasi diri untuk bangkit.
.
Shalat wajib selalu di mesjid supaya bisa berjamaah, sedekah seadanya tapi terus menerus (modal senyum juga ibadah kan?)...di tambah amalan "doppingannya" mulai dr ODOJ subuh n Isya, tahajud, dhuha, hajat, taubat, dll. Pokoknya ga ada sela untuk membiarkan diri berkurang umur dengan percuma.
.
Hati terasa lapang, plong, ringan dan tiada keinginan lain selain ingin selalu dekat sama Allah. Ya maklum saja, job lagi ga tentu, pemasukan nol, jadi ibadah pun jelas jadi hal satu-satunya yang bisa saya lakukan.
.
Dan lagi-lagi seperti kebanyakan cerita tentang orang yang dalam kondisi down yang memilih hijrah dan ibadah sebagai solusi, saya pun mulai memperoleh "bonus" dari Allah dalam bentuk materi. Sedikit demi sedikit terbuka lagi jalan saya. Berdatangan lagi job-job yang saya rindukan, dari segala arah.
.
Saya mulai kesulitan menyortir dan membuat skala prioritas terhadap pekerjaan. Semua ingin saya ambil, semua saya kerjakan sebaik-baiknya seolah ini adalah kesempatan terakhir bagi saya. Jam tidur saya mundur larut, berakibat terlewat waktu tahajud. Pun begitu pasca shalat subuh saya lebih memilih tidur dan meninggalkan kebiasaan tilawah.
.
Seru memang berkutat dengan kesibukan kerja...selama beberapa waktu, secara finansial saya mulai membaik, bahkan dalam waktu yang relatif singkat setelah terpuruk sekian lama.
Saya pun tambah semangat bekerja, semakin terpacu mencari materi dengan cara yang halal. Hari hari berlalu cepat.
.
Hingga suatu ketika saya masuk ke dalam fase banyak gagal, job berantakan hingga rasa kecewa dan frustasi mulai mampir lagi dikepala. Ga ada ketenangan. Hati bertanya, apa yg salah? Shalat fardhu saya masih terjaga, ikhtiar pun dengan cara yang halal, lalu kenapa saya mengalami perasaan seperti ini??
.
Dalam perenungan saya, saya membuat coretan-coretan kecil tentang kebiasaan-kebiasaan yang rutin saya lakukan dahulu dalam fase proses awal hijrah. Di tambah saya terngiang nasihat bijak yang mengatakan : "Jika banyak masalah maka periksa bagaimana shalatmu? Sedekahmu? Ibadahmu? Amalanmu?
Hasilnya??
Ternyata banyak dopping amalan yang saya tinggalkan atau terabaikan...dari mulai tahajud, dhuha sampe tilawah terkesan hanya sesempatnya saja dengan alasan pekerjaan yang bertambah.
.
Entah gimana, saya pun akhirnya meyakini bahwa inilah penyebab saya masuk lagi ke fase banyak gagal dan tidak tenang. Saya terobsesi dan terbuai dengan "kesempatan kedua" yang Allah berikan. Menjadikannya semata kesempatan tanpa berpikir bahwa itu adalah ujian. Ujian kesungguhan niat hijrah saya.
.
Cetek banget nih iman, di kasih senang dikit bisa ninggalin amalan-amalan dopping. Benar yang fardhu ga tinggal, tapi bukan pembenaran juga yang sampingan jadi ditinggalkan. PADAHAL saya tidak pernah tau lewat amalan yang mana ikhtiar dunia saya dimudahkan Allah.
.
Dan, Alhamdulillah, sejak saat itu saya berusaha berazzam tidak akan meninggalkan amalan-amalan doppingan diluar yang fardhu, sesibuk apapun saya, se-cape apapun saya. Saya pun berjanji sama diri sendiri untuk menjalani hidup ini dengan kebiasaan-kebiasaan seperti saat dulu awal hijrah.
Karena saya tidak pernah tau dari amalan yang mana Allah mengijabah doa dan ikhtiar saya.
.
Sungguh mengejar dunia benar-benar menghanyutkan, membutakan dan mengeraskan hati. Maka berhati-hatilah teman. Jangan sampai mengalami fase gagal lagi pasca hijrah.
'Karena bertaubat hanya pantas bagi yang melakukan dosa karena ketidak tahuannya (lupa saya ini ayat di surat apa).
.
Wassalam

Senin, 27 Februari 2017

JAGALAH LISANMU

by : me
.
Tahukah kamu apa alasan Nabi Ibrahim ga bisa ngasih syafaat untuk umat manusia khususnya umat di jamannya saat di Padang Mahsyar nanti??
Ternyata alasannya "sepele" lho..."hanya" karena semasa hidupnya di dunia beliau pernah berbohong sebanyak 3 kali. Iya, benar, hanya karena pernah berbohong 3 kali.
.
Di Pengadilan Allah, sekelas Nabi Ibrahim tidak bisa ngasih syafaat. Luar biasa "syarat" yang harus dipenuhi agar bisa memberi syafaat untuk umat sampai-sampai 3 kali berbohong semasa hidup dan semua untuk kebaikan menjadi "penghalangnya." Padahal beliau di jamin Surga sama Allah.
.
Dan tahukah kamu bahwa di jaman Nabi Besar Muhammad saw, sistem peradilan sudah tertata dan teratur bahkan hingga persoalan apa saja yang boleh di masukan meja pengadilan dan siapa saja yang bisa di jadikan saksi??

Alkisah, ada seorang ayah yang berkunjung ke rumah putranya. Saat sang ayah tiba, rupanya putranya sedang tidak ada di rumah, hanya ada menantunya yang menyambutnya. Setelah berbincang seperlunya, menantunya pamit meninggalkan sebentar. Sang ayah rupanya lapar, dan sebenarnya maksud tujuan beliau datang adalah hendak meminta beras.
Tanpa menunggu menantunya kembali, ia mengambil beberapa genggam beras lalu beranjak pulang.
.
Ternyata, tanpa sepengetahuannya, menantunya itu melihat saat ia mengambil beras tersebut. Lalu ketika sang suami pulang, ia mengadukan apa yang ia lihat dan menuntut suaminya agar memperkarakan ayahnya yang sudah mengambil beras tanpa ijin. Karena di desak sedemikian rupa, sang suami pun mengabulkan keinginan istrinya untuk memperkarakan ayahnya ke pengadilan dengan tuduhan "nyolong beras".
.
Setelah mendengar pembelaan sang ayah atas tuntutan anaknya, Hakim pengadilan merasa ragu untuk mengadili kasus ini, jadi ia pergi menghadap Rasulullah untuk minta petunjuk dan solusi. Setelah mendengar penjelasan Hakim dan ayah si anak itu, Nabi pun memanggil si anak, Nabi berkata dengan nada keras "Tahukah kamu bahwa apa yg ada di dirimu dan milikmu adalah milik ayahmu??!!".
.
Demi mendengar perkataan Nabi, sang Hakim tak berpikir panjang langsung memutus bebas sang ayah dari segala tuntutan. Sang anak pun bersujud memohon maaf pada sang ayah dan Nabi atas apa yg sudah ia perbuat.
.
Dalam kasus di atas, benar bahwa ada saksi (menantunya), ada barang yang diambil, tp peradilan di mata Rasul benar-benar melihat urgensi dan musababnya. Hubungan ayah dengan anak menjadi pertimbangan, selain alasan yang menyebabkan sang ayah terpaksa mengambil beras. Sungguh jauh berbeda dengan jaman sekarang dimana begitu mudah memperkarakan sesuatu hal tanpa melihat secara jernih duduk persoalannya. Yang penting orang yang di "target" segera di hukum, syukur-syukur hukuman berat. Kalo perlu bersaksi palsu sekalian biar cepat kelar perkara.
.
Di jaman Rasul, pengadilan benar-benar adil karena saksi-saksi yang dihadirkan benar-benar berkualitas. Seperti apakah saksi yang berkualitas?? Apakah ia harus berpendidikan tinggi dan berpengaruh? Apakah harus lulusan sekolah tertentu??
.
Ya, memang hal-hal diatas adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi saksi di jaman Rasul, lalu apa bedanya dengan saksi jaman sekarang?? Satu hal yang menjadi pembeda dengan saksi jaman sekarang adalah saksi pada jaman Rasul sudah teruji dan di telusuri track record nya, bahwa ia tidak pernah berbohong, bayangkan!! Begitu detailnya. Tidak cukup hanya dg sumpah demi Allah saja syaratnya. Hanya Seseorang yang jujur lah yang layak dan pantas dijadikan saksi dalam pengadilan.
Tata cara memilih saksi yang seperti itu dipertahankan hingga ke jaman Khalifah Umar bin Khattab demi mendapatkan sistem peradilan yg terjaga kredibilitasnya.
.
Bagaimana dengan jaman sekarang??
.
Mungkin kita semua juga tau, proses pemilihan saksi hanya didasarkan pada bidang keilmuannya saja tanpa melihat kejujuran dalam kesehariannya. Jadi tidak heran supremasi hukum dinegara ini tidak bisa diharapkan. Sudah mah petingginya hobi main "power", sistem peradilannya pun tebang pilih.
.
Abu Hurairah, konon, saat ia mengumpulkan riwayat hadits-hadits, tidak pernah begitu saja menelan informasi tentang sabda Rasulullah. Sedikitnya, meski harus melintas negara lain, beliau akan menelusuri dan mencari hingga bertemu langsung dengan sumber yang bisa mengatakan "Ya, saya mendengar sendiri Rasul bersabda seperti itu", barulah beliau akan mencatatnya dalam kumpulan hadits-hadits nya. Bayangkan akhlak luhur beliau yang menjunjung tinggi tentang kesaksian yang murni dan jujur.
.
Tidak cukup hanya itu, pernah suatu ketika Abu Hurairah sedang mengkonfirmasi tentang suatu riwayat ke narasumber, dilihatnya si narasumber memegang daging di tangan kanannya lalu memanggil-manggil kucing yang jadi peliharaannya, si kucing mendekat lalu ditangkapnya...TAPI rupanya kucing tersebut tidak diberi daging yang tadi digunakan untuk memancingnya mendekat. Demi melihat itu, Abu Hurairah pun tidak jadi mencatat keterangan dari si narasumber itu. Karena beliau melihat ia membohongi kucing!
.
Lebay kah??!!...bisa jadi jika kita melihat dari kacamata jaman sekarang. Timbang bo'ongin kucing aja jadi masalah. Tapi, lihatlah dari sisi keluhuran akhlak muslim sejati, bahwa menjaga kejujuran itu tidak memandang terhadap siapa dan dalam kondisi apa.
Terhadap hewan sekalipun.
.
Begitu berhati-hatinya Nabi, para Khalifah dan sahabat-sahabat di jaman Rasul beserta keluarganya dalam menjaga kejujuran secara total.
Sebab, memang Allah telah berfirman akan mengadzab orang yang bersaksi palsu. Begitu berbahayanya akibat yang bisa ditimbulkan oleh seorang yang bersaksi palsu, sampai-sampai ancaman Allah adalah akan mengumpulkan orang-orang itu lebih dahulu dibanding para penyembah berhala di hari akhir nanti. Mereka dikumpulkan lebih dahulu dan dimasukkan ke neraka kelas VVIP....naudzubillaahi...
.
So, hati-hati lah dalam berbicara dan bersaksi, jangan katakan apa yang tidak kita ketahui kebenarannya karena kelak jangankan ucapan,.... soal mata, telinga dan seluruh hal yang ada dalam diri kita akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah swt.
.
Semoga Bermanfaat untuk kita semua, terutama untuk saya.

Senin, 23 Januari 2017

Manusia Kera versi Darwin adalah Monyet Jaman Sekarang

Bagi kamu yang suka berpikir njelimet atau berteka-teki, tentu banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepala tentang "kenapa ini bisa begini?" "Kenapa itu bisa begitu?" "Dari mana metode untuk validasi suatu hal itu berasal?"
.
Itu versi bentuk pertanyaan yang kalimatnya baku. Kalo simpelnya sih, seperti ini :
Contoh , soal emas aja :
- Dari mana orang jaman dulu tau bahwa dari sekian banyak unsur dan jenis logam, koq cuma emas yang memiliki nilai tukar dan berharga?? - Dari mana orang jaman dulu tau lokasi-lokasi yang mengandung emas berikut cara pengolahannya?? Atau,

Bagaimana orang jaman dulu membangun piramida dengan struktur ruang dalam yang rumit dan kompleks?? Bagaimana cara mengangkat dan menempatkan bongkah-bongkah batu yang beratnya lebih dari 3000kg per buah dengan sangat presisi??
----------------------------------

Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya, saya yakin untuk itu.
.
Saya pun termasuk orang yang pernah pusing dan di pusingkan oleh pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Hingga kurang lebih seminggu yang lalu secara "spontan" otak saya menemukan jawaban jitu yang tidak terbantah meski belum melalui pembuktian ilmiah.
.
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan sangat memusingkan dan seolah diperlukan cara ilmiah untuk pembuktiannya. Ya, jika cara berpikir kita hanya dari sudut pandang sebagai manusia jaman sekarang yang mengenal android, ilmu kimia, mobil ferrari dan pesawat tipe air bus tentu kita akan menganggap orang-orang jaman dulu itu ga modern dan primitive, kasarnya kemana-mana aja naik kuda atau perahu dayung.
Akhirnya kita pun sepakat bahwa manusia sekarang hasil evolusi monyet sesuai teori Darwin.
.
Tapi....
Ada celah besar yang tertinggal untuk pertanyaan lainnya, fakta bahwa ada kehidupan sebelum monyet-monyet itu berevolusi tidak terbantahkan. Seperti Situs Gunung Padang yang umurnya sudah sangat-sangat tua, mungkinkah yang membangunnya monyet?? Kemanakah pemilik peradaban itu? Kenapa hanya peninggalannya yang tersisa?? Itu hanya salah satu contoh.
.
Kaum pemikir akan terus berusaha mencari jawaban dengan cara-caranya yang ilmiah.
Tapi saya sejak minggu lalu justru menemukan jawaban sekaligus pembuktian kebenaran kitab suci Al-Quran.
.
Ya, jawabannya ada di Al Quran, kitab yang tidak ada keraguan / kesalahan didalamnya. Banyak ayat dalam Quran yang bercerita sekaligus mengingatkan tentang kaum-kaum yang hidup sebelum manusia jaman sekarang. Kaum-kaum yang jauh lebih hebat, lebih besar dan lebih kuat dari kita sekarang ini.
.
Kaum-kaum yang di adzab dan di musnahkan oleh Allah swt karena kesombongan dan kedzolimannya. Mereka di anugerahi kecerdasan di atas kita, kemampuan super dan kemakmuran namun lupa dengan yang memberinya yaitu Allah swt.
Maka dari itu seperti Quran bilang "tidak sulit bagi Allah memusnahkan suatu kaum dan menggantinya dengan kaum yang baru jika kaum tersebut banyak berbuat kemunkaran.
.
Allah juga berfirman yang bunyinya kurang lebih "maka berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah kesudahan kaum-kaum sebelum kamu yg kami musnahkan, padahal mereka lebih hebat dari kamu..." (QS.Fatir 44)
.
Dan Allah juga sengaja menyisakan sedikit dari peninggalan peradaban kaum-kaum yang di adzab itu untuk di jadikan pelajaran dan pengingat bagi kita di jaman sekarang.
.
So....dengan berpegang pada Quran, sebenarnya apa yang kita alami dan miliki sebagai manusia dijaman sekarang boleh jadi belum ada apa-apanya dibanding kehebatan kaum-kaum jaman dahulu yang telah di adzab Allah karena kesombongannya. Disebut "kaum" tentu karena mereka itu manusia. Manusia-manusia hebat di jamannya, dengan teknologi yang jauh lebih tinggi dari kita yang sekarang.
Banyak teori yang meragukan bahkan membantah teori Darwin bahwa Manusia berasal dr monyet / kera.
.
Tapi Al - Quran, kitab suci saya yang agung telah memberikan jawaban bagi saya untuk meng-counter teori Darwin, bahwa diperadaban dulu, dengan manusia-manusia yang sangat cerdas dan modern, bisa jadi monyet-monyetnya pun lebih cerdas dari monyet jaman sekarang, sehingga bisa membuat peralatan sederhana untuk berburu dll, bisa melukis di gua dll.
.
Karena manusia-manusianya sudah lenyap di adzab Allah maka yang tersisa hanya hewan-hewan termasuk monyet purba yang "cerdas" seperti Phitecanthropus. Itu sebabnya saya buat tulisan ini "Manusia Kera versi Darwin adalah Monyet di Jaman yang Sekarang".
Dan, kalo kita mau selamat jangan sombong, apa yang kita punya ini hanya ujian / cobaan... "Hadza min fadli robbik".

Note :
Iseng nulis di CL, Kesimpulan saya tentang Obrolan sore itu di Dapoer Bisma.
Ini hanya opini versi saya. Jangan ada yang baper ya.

Kamis, 12 Januari 2017

Review Tenda Tipe 4 Musim dan Ekspedisi

Nyaris semua tenda 4 season memiliki desain seperti di bawah ini. Dan yg bisa disebut berkualitas hampir semua merupakan produk import. Di gambar kedua adalah contoh tenda dari brand yang sudah sangat terkenal di dunia pendakian yaitu The North Face. Tenda TNF cukup mendominasi digunung-gunung negara 4 musim karena fitur2nya yg memang diciptakan untuk menghadapi cuaca ekstrim.
.
Statusnya yg import sudah jelas menyebabkan tingginya harga untuk pasaran di Indonesia, salah satunya faktor pajak masuk dan bea import.
.
Bicara soal tenda 4 musim, apakah relevan jika penggiat di tanah air ingin menggunakannya? Mengingat negara kita berada di wilayah tropis dan hanya mengenal 2 musim yaitu penghujan dan kemarau.
.
Menurut catatan admin, meski di Indonesia hanya terdapat 2 musim, tenda-tenda bertipe 4 musim sangat cocok dan tetap berfungsi maksimal penggunaannya. Acuannya adalah prinsip dasar dari desain tenda 4 musim yang di peruntukkan menghadapi cuaca ekstrim dan pendakian berdurasi panjang.
.
Seringkali admin melihat di lapangan, dibawah cuaca yg buruk seperti angin kencang, banyak tenda2 yg rusak bahkan roboh. Mengingat tenda adalah rumah untuk perlindungan, tentunya merupakan suatu kerugian besar jika rusak saat masa pendakian belum selesai yg imbasnya akan membahayakan nyawa si pendaki.
.
Nah, tenda pada gambar pertama (yg terdiri dari 4 gambar), bisa dijadikan solusi untuk menghadapi cuaca ekstrim di Indonesia dan juga negara 4 musim. Tenda keluaran dalam negeri sendiri ini cukup mengakomodir kebutuhan pendaki yg sering membangun tenda di ketinggian ekstrim dengan resiko angin super kencang dalam durasi panjang.
.
Material yg digunakan pun cukup berkualitas. Tenda jenis ekspedisi dengan nama seri Expedition merk Merapi Mountain ini tipenya standing free (bisa berdiri dan di geser dalam keadaan utuh). Struktur bangunnya Geodesic Dome mempertegas kekuatannya untuk menghadapi kerasnya angin dan hujan. Vestibule-nya sangat luas (nyaris 1 meter) akan memudahkan kita berkegiatan masak meski di bawah cuaca buruk. Untuk akses keluar masuk yg cepat, terdapat juga vestibule 1 pintu di sisi yg berseberangan.
.
Gap atau jarak antara inner dan layer luar (flysheet) juga jauh sehingga pendaki akan sangat nyaman bernafas dan terhindar dari uap nafasnya sendiri yg berbalik. Ruang dalam dari tenda ini hampir 2,5 meter panjangnya, dengan lebar 1,8 meter, sehingga dapat dipastikan pendaki dapat beristirahat dengan sangat nyaman.
.
Meski berdimensi besar, tenda ini di desain hanya untuk 3-4 orang saja. Dan jangan khawatir, hanya diperlukan 2 orang saja untuk membangun tenda ini. Jadi walau bobotnya mencapai 4,5kg, tenda ini bisa dijadikan pilihan untuk kamu2 yg membutuhkan tenda dengan kekuatan dan kenyamanan lebih saat melakukan pendakian atau ekspedisi berdurasi panjang dan di bawah cuaca ekstrim.
.
Soal harga, well, sangat terjangkau temans, masih di bawah idr 3 juta per unit nya.
.
Semoga review dari admin tentang tenda ekspedisi bisa bermanfaat bagi teman-teman yg sedang mencari tenda berkekuatan khusus ya.
.
Happy nice day...keep your safety guys.


Note : pict source by Google

Rabu, 28 Desember 2016

SILATURRAHIM REJEKI

Berapa banyak dr kita yg begitu ingin memulai suatu usaha?? Yg merasa jenuh dg rutinitas?? Yg mulai merasa kekurangan bahkan kehilangan waktu untuk keluarga??

Saya yakin jawabannya mungkin hampir semua dr kita.

Lalu berapa banyak dr kita yg mempertanyakan "usaha model apa yg aman dan minim resiko?? Yg modalnya ga besar tapi berkelanjutan?? Yg kecil persaingan??

Jawabannya?? Jelas tidak ada!!

Terkadang manusia terlalu sibuk memikirkan ini dan itu, begini dan begitu sampai-sampai dia lupa bahwa ada "invisible hand" yg turut menentukan hasil akhir suatu ikhtiar.

Ya, dalam situasi ekonomi yg tidak menentu seperti sekarang ini dimana banyak kebijakan hanya berpihak pada golongan tertentu adalah hal yg wajar jika kita mengkhawatirkan siapa lagi pembeli produk di tengah tingginya persaingan yg akhirnya berujung pada sikap pesimis.

Hal yg sama saya rasakan dan sempat saya pikirkan. Meski usaha saya belum dalam skala yg besar dan dari segi hasil belum juga bisa dibilang mapan, saya merasa nyaman dan tenang. Apa kuncinya??
Simpel saja, saya serahkan semua pada "Invisible Hand" , Allah swt. Sesimpel itukah?? Ya, sesimpel itu koq.

Setelah berikhtiar maksimal jangan lupa  meminta Allah untuk memberi hasil yg sesuai keinginan kita. Cara mintanya bagaimana?! Praktekkan saja syarat-syaratNya. Tahukah kamu bahwa justru syarat hidup bahagia yg Allah ajukan tidak memerlukan biaya besar.

1. Mendoakan kebaikan bagi sesama
2. Memudahkan jalan dan usaha orang lain
3. Banyak bersedekah (tidak mesti dg uang)
4. Silaturrahim Rejeki

Untuk point 1 sampai 3 saya yakin teman2 secara teori sudah kenyang mendengar sejak kecil, meski prakteknya masih pilih-pilih seperti saya. Memilih hanya ke orang-orang yg saya sukai saja kalo mau mendoakan dan membantu...hehehe.

Tapi untuk point no.4 SILATURRAHIM REJEKI??? Sudah berapa banyak dari kita yg mem-praktekkan?

Sebenarnya, gabungan dr point 1,2,3 juga merupakan silaturrahmi rejeki.
Silaturrahim model inilah yg "menyelamatkan" pelaku usaha sekaligus membuat usaha yg dijalani tetap eksis meski diterpa krisis.

Dalam skala yg kecil, bentuknya adalah dg membeli, menggunakan, atau bertransaksi dg teman-teman atau tetangga terdekat yg memiliki usaha. Abaikan harganya jika sedikit mahal, niatkan agar usahanya tetap berputar dan berjalan. Dg bertindak seperti itu kamu sudah memudahkan jalan orang lain, DAN secara otomatis Allah pun akan "membayar janjiNya" pada kamu. Karena Allah menjanjikan kemudahan bagi hambaNya yg memudahkan urusan orang lain (dalam hal yg baik tentunya). Buang jauh-jauh mindset "harga teman lebih murah", karena secara tidak sadar akan membuat kita jadi stressor buyer bagi teman kita.

Dalam skala yg besar, silaturrahim rejeki bisa berbentuk berbelanja di tempat-tempat yg didominasi masyarakat biasa seperti pasar tradisional. Dg demikian kita turut aktif memutar roda perekonomian di akar rumput. DAN kalo bisa, jangan pake acara nawar, kalo harus nawar pun jangan kelewat sadis ya.

Buktikan deh keampuhan silaturrahim rejeki. Jangankan bertransaksi, baru ber-silaturrahim saja sudah merupakan pembuka pintu rejeki...apalagi bersilaturrahim sambil bertransaksi??
Buktikan kebenaran janji Allah. Hanya silaturrahim rejeki yg bisa membuat usaha dan pelaku usaha menjadi berkah dan penuh manfaat, insya Allah. Jangan ukur segala sesuatu hanya dr nominal dan untung rugi, ga bakal bahagia hidup kita.

Sok lah buktikan...

Kamis, 06 Oktober 2016

Binaiya Itu...Memang Beda!!

berdiri ki-ka : saya, Rizky, Andy, Sylvi, Herni dan Ading. duduk ki-ka : Margie, Afri dan Yanstri

"Satu kali kamu berdiri dipuncak gunung, kelak setiap kali bepergian kamu akan selalu mencari tempat-tempat yang tinggi bernama puncak. Karena kamu pernah berada disana, tahu bagaimana rasanya dan kesanalah kerinduanmu akan selalu tertuju. Binaiya hanyalah satu dari seribu nama itu." K2 2-6 Oktober 2016
----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tanggal 30 September 2016
Suasana airport Soetta sudah mulai lengang saat satu persatu anggota tim berdatangan ke Terminal 1A, sebagai meeting point yang telah disepakati. Hari itu, Jumat malam, kami bersembilan akan bersama-sama menuju Maluku untuk mendaki Gunung Binaiya. Pesawat kami baru akan take off pukul 1.30 dinihari tanggal 1 Oktober. Sambil menunggu waktu untuk check in dan boarding, kami pun berdiskusi tentang rundown perjalanan. Maklum saja, sebelumnya kami memang tidak mempunyai waktu khusus untuk berkumpul membahas pembagian tugas dan hal-hal yang berkaitan dengan pendakian. Ditambah lagi mayoritas dari kami belum saling kenal. Yang kami tau, kami sama-sama ber-status para pemburu Indonesian Seven Summit. Mayoritas dari kami sudah mengantongi 4 puncak tertinggi di Indonesia.

7 puncak tertinggi di Indonesia itu adalah :
1. Kerinci 3805 mdpl di P. Sumatra
2. Semeru 3676 mdpl di P. Jawa
3. Rinjani 3726 mdpl di Kep. Nusa Tenggara
4. Latimojong 3478 mdpl di P. Sulawesi
5. Binaiya 3027 mdpl di Kep. Maluku
6. Bukit Raya 2278 mdpl di P. Kalimantan
7. Cartenz Pyramid 4884 mdpl di Papua


Check in tengah malam

Ya, kami memang baru saling kenal via medsos saja sebelumnya, sehingga pembagian tugas pun kami atur via medsos juga. Setelah selesai membahas rundown, kami pun bergegas untuk check in.
Setelah sedikit tertunda, pesawat yang kami tumpangi akhirnya take off pukul 2.00. Saya pribadi tidak bisa menikmati perjalanan selama 4 jam tersebut karena sakit kepala yang luar biasa tiba-tiba menyerang. Hanya pemandangan Maluku yang indah menjelang landing yang bisa  mengurangi sedikit rasa sakit kepala ini.

Tanggal 1 Oktober 2016
Selesai bongkar bagasi, kami pun mencari guide kami yang bernama Alif Hatapayo dari Shelter Expedition. 2 buah mobil tipe minibus sudah disiapkan oleh Alif untuk menjemput dan mengantar kami menuju Pelabuhan Tulehu yang berjarak sekira 50 menit dari airport. Supir kami memacu mobil karena mengejar jadwal kapal cepat pukul 9.00 menuju Amahai. Jadwal keberangkatan kapal cepat ini hanya 2 kali sehari.

Port Tulehu pagi itu

Kapal Cepat yg kami naiki...keren ya

Desak-desakan di dalam kapal cepat

Dekil bin kumel...tumpuk-tumpuk campur barang bawaan

Alhamdulillah kami tidak ketinggalan kapal, setelah membeli tiket seharga 115 ribu per orang kami pun masuk dan menyimpan barang-barang bawaan kami ke ruangan di bagian bawah yang ber-AC. Meski namanya kapal cepat express, tetapi tetap saja manifest-nya over. Banyak penumpang yang duduk berjejalan di lorong-lorong, berbaur dengan pedagang kopi dan mie yang lalu lalang. Badan yang lelah membuat kami tak lagi peduli dengan kenyamanan, yang penting kami bisa sampai tujuan.

Setelah transit 30 menit di Pelabuhan Tuhaha, pukul 11.50 kami pun tiba di Pelabuhan Amahai. Amahai ini merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Masohi, Maluku Tengah. Setiap pendaki yang akan menuju Binaiya pasti datang melalui pelabuhan ini.

Tujuan kami berikutnya adalah kantor Taman Nasional Manusela di kota Masohi. Untuk berhemat, kami pun menyewa satu angkot dengan tarif 20 ribu rupiah per orang. 15 menit kemudian kami pun tiba di kantor Taman Nasional untuk mengurus perijinan dan lain-lain.

Rupanya, di depan kantor Taman Nasional telah menunggu juga dua mobil yang akan kami gunakan untuk menuju desa Piliana --- titik awal pendakian.
Karena kami datang di hari Sabtu, maka kami harus menunggu petugas Balai datang. Selayaknya instansi pemerintah, sabtu minggu adalah hari libur. Beruntung saya sudah meng-apply surat permohonan ijin mendaki Binaiya sejak satu bulan sebelumnya. Selain itu, surat permohonan ijin memang tidak bisa dadakan. Jadi disarankan bagi teman-teman yang ingin mendaki Binaiya agar memasukkan surat permohonannya sejak jauh hari.

Ngeksis di depan Balai Taman Nasional Manusela

Mobil yg mengantar kami ke Piliana

Foto bersama dengan Bp. William

Pelayanan registrasi pendakian pun sangat bagus, aturan berjalan sebagai mana mestinya, profesional dan tanpa pungli. Terima kasih khusus kami ucapkan kepada Bapak William staff Balai Taman Nasional yang sudah bersedia membantu mengurus perijinan meski beliau harus masuk kantor di hari libur.

Simaksi yang harus kami bayar adalah 25 ribu rupiah per orang untuk lima hari pendakian. Selain itu, ada 4 lapis berkas yang harus saya tanda tangani di atas materai sebagai leader tim. Oh iya, jangan lupa juga untuk membawa 3 lembar materai 6000 rupiah ya.

Pukul 14.15 kami pun berangkat menuju desa Piliana di kecamatan Tehoru. Perjalanan kami menuju Piliana relatif lancar. Jalanan mulus beraspal yang menyusuri tepian pantai selama 4 jam sangat memanjakan mata. Sempat kami singgah di rumah Alif, di desa Tehoru untuk minum kopi dan menikmati cemilan ringan khas daerah. Kelak dalam perjalanan pulang pun kami kembali mampir dirumah Alif, menginap dengan bonus makan papeda dengan ikan kuah kuning...yuummii...thanks a lot brother Alif.

Sebelum melanjutkan perjalanan ke Piliana, kami berhenti sebentar di kantor Taman Nasional Manusela Resort Tehoru, untuk menyerahkan salinan berkas ijin pendakian.
Beruntung sungai Kawanua sedang tidak banjir saat kami menyeberang. Karena untuk mencapai desa Piliana mobil kami memang harus turun menyeberangi sungai. 

Kawanua merupakan sungai yang besar dan lebar. Sebenarnya setengah dari sungai ini sudah ter-cover oleh jembatan yang cukup panjang, sekira 100 meter, entah kenapa sebagian yang lain tidak tersambung oleh jembatan, sehingga mobil harus menyeberangi setengah sungai sebelum bisa naik ke jembatan. 15 menit setelahnya kami kembali berhenti di Resort Saunolu untuk menyerahkan berkas ijin pendakian.

Lewat maghrib kami tiba di desa Piliana, langsung menuju rumah Bapa Raja. Bapa Raja ini adalah tetua adat sekaligus tempat pendaki lapor sebelum melakukan pendakian. Karena jumlah kami cukup banyak, maka kami melakukan packing dan re-packing di balai desa yang letaknya persis disebelah kanan bawah rumah Bapa Raja. Malam itu, kami menginap di rumah beliau.

Tanggal 2 Oktober 2016
Bersiap di depan rumah Bapa Raja
Jalan desa, jalur awal pendakian
Menuju Air Tempayang

Pagi-pagi kami sudah bangun dan bersiap. Jam demi jam kami menunggu, tapi porter yang kami tunggu belum juga datang. Bapa Raja bilang kami harus tunggu sampai ibadah minggu selesai barulah diijinkan berangkat mendaki.
Ya, kami lupa bahwa ini hari minggu. Warga desa Piliana yang mayoritas umat Kristen beribadah di gereja yang letaknya persis didepan rumah Bapa Raja.

Piliana, desa yang sangat menarik, at least bagi saya. Terletak di ketinggian 415mdpl, berlatar gunung di sebelah utara dan laut di sebelah selatan. Meski dekat dengan laut tapi airnya begitu sejuk karena mengalir langsung dari gunung. Masyarakatnya hidup dari bertani dan berladang. Komoditas andalannya adalah cengkeh, sagu, keladi dan kasbi.

Penduduk desanya pun sangat ramah dan bersahabat. Yang sedikit disayangkan adalah belum adanya aliran listrik masuk ke desa ini. Sehingga untuk mendapatkan pasokan listrik, masyarakatnya menggunakan genset yang bahan bakarnya dikolektif secara swadaya. Genset dihidupkan mulai sore hari hingga lewat tengah malam, sekira pukul 1.00 dini hari.

Akhirnya setelah menunggu sekian lama, pukul 10.30 kami bisa memulai perjalanan untuk mendaki Binaiya. Di hari pertama ini, karena kami berangkat sudah siang, guide kami - Alif, mengatakan bahwa jika sampai pukul 16.00 kami belum mencapai Pos I, maka di Pos I lah kami akan mendirikan camp --- sebelumnya kami berencana untuk buka camp di Shelter Aimoto (Pos 2).

Trail I
Piliana 415 mdpl - Shelter Aimoto 1186 mdpl  
Selesai berdoa, kami pun berjalan beriringan dengan santai. Cuaca mendung sedikit panas. Dua porter kami ---- Pak Kijang dan Pak Chris --- berjalan paling depan. Diikuti Alif sebagai guide dan di sweeper oleh Pak Bertus yang juga porter. 

Jalur awal adalah setapak kecil berbatu seperti granit dan tanah berwarna kuning bercampur butiran pasir kasar. Kiri dan kanan jalur adalah ladang penduduk yang di dominasi pohon sagu dan cengkeh. Jalur relatif landai, hanya sesekali saja agak menanjak. Konturnya naik turun dan melintasi beberapa genangan air berlumpur.

Jembatan dari pohon tumbang banyak kami lewati dalam perjalanan

Satu jam lepas dari Piliana, pola jalan kami mulai terpecah menjadi kelompok-kelompok lebih kecil. Saya, Herni, Alif dan dua porter menjadi kelompok terdepan. Disusul Margie, Afri, Rizky dan Sylvi. Lalu yang paling belakang adalah Yanstri, Ading, Andy dan Pak Bertus.

Sungai Air Tempayang, kondisi sebelum hujan

Tanjakan selepas Air Tempayang

Pukul 12.00 kami tiba di Air Tempayang, sungai kecil berbatu-batu dengan air yang jernih dan layak minum. Disini kami break cukup lama sebelum melanjutkan perjalanan. Perjalanan berikutnya kami berjalan menyusuri sungai sekira kurang lebih sepanjang 500 meter. Lepas dari Air Tempayang jalur menanjak curam dan licin sepanjang seratus meter. Lalu kembali menjadi landai dan cenderung menurun, meski dibeberapa titik terdapat tanjakan. Pukul 13.50 kami tiba di tepian Sungai Yahe. Kami break 20 menit untuk relaksasi dan bermain air. Pukul 14.30 kami tiba di sungai Yamitala, sungai ketiga yang harus kami seberangi. Di tepian sungai Yamitala kami memutuskan untuk istirahat makan siang dan shalat dzuhur.

Hutan lebat menuju Sungai Yahe

Menyeberangi sungai Yahe

ki-ka : Alif, Bp.Kijang dan saya

re-packing di Pos I karena hujan

Lima menit di atas sungai Yamitala adalah lokasi Pos I. Hampir 1,5 jam kami beristirahat di Sungai Yamitala sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju target awal kami yaitu Shelter Aimoto. Di Pos I kami berhenti lagi sejenak untuk memakai jas hujan karena rintik gerimis mulai turun.

Lepas Pos I jalur berubah konturnya menjadi tanah licin berlumpur, bercampur pecahan granit dan kelindan akar-akar. Jalur yang berupa setapak tipis yang di pagari pohon-pohon berduri dan menanjak curam cukup menguras tenaga kami. Karena waktu kami dirasa masih memungkinkan, kami pun kembali ke target awal yaitu camp di Shelter Aimoto.

Setelah Pos I, tantangan berikutnya adalah mendaki Bukit Lukuamano. Di bawah hujan yang semakin deras dan jarak pandang yang terbatas karena kabut dan senja, saya dan Herni semakin tertinggal jauh dari porter yang terus melaju didepan. Saya tiba di Lukuamano pukul tepat pukul 17.00, puncak kecil tanpa dataran. Dari keterangan Alif, untuk mencapai Aimoto tinggal naik turun 2 bukit kecil. Dan dengan sisa-sisa tenaga yang ada saya pun kembali berjalan.
Jalur masih berupa setapak sempit yang licin dengan batu-batu tajam tak beraturan. Vegetasi sangat lebat dan lembab.

Pukul 18.10, saya mulai menapaki jalan menurun yang cukup terjal, lalu didasar, jalur tiba-tiba hilang berganti sungai kecil. Dibawah kabut dan gelap saya mencoba orientasi arah. Maklum saja, salah-salah langkah kami bisa saja tersesat. Saya minta Herni untuk menunggu, dan saya benar-benar memasang mata untuk mencari jalur selanjutnya.

Ditengah-tengah kebingungan itu, tiba-tiba saya mendengar teriakan panggilan yang jaraknya sangat dekat. Di arah kanan. Saya pun menyahut. Dan dengan berbekal panggilan-panggilan itu saya pun menjadi yakin arah yang benar. Saya berjalan menyusuri sungai kecil itu --- yang akhirnya saya tahu bahwa itulah yang dinamakan sungai Aimoto, dan ternyata arti dari Aimoto sendiri adalah "Pohon Kering", jauh sekali dari rekaan saya yang mengira artinya "Air Mata"...hehehe
--- di ujung sungai, di antara rumpun bambu yang rimbun saya melihat ada setapak tanah menanjak. Saya terus mengikuti dan ketika rumpun bambu itu habis tepat di ujungnya adalah bangunan Shelter Aimoto, Alhamdulillah, saya merasa lega saat tahu sudah berada di jalur dan tempat yang benar. Di teras shelter nampak 3 porter kami sedang duduk meringkuk menahan dingin. Saya lihat jam, pukul 18.30.

Bangunan Shelter Aimoto

Masak-masak di Shelter Aimoto

Satu persatu anggota tim bermunculan, yang terakhir datang adalah Andy, sekira pukul 20.15. Malam itu tim kami bermalam di Shelter Aimoto tanpa membuka tenda, sementara diluar hujan masih setia mengguyur.

Tanggal 3 Oktober 2016
Trail 2
Aimoto - Shelter HighCamp 1896 mdpl
Pukul 5.00 saya bangun, melawan dingin yang menusuk untuk menunaikan shalat subuh. Semua laki-laki tidur di teras shelter sedangkan yang perempuan didalam bangunan. Selesai shalat saya mulai memasak nasi untuk kami sarapan. Rencananya di hari kedua ini target kami adalah Shelter Isilali 2075 mdpl.

Selesai sarapan dan packing, pukul 9.30 saya menjadi anggota tim yang terakhir yang mulai mendaki dihari itu. Teman-teman yang yang lain sudah bergerak lebih dulu. Hari kedua ini saya memutuskan memakai sepatu saja, pertimbangannya, jalur pasti sangat becek karena kemarin hujan turun sangat lama. Dan perkiraan saya tepat, jalur berikutnya tidak lebih baik dari kemarin, malah semakin berat.

15 menit awal kami harus turun naik 3 lembahan kecil sebelum bertemu dengan tanjakan panjang dan curam sejauh hampir seratus meter. Rupanya teman-teman yang jalan lebih dulu banyak yang tertahan di tanjakan ini. Seperti hari yang lalu, perlahan tapi pasti satu persatu mereka saya susul. Pukul 9.50 saya berhasil tiba di dataran Aiulanusalai. Sebuah dataran yang cukup untuk membangun 2 tenda. Disini saya, Alif, Herni dan Pak Bertus beristirahat sejenak sambil menunggu rekan-rekan yang lain.

Dataran Aiulanusalai

Afri dan Ading break saat menuju Teleuna 1

Lima belas menit kemudian kami melanjutkan perjalanan. Masih di bawah hutan tropis yang lembab dan basah. Saya berjalan sendiri, terpisah karena tubuh yang lelah. Berjalan perlahan, akhirnya pukul 10.45 saya tiba di puncak Teleuna 1. Break selama 15 menit untuk ngemil biskuit dan minum energen. Teleuna 1 hanya sebutan bidang datar pertama pasca jalur menanjak dari Aiulanusalai. Tidak ada plang atau papan nama.

Selanjutnya jalur sedikit menurun sebelum kembali menanjak panjang dengan akar-akar berkelindan selama 30 menit. Ujung dari tanjakan ini adalah puncak Teleuna 2. 
Teleuna 2 ini di tandai papan nama bertuliskan Teleuna. Disini saya tidur kurang lebih 20 menit. Tidur dengan posisi duduk beralaskan lumut basah dan tetesan air yang jatuh dari dedaunan. Menurut keterangan porter, jalur selanjutnya relatif datar dan dipenuhi lumut-lumut tebal. Shelter Highcamp masih 2 hingga 2,5 jam lagi dari sini.

Pukul 11.50 saya kembali melanjutkan perjalanan. Menelusuri hutan lumut yang benar-benar dipenuhi lumut tebal. Terus terang baru kali ini saya bertemu dengan hutan lumut seperti ini, sebelumnya pernah juga masuk area-area yang di sebut hutan lumut seperti di Argopuro ataupun Salak, tapi kondisi lumutnya tidak setebal disini. Saya sempat mengambil beberapa foto dan videonya.

Shelter Highcamp pagi itu

Apa yang diucapkan porter ternyata benar, jalur hutan lumut ini relatif datar, hanya sesekali agak menanjak. Meski jalurnya datar tapi setapaknya tetap sempit sekali. Ditengah penelusuran hutan lumut, hujan turun lagi, memaksa saya berganti alas kaki dengan sendal gunung. Dan setelah berjalan selama 75 menit saya bertemu dengan jalur menurun panjang. Di dasar jalur,  disebelah kanan itulah letak Shelter Highcamp. Saat saya lirik jam tangan saya tertera pukul 14.00. Sambil menunggu rekan-rekan yang lain saya membantu Herni untuk memasak makanan, sementara porter mencoba membuat perapian.

Sempat kami bingung apakah akan melanjutkan perjalanan menuju target kami di Isilali atau camp di Shelter ini. Lama kami menunggu rekan-rekan yang lain, yang akhirnya muncul pukul 16.30-17.30. Dan karena kondisi serta cuaca yang tidak mendukung akhirnya kami memutuskan camp di Highcamp. Menghabiskan malam di shelter yang posisinya tertutup pepohonan lebat. Di shelter ini kami juga tidak membuka tenda karena kapasitas shelter masih mampu menampung jumlah kami.

Tanggal 4 Oktober 2016
Trail 3
Highcamp - Shelter Isilali 2075 mdpl
Seperti hari sebelumnya, pagi hari setelah shalat subuh kami semua sudah bangun dan bersiap. Sarapan kami pagi ini roti goreng telur dan energen. Sambil sesekali menggigil karena dinginnya udara, kami berganti pakaian basah bekas hujan kemarin. Apa boleh buat, untuk efisiensi, kami gunakan lagi pakaian basah yang kemarin. Di hari ketiga ini, kami berencana langsung menuju Camp Waifuku yang terletak hanya lima menit dari puncak Binaiya. Kami sepakat, meski harus malam hari sekalipun saat tiba disana.

Setiap hari kami harus mengawali perjalanan dengan mendaki jalur terjal sebagai konsekuensi lokasi shelter yang berada di lembahan. Setiap hari kami harus menikmati "gondoknya" sudah naik ke titik yang tinggi tapi harus camp di tempat yang rendah. Sedikit demi sedikit saya pun mulai menghafal pola jalur yang harus kami lalui. Binaiya memang gunung dengan jalur PHP terbaik yang saya pernah kenal.

Pukul 8.15 saya kami mulai bergerak naik. Jalur akar yang terjal harus kami lewati untuk mencapai Puncak Manukupa 1 dan 2. Baru 30 menit berjalan kami sudah disuguhi pemandangan yang sangat indah. Pantai dan teluk Tehoru yang membentang berselimut kabut tipis dan awan-awan Cumulonimbus yang sedang bergerak membentuk gugusan tebal. Membiarkan matahari menguapkan air laut, menyerapnya hingga lambat laun menghitam siap mencurahkan hujan kembali.

Kami terbuai dengan suasana, berfoto dan membiarkan khayalan-khayalan melintas bebas. Kami lupa bahwa perjalanan masih sangat jauh dan berat. Kami lupa bahwa setiap tengah hari awan hujan selalu mengikuti. Kami juga lupa bahwa posisi kami saat ini belum ada setengahnya dari puncak Manukupa. Karena tersadar dengan alasan itulah akhirnya saya memutuskan untuk kembali berjalan, melawan rasa malas dan lelah yang semakin mencengkeram. Mengejar Herni, Ading dan para porter yang sudah melaju jauh didepan.

Teluk Tehoru terlihat saat menuju Puncak Manukupa

Turun dari Puncak Manukupa menuju Isilali

Saya tiba di puncak Manukupa pukul 9.50, sendirian. 100 meter agak ke atas saya lihat teman-teman yang berposisi didepan sedang beristirahat. Puncak Manukupa ini adalah puncak yang dengan jelas terlihat jika kita sedang berada di Piliana. Saya masih ingat persis, dua hari yang lalu Alif mengatakan bahwa "kita akan berada disana di hari kedua" --- meski faktanya baru di hari ketiga, itupun menjelang tengah hari saya tiba disana. Puncak Manukupa dinaungi vegetasi-vegetasi kecil dan tidak ada dataran yang datar. Dari puncak Manukupa terlihat jelas jalur kami selanjutnya yaitu Puncak Gunung Bintang.

Tapi seperti biasa, untuk mencapai puncak berikutnya berarti ada lembahan yang harus kami lewati, dan itu artinya kami harus kembali berjalan turun. Puncak Manukupa sendiri berada di ketinggian 2286 mdpl. Setelah menghela nafas saya berjalan turun menuju lembah dimana terletak Shelter Isilali. Jalur awal  menuju Isilali menurun tajam dan curam dengan perpaduan pecahan batuan granit dan karang tajam. Saat perjalanan pulang di titik inilah telapak kaki saya terluka oleh karang-karang tajam itu.

Meski berjalan dengan pelan dan hati-hati, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Isilali ternyata hanya 25 menit saja. Isilali terletak di ketinggian 2075 mdpl, itu artinya kami turun sejauh lebih dari dua ratus meter. Di shelter ini terdapat sumber air. Vegetasinya agak sedikit terbuka jika dibanding shelter-shelter sebelumnya. Kami beristirahat disini hampir tiga puluh menit sebelum kembali melanjutkan perjalanan.

Shelter Isilali 2075 mdpl

Margie sedang menyaring air untuk minum

Trail 4
Isilali - Camp Nasapeha 2500 mdpl
Sejauh ini sepertinya rencana kami untuk nge-camp di Waifuku akan terlaksana dengan cukup mudah sesuai jadwal. Oleh karenanya kami tetap semangat untuk terus berjalan meski letih sudah mendera. Tantangan yang berada di depan kami adalah Puncak Gunung Bintang yang memiliki ketinggian 2660 mdpl. Berarti kurang lebih jarak vertikal yang harus kami tempuh adalah 600 meter.

Hanya membutuhkan waktu 20 menit saja untuk saya mencapai puncak punggungan pertama pasca Isilali. Dari sini pemandangan sudah sangat terbuka. Kontur jalur selanjutnya adalah batuan karang tajam dan pecahan granit berpadu dengan pohon cantigi yang berselimut lumut tipis.

Berselang seling saya melewatinya, di awali dengan rumpun cantigi, lalu terbuka saat harus meniti karang-karang tajam lalu kembali rumpun cantigi. Jalur relatif datar di 500 meter pertama. Saat saya sedang asyik menikmati jalur terbuka ini, lagi-lagi hujan turun. Meski tidak sederas hari kemarin tapi tetap saja memaksa saya untuk kembali berganti alas kaki dengan sendal. Ya, memang saya sangat menjaga agar kondisi sepatu saya tetap kering. Berjalan dengan sepatu basah sangatlah tidak nyaman.

Perjalanan menggapai puncak Bintang ternyata lebih lama dan lebih berat dari yang saya kira. Ternyata pepatah lama yang berbunyi "dekat di mata jauh di kaki" itu berlaku disini. Pukul 13.20 saya baru berhasil menjejak puncak Gunung Bintang. Dari sini terlihat jelas puncak Binaiya I berikut jalur pendakiannya. Saya sempat merilis stress dan lelah dengan cara berteriak saat berada di puncak Bintang.
Empat puluh menit kemudian atau sekira pukul 14.00 saya tiba di lembah tempat camp Nasapeha berada.

Turun dari Puncak Bintang menuju Nasapeha

Turun ke batas vegetasi Nasapeha

Camp Nasapeha di lihat dari atas

Camp kami di Nasapeha

Saya, Ading dan Herni sempat berdiskusi apakah tim kami akan terus melanjutkan perjalanan menuju target awal kami di Waifuku atau akan membuka tenda disini. Kami juga meminta saran dari porter, dan mereka menyarankan agar kami camp di Nasapeha saja. Pada akhirnya kami putuskan untuk nge-camp di Nasapeha. Pertimbangan utamanya adalah kekuatan fisik rekan-rekan kami yang masih berada dibelakang. Serta ketersediaan air.

Soal air ini merupakan tantangan selanjutnya yang harus kami hadapi. Di  Nasapeha, memang terdapat sumber air tapi berupa genangan dangkal yang airnya agak berwarna kecoklatan. Mungkin inilah sumber air "terburuk" selama pendakian kami di Binaiya. Kami harus sangat berhati-hati saat mengambil air agar endapan dan biota-biota yang ada di dalamnya tidak terbawa ke dalam wadah air kami.

Setelah susah payah menyaring, kami mendapatkan 2 jerigen air sebanyak 20 liter. Selanjutnya kami pun berbagi tugas, Herni memasak, saya dan Ading membangun tenda. Sambil menunggu rekan-rekan yang lain kami berkumpul di bawah pohon. Lama kami menunggu, hingga pukul 16.00 tak ada tanda-tanda mereka akan datang. Karena hal itu pula lah akhirnya Pak Bertus memutuskan untuk menyusul kembali ke atas, ke arah Gunung Bintang.

Udara dingin di Nasapeha terasa lebih menusuk, mungkin pengaruh vegetasi yang sudah semakin terbuka dan altitude-nya yang sudah semakin tinggi. Ditambah cuaca setelah hujan.
Setelah lama menunggu akhirnya rekan-rekan kami yang dibelakang bermunculan satu persatu. Di awali dengan datangnya Sylvi dan Rizky, lalu berturut-turut datang Afri, Margie, Yanstri dan Andy. Selesai makan, kami masuk tenda masing-masing dan beristirahat. Pukul 3.30 rencananya kami akan melakukan summit attack tanpa membawa beban.

Trail 5
Nasapeha - Puncak Binaiya 3027 mdpl
Mungkin kami semua tidak bisa tidur dengan nyenyak karena udara yang sangat dingin. Di malam itu saya merenung, memikirkan betapa saya telah sangat salah menduga karakteristik gunung ini. Dalam bayangan saya, Binaiya adalah gunung dengan vegetasi yang terbuka dan kering, jalurnya pun di dominasi padang rumput dan bebatuan biasa. Dan apa yang saya bayangkan berbeda 180° dengan kenyataan di lapangan.

Binaiya adalah gunung dengan curah hujan yang tinggi. Di tumbuhi pepohonan tinggi, lebat dan memiliki kanopi hutan yang membuat suatu tutupan rapat lazimnya hutan hujan tropis di bagian barat Indonesia. Binaiya juga banyak pacetnya. Tebalnya lumut hingga menjelang puncak juga menjadi penanda tingginya curah hujan. Jika ada hal yang menjadi pembeda dengan gunung-gunung lain adalah keberadaan bebatuan karang abu-abu hitam yang tajam yang berpadu dengan batuan granit putih.

Alarm berbunyi membuyarkan lamunan saya. Segera saya bangunkan teman-teman yang lain agar bersiap untuk summit. Jika berjalan tanpa beban, dibutuhkan waktu 2 hingga 3 jam dari Nasapeha hingga ke puncak. Kami bersiap terlalu lama hingga akhirnya baru mulai bergerak summit pukul 4.40. Saya baru akan masuk area Padang Kurcaci saat matahari mulai terbit.

Selfie di Padang Kurcaci

Hutan Lumut menjelang Puncak Binaiya I

Masih di hutan lumut menjelang puncak

Berpendarnya cahaya matahari pagi membuat kontur Binaiya yang eksotis semakin jelas terlihat. Dan memang saya pribadi seperti terhipnotis demi melihat indahnya bentang alam menjelang puncak. Terutama keberadaan pakis endemik Binaiya (Cyathea binayana) yang memiliki bentuk seperti pohon kelapa. Selain itu sempat beberapa kali tim kami bertemu dengan rusa...what an amazing journey...bertemu rusa langsung di habitatnya...hari gini...sesuatu yang sangat langka.

Vegetasi endemik Binaiya

Saat tiba di puncak Binaiya I saya sempat mengira puncak tertinggi sudah berhasil saya raih, tapi lagi-lagi saya salah, karena puncak tertinggi Binaiya masih berjarak 30 menit lagi. Rasanya ingin menangis di PHP-in gunung ini selama 4 hari terakhir. PHP tiada akhir. Naik turun naik turun seolah tak berujung. Dan memang untuk bisa berdiri di puncak tertinggi Binaiya kami harus melewati 9 bukit dan 1 gunung.

Camp Waifuku, hanya 5 menit dari puncak Binaiya

Alhamdulillah sampe juga disini

Bebatuan di Puncak Binaiya

Puncak 3035 Zona Inti Taman Nasional Manusela

Its the beautiful world

Alhamdulillah dengan sisa-sisa tenaga dan semangat yang ada, saya berhasil menjejak puncak Binaiya 3027 mdpl tepat pukul 7.00 pagi. Kami merayakan kemenangan ini dipuncak cukup lama, hingga 2 jam lebih. Berpose dengan banyak gaya. Berekspresi dengan pikiran masing-masing.

Binaiya memang luar biasa, tidak terlalu tinggi tapi luar biasa!!! Jalurnya juara, berat banget!!
Sebelum kembali turun ke Nasapeha, acara kami tutup dengan berfoto bersama-sama. Terima kasih ya temans sudah menjadi tim yang solid dan bisa bekerja sama untuk menggapai atap Maluku. Semoga catper ini bisa menjadi informasi dan panduan bagi yang ingin mendaki ke Puncak Binaiya
Kalo kamu lagi mencari gunung yang beda...cobain naik ke Binaiya, sensasi 0 mdpl-nya sesuatu lah.

-----------------------+++++----------------------


PENUTUP
Tanggal 4 Oktober 2016
Panas mentari yang menyengat membuat saya dan teman-teman yang lain segera turun dari puncak demi terhindar dari kulit terbakar. Kami tiba di Nasapeha pukul 10.10 pagi.
Setelah selesai packing dan sarapan, pukul 12.00 kami memulai perjalanan turun yang menanjak...hehehe.

Sebelum mulai bergerak kami sepakat untuk langsung menuju Shelter Aimoto. Karena di shelter itulah kami meninggalkan sebagian logistik yang memang kami simpan sebagai persediaan dalam perjalanan turun. Untuk antisipasi, kami juga memberikan beberapa bungkus mie instant ke anggota tim yang berjalan paling belakang.
Hujan rintik-rintik mulai turun, yup...seperti hari-hari yang lalu, hujan selalu mulai turun di siang seperti ini.

Berjalan perlahan namun pasti kami mulai menapaki jalur untuk menuju Puncak Gunung Bintang. Awan semakin gelap, menandakan telah penuh digelayuti butiran air yang siap bermetamorfosis menjadi hujan besar.
Pukul 13.00 saya sudah tiba di puncak Bintang, sendirian. Jauh di bawah belakang saya, terlihat Sylvi dan Rizky baru muncul di batas vegetasi Nasapeha. Saya beristirahat sejenak sambil mengambil beberapa foto. Lalu kembali berjalan dengan agak cepat menuruni lereng yang curam untuk menuju Isilali.

Saat tiba di Isilali pukul 14.15, saya hanya bertemu dengan Ading, Herni dan Bp.Kijang yang sedang beristirahat. Mereka mengatakan bahwa Pak Bertus dan Pak Chris terus melanjutkan perjalanan menuju Shelter High Camp. Saya tidak berlama-lama di Isilali, mungkin hanya sekitar 5 menit saja. Setelah ini kami akan kembali turun dengan menanjak puncak Manukupa terlebih dahulu.

Hujan semakin deras dan saya mulai merasakan perih di bagian telapak dan mata kaki sebelah kiri. Saya lihat telapak kaki saya yang memucat karena dingin. Luka sedikit terbuka akibat terperosok di karang saat menuju puncak Manukupa terbasahi air hujan. Saya salah strategi kali ini, benar sendal gunung saya kuat, tapi saya lupa bahwa sendal tidak melindungi seluruh bagian kaki. Bahkan Herni yang menggunakan sepatu saja kakinya penuh dengan luka gores mulai bawah lutut hingga mata kaki.

Akhirnya kecepatan jalan saya menurun drastis, menjadi terseok-seok dan sangat perlahan karena melangkah sambil menahan perih yg cukup menyiksa. Saya tertinggal jauh dan baru tiba di Highcamp pukul 15.55. Karena hari masih terang, meski hujan, tim memutuskan untuk terus turun ke Aimoto. Saya pun mempersilakan teman-teman yang lain untuk jalan duluan. Sementara saya masih ingin beristirahat, shalat dan berganti alas kaki dengan sepatu. Saya ingat persis, jalur selanjutnya ada setapak berkerikil dan berlumpur, adalah kebodohan besar jika saya tetap memakai sendal dengan kondisi telapak kaki terluka.

Pukul 16.10 saya melanjutkan perjalanan, kali ini dengan lebih mantap meski masih terasa nyeri. Setidaknya kaki saya sudah lebih terlindung. Saya berjalan tanpa henti hingga tiba di Teleuna 2 pukul 16.50. Di Teleuna 2 saya berhenti tidak lebih dari 3 menit. Saya bersemangat terus turun, dari sini menurut perkiraan saya, Teleuna 1 tidak lebih dari 20 menit. Dan perkiraan saya benar, walau harus terjatuh beberapa kali, saya berhasil tiba di Teleuna 1 pukul 17.10.

Jika sebelumnya saya bisa memperkirakan dengan tepat jarak antar puncak bukit dan antar shelter, maka untuk jarak dari Teleuna 1 ke dataran Aiulanusalai justru saya buta sama sekali. Saya lupa mencatatnya saat perjalanan mendaki. Saya berjalan masih dengan ritme yang sama, pelan namun konstan tanpa berhenti. 

Lelah yang sudah hampir melewati batas membuat tak terhitung berapa kali sudah saya terantuk, terpeleset dan terjatuh dalam perjalanan menuju Aiulanusalai.
Suasana menjelang maghrib membuat saya sedikit merasa spooky, di beberapa titik sempat juga saya tiba-tiba merinding, belum lagi bau harum bunga terkadang melintas. Saya jadi teringat obrolan dengan Alif waktu kami sedang istirahat di hari kedua, selepas Aimoto. 

Menurut keterangan Alif dan Pak Bertus, Aiulanusalai itu adalah nama orang, orang yang meninggal dilokasi tersebut, dan jadilah namanya diabadikan sebagai nama lokasi. Ah, kenapa saya jadi berpikir yang ngga-ngga, biar sajalah, toh dimana pun kita manusia memang hidup berdampingan dengan yang tidak terlihat. Masing-masing saja lah. Terkadang dalam kondisi kelewat lelah, bisa membuat apa yang sedang ada dalam imajinasi kita seperti menjadi nyata. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.

Meski berusaha menghibur diri dalam sepi dan jalur yang semakin gelap, saya tak henti-hentinya menggerutu saat lagi-lagi saya terjatuh dan tersangkut akar-akar. Tanpa saya sadari saya sudah berada di dataran Aiulanusalai pukul 17.35. Saya semakin bersemangat, karena saya tahu Aimoto sudah dekat. Tidak lebih dari 20 menit lagi saya pasti tiba di Aimoto. Hanya tinggal turun vertikal sekira 100 meter lagi. Alhamdulillah, tepat pukul 18.00 saya berhasil mencapai Shelter Aimoto, lokasi camp kami untuk hari ke empat.

Setiba disana, saya segera turun ke sungai untuk mandi dan mencuci gear-gear yang kotor. Di malam itu, pada akhirnya hanya saya, Ading, Herni dan ketiga porter kami yang camp di Aimoto. Sisa anggota tim kami terpaksa bermalam di Shelter Highcamp karena kelelahan dan hari yang sudah gelap saat mereka tiba disana. Kami mengetahui hal itu saat mereka tiba di Aimoto keesokan harinya sekira pukul 10 pagi. Lega sudah saat seluruh anggota tim sudah lengkap berkumpul. Dan di hari kelima ini, sesuai jadwal, selepas dzuhur kami melanjutkan perjalanan menuju desa Piliana.

Alhamdulillah pukul 18.00 seluruh anggota tim telah tiba di Piliana. Me-re-packing seluruh barang bawaan dan bersama-sama menuju Tehoru dengan mobil yang sudah datang menjemput.

Mobil kami terperosok ke sungai dalam perjalanan pulang

------------------ The End ---------------------

RINGKASAN PERJALANAN :

D1
1. Jakarta - Ambon dg Flight pagi : 4 jam
2. Airport Ambon - Port Tulehu 50 menit
3. Port Tulehu - Port Amahai 3 jam
4. Port Amahai - Balai Taman Nasional Manusela (BTMN) 20 menit
5. BTMN - Piliana 4 jam

D2
1. Piliana - Air Tempayang :  1 - 1,5 jam
2. Air Tempayang - Sungai Yahe : 45-60 menit
3. Sungai Yahe - Sungai Yamitala : 20 menit
4. Sungai Yamitala - Pos I : 5 menit
5. Pos I - Lukuamano : 1 jam
6. Lukuamano - Shelter Aimoto : 1-1,5 jam

D3
1. Shelter Aimoto - Aiulanusalai : 30 menit
2. Aiulanusalai - Teleuna 1 : 1 jam
3. Teleuna 1 - Teleuna 2 : 30 menit
4. Teleuna 2 - Shelter Highcamp 1-1,5jam

D4
1. Shelter Highcamp (1896 mdpl) - Puncak Manukupa (2300 mdpl) : 1 jam
2. Puncak Manukupa (2300 mdpl) -  Shelter Isilali (2075 mdpl) : 30 menit
3. Shelter Isilali (2075 mdpl) - Puncak Bintang (2660 mdpl) : 2,5 jam
4. Puncak Bintang (2660 mdpl) - Nasapeha (2500 mdpl) : 30 menit

D5
1. Nasapeha - Binaiya 1 : 1 jam
2. Binaiya 1 - Binaiya 2 : 1 jam.

D6
1. Binaiya 2 (3027 mdpl)- Nasapeha (2500 mdpl) : 1 jam
2. Nasapeha (2500 mdpl) - Aimoto (1186 mdpl) : 5-6 jam

D7
1. Aimoto (1186 mdpl) - Piliana (415 mdpl) : 3-4 jam
2. Piliana - Tehoru : 2 jam

D8
1. Tehoru - Port Amahai : 2 jam
2. Port Amahai - Port Tulehu : 2,5 jam
3. Port Tulehu - Pantai Letang : 1 jam

D9
1. Pantai Letang - Airport Ambon : 1 jam
2. Airport Ambon - Jakarta : 3,5 jam

Tips n Lain2
1. Jadwal kapal cepat ada 2x sehari yaitu jam 9.00 dan jam 14.00 kecuali hari minggu hanya 1 x
2. Siapkan materai 6000 3 pcs
3. Gunakan sepatu yang benar-benar kuat dan bagus, begitupun dg sendalnya.
4. Bawalah water purifier / penyaring air
5. Simpanlah sebagian logistik di Aimoto dan Highcamp
6. Persiapan packing basah karena hujan sering turun
7. Minumlah pil kina 7 hari sebelum menuju Ambon.
8. Kirimkan surat permohonan ijin mendaki paling tidak 1 bulan sebelumnya
9. Bawalah P3K yang memadai terutama untuk luka gores / terbuka mengingat batuan karang yang tajam.
10. Hindari memulai pendakian di hari minggu agar tidak tertunda jam keberangkatan karena ibadah umat kristen di Piliana.
11. Bawalah banyak cemilan untuk makan siang di pendakian karena kontur dan panjangnya jalur Binaiya kurang ideal untuk beristirahat lama disiang hari.
12. Tidak disarankan mendaki tanpa guide mengingat banyaknya percabangan dan beratnya medan pendakian.

Bagi Rekan2 Yang Berminat Mendaki ke Binaiya dan Membutuhkan Info Lebih Detail Untuk Guide dan Lain2 Silakan Hubungi Saya Via :
a. WA / SMS : 0811-118-1225
b. BBM : D0ACE655
c. E-mail : cliff.klie@gmail.com