Senin, 27 Februari 2017

JAGALAH LISANMU

by : me
.
Tahukah kamu apa alasan Nabi Ibrahim ga bisa ngasih syafaat untuk umat manusia khususnya umat di jamannya saat di Padang Mahsyar nanti??
Ternyata alasannya "sepele" lho..."hanya" karena semasa hidupnya di dunia beliau pernah berbohong sebanyak 3 kali. Iya, benar, hanya karena pernah berbohong 3 kali.
.
Di Pengadilan Allah, sekelas Nabi Ibrahim tidak bisa ngasih syafaat. Luar biasa "syarat" yang harus dipenuhi agar bisa memberi syafaat untuk umat sampai-sampai 3 kali berbohong semasa hidup dan semua untuk kebaikan menjadi "penghalangnya." Padahal beliau di jamin Surga sama Allah.
.
Dan tahukah kamu bahwa di jaman Nabi Besar Muhammad saw, sistem peradilan sudah tertata dan teratur bahkan hingga persoalan apa saja yang boleh di masukan meja pengadilan dan siapa saja yang bisa di jadikan saksi??

Alkisah, ada seorang ayah yang berkunjung ke rumah putranya. Saat sang ayah tiba, rupanya putranya sedang tidak ada di rumah, hanya ada menantunya yang menyambutnya. Setelah berbincang seperlunya, menantunya pamit meninggalkan sebentar. Sang ayah rupanya lapar, dan sebenarnya maksud tujuan beliau datang adalah hendak meminta beras.
Tanpa menunggu menantunya kembali, ia mengambil beberapa genggam beras lalu beranjak pulang.
.
Ternyata, tanpa sepengetahuannya, menantunya itu melihat saat ia mengambil beras tersebut. Lalu ketika sang suami pulang, ia mengadukan apa yang ia lihat dan menuntut suaminya agar memperkarakan ayahnya yang sudah mengambil beras tanpa ijin. Karena di desak sedemikian rupa, sang suami pun mengabulkan keinginan istrinya untuk memperkarakan ayahnya ke pengadilan dengan tuduhan "nyolong beras".
.
Setelah mendengar pembelaan sang ayah atas tuntutan anaknya, Hakim pengadilan merasa ragu untuk mengadili kasus ini, jadi ia pergi menghadap Rasulullah untuk minta petunjuk dan solusi. Setelah mendengar penjelasan Hakim dan ayah si anak itu, Nabi pun memanggil si anak, Nabi berkata dengan nada keras "Tahukah kamu bahwa apa yg ada di dirimu dan milikmu adalah milik ayahmu??!!".
.
Demi mendengar perkataan Nabi, sang Hakim tak berpikir panjang langsung memutus bebas sang ayah dari segala tuntutan. Sang anak pun bersujud memohon maaf pada sang ayah dan Nabi atas apa yg sudah ia perbuat.
.
Dalam kasus di atas, benar bahwa ada saksi (menantunya), ada barang yang diambil, tp peradilan di mata Rasul benar-benar melihat urgensi dan musababnya. Hubungan ayah dengan anak menjadi pertimbangan, selain alasan yang menyebabkan sang ayah terpaksa mengambil beras. Sungguh jauh berbeda dengan jaman sekarang dimana begitu mudah memperkarakan sesuatu hal tanpa melihat secara jernih duduk persoalannya. Yang penting orang yang di "target" segera di hukum, syukur-syukur hukuman berat. Kalo perlu bersaksi palsu sekalian biar cepat kelar perkara.
.
Di jaman Rasul, pengadilan benar-benar adil karena saksi-saksi yang dihadirkan benar-benar berkualitas. Seperti apakah saksi yang berkualitas?? Apakah ia harus berpendidikan tinggi dan berpengaruh? Apakah harus lulusan sekolah tertentu??
.
Ya, memang hal-hal diatas adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi saksi di jaman Rasul, lalu apa bedanya dengan saksi jaman sekarang?? Satu hal yang menjadi pembeda dengan saksi jaman sekarang adalah saksi pada jaman Rasul sudah teruji dan di telusuri track record nya, bahwa ia tidak pernah berbohong, bayangkan!! Begitu detailnya. Tidak cukup hanya dg sumpah demi Allah saja syaratnya. Hanya Seseorang yang jujur lah yang layak dan pantas dijadikan saksi dalam pengadilan.
Tata cara memilih saksi yang seperti itu dipertahankan hingga ke jaman Khalifah Umar bin Khattab demi mendapatkan sistem peradilan yg terjaga kredibilitasnya.
.
Bagaimana dengan jaman sekarang??
.
Mungkin kita semua juga tau, proses pemilihan saksi hanya didasarkan pada bidang keilmuannya saja tanpa melihat kejujuran dalam kesehariannya. Jadi tidak heran supremasi hukum dinegara ini tidak bisa diharapkan. Sudah mah petingginya hobi main "power", sistem peradilannya pun tebang pilih.
.
Abu Hurairah, konon, saat ia mengumpulkan riwayat hadits-hadits, tidak pernah begitu saja menelan informasi tentang sabda Rasulullah. Sedikitnya, meski harus melintas negara lain, beliau akan menelusuri dan mencari hingga bertemu langsung dengan sumber yang bisa mengatakan "Ya, saya mendengar sendiri Rasul bersabda seperti itu", barulah beliau akan mencatatnya dalam kumpulan hadits-hadits nya. Bayangkan akhlak luhur beliau yang menjunjung tinggi tentang kesaksian yang murni dan jujur.
.
Tidak cukup hanya itu, pernah suatu ketika Abu Hurairah sedang mengkonfirmasi tentang suatu riwayat ke narasumber, dilihatnya si narasumber memegang daging di tangan kanannya lalu memanggil-manggil kucing yang jadi peliharaannya, si kucing mendekat lalu ditangkapnya...TAPI rupanya kucing tersebut tidak diberi daging yang tadi digunakan untuk memancingnya mendekat. Demi melihat itu, Abu Hurairah pun tidak jadi mencatat keterangan dari si narasumber itu. Karena beliau melihat ia membohongi kucing!
.
Lebay kah??!!...bisa jadi jika kita melihat dari kacamata jaman sekarang. Timbang bo'ongin kucing aja jadi masalah. Tapi, lihatlah dari sisi keluhuran akhlak muslim sejati, bahwa menjaga kejujuran itu tidak memandang terhadap siapa dan dalam kondisi apa.
Terhadap hewan sekalipun.
.
Begitu berhati-hatinya Nabi, para Khalifah dan sahabat-sahabat di jaman Rasul beserta keluarganya dalam menjaga kejujuran secara total.
Sebab, memang Allah telah berfirman akan mengadzab orang yang bersaksi palsu. Begitu berbahayanya akibat yang bisa ditimbulkan oleh seorang yang bersaksi palsu, sampai-sampai ancaman Allah adalah akan mengumpulkan orang-orang itu lebih dahulu dibanding para penyembah berhala di hari akhir nanti. Mereka dikumpulkan lebih dahulu dan dimasukkan ke neraka kelas VVIP....naudzubillaahi...
.
So, hati-hati lah dalam berbicara dan bersaksi, jangan katakan apa yang tidak kita ketahui kebenarannya karena kelak jangankan ucapan,.... soal mata, telinga dan seluruh hal yang ada dalam diri kita akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah swt.
.
Semoga Bermanfaat untuk kita semua, terutama untuk saya.