Selasa, 16 September 2014

Hypothermia itu apa sih???




Kegiatan Alam bebas seperti hiking atau mendaki gunung semakin hari semakin di minati oleh masyarakat khususnya kaum muda. Nyaris tidak ada lagi gunung yang sepi atau istilahnya “bulan ideal” untuk mendaki sebab di musim cuaca kurang baik sekalipun gunung selalu ramai oleh para penikmatnya. 

Banyaknya peminat kegiatan alam bebas ini tidak di dukung oleh pengetahuan yang mumpuni dan cukup dari masing-masing penggiatnya tentang resiko dan cara penanganan jika terjadi kondisi darurat seperti cuaca buruk, sakit atau bahkan kecelakaan. Umumnya para nubie ini hanya mendaki dengan cara instant. Pakaian yang saltum (salah kostum), alas kaki yang bukan peruntukannya, jaket dan penghangat yang seadaanya hingga perbekalan yang didominasi 3-4 bungkus mie instant. Menyedihkan memang, tapi itulah realitas yang terjadi di dunia hiking dewasa ini. Akibat minimnya pengetahuan tentang alam bebas ini tentunya berbanding lurus dengan makin tingginya angka kecelakaan. (saya pernah membahas tentang fenomena maraknya kecelakaan alam bebas pada tulisan saya sebelumnya). 

Pada kesempatan ini saya ingin khusus mengupas tentang Hypothermia, mulai dari penyebab hingga cara penanganannya.

            A..   Apa sih Hypothermia itu???

Hypothermia itu artinya kurang lebih adalah suatu keadaan dimana metabolisme tubuh untuk pengaturan suhu, kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin (tidak seimbang antara tekanan dalam tubuh dengan udara luar sehingga suhu tubuh turun). 

Definisi lain Hypothermia yang lebih singkat yaitu suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 °C, Pada suhu ini, mekanisme kompensasi fisiologis tubuh gagal untuk menjaga panas tubuh. Toleransi tubuh manusia dalam menghadapi dan mengatur fluktuasi suhu, berkisar antara 36,5-37,5 °C. Di luar kisaran tersebut, respon tubuh untuk mengatur suhu adalah aktif menyeimbangkan produksi panas dan kehilangan panas dalam tubuh. 

Nah, produksi panas tubuh dalam menghadapi udara dingin hanya bisa stabil terjadi jika tubuh tercukupi asupan makanannya, mengingat makanan adalah sumber pembakaran untuk energi  termasuk panas tubuh.


      B.     Gimana sih Gejala Hypothermia itu???

Gejala Hypothermia ringan, suhu tubuh 34°C-36°C, antara lain : penderita berbicara melantur (sering di anggap kerasukan oleh orang-orang yang tidak mengerti gejala), kulit menjadi sedikit berwarna abu-abu (pucat), detak jantung melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot / menggigil hebat sebagai usaha tubuh untuk menghasilkan panas. Jika suhu tubuh terus menurun penderita akan mengalami amnesia dan susah bicara serta kecepatan tarikan napasnya meningkat.

Gejala Hypothermia medium, suhu tubuh 30°C – 34°C , antara lain : detak jantung dan desah nafasnya melemah hingga mencapai 4-5 kali tarikan nafas per menit. Lemahnya tarikan nafas berakibat rendahnya asupan oksigen untuk oksidasi tubuh yang berimbas pada lemahnya gerak reflex (Hyporeflex). Pada tahap medium ini penderita juga sudah tidak lagi memiliki respon terhadap rangsangan kecuali rangsangan dasar seperti rasa nyeri.

Gejala Hypothermia parah, suhu tubuh di bawah 30°C, yaitu:  tidak sadarkan diri (pingsan / koma), badan menjadi sangat kaku terutama ujung-ujung jari, pupil membesar, dan pernapasan sangat-sangat lambat hingga tidak terlihat apakah penderita bernapas atau tidak. Gejala lainnya yaitu tidak ada gerak reflex, terkadang tiada napas, dan yang terparah di tandai dengan terjadinya Paradoxal Sense Of Warm, yaitu penderita merasakan halusinasi panas yang luar biasa sehingga merasa gerah sedangkan suhu tubuhnya terus menurun. Puncaknya penderita akan melepaskan pakaiannya karena halusinasi kepanasan tersebut. Halusinasi ini terjadi karena kesadarannya terganggu sebagai akibat rendahnya oksigen yang masuk ke otak. Pada akhirnya suhu tubuh penderita terus turun drastis, mengantuk, tertidur dan mati.

Kematian pendaki dalam keadaan nyaris telanjang dalam sebuah pendakian merupakan ciri khas kematian yang diakibatkan oleh Hypothermia.


      C.     Terus gimana cara Penanganan Hypothermia???

Hypothermia ringan, penderita dibantu menghangatkan dirinya dengan panas tubuhnya sendiri yaitu dengan dilepaskan semua pakaian yang basah dan diganti dengan pakaian kering --- ini salah satu alasan saya selalu berganti pakaian jika hendak beristirahat dalam tenda, untuk menghindari pembalikkan suhu rendah terhadap tubuh selain untuk kenyamanan istirahat---, kemudian dibungkus dengan selimut thermal darurat (Emergency Thermal Blanket / ETB---bahan alumunium jika ada) dan dimasukkan ke dalam Sleeping Bag. Cara ini di sebut Penghangatan Pasif (Passive Rewarming).

Hypothermia medium, jika nampak gejalanya segera hangatkan korban dengan api unggun, ETB atau dengan air hangat yang di masukkan ke dalam botol atau hydration bag yang ditempelkan ke tubuh korban. Panas tubuh orang lain juga bisa digunakan dengan cara dibungkus bersama dalam ETB dan dimasukkan dalam Sleeping Bag, atau dengan cara orang lain yang normal dan sehat masuk ke dalam Sleeping Bag, namun sebelumnya membuka pakaiannya terlebih dahulu (jika perlu hanya menyisakan pakaian dalam), biarkan orang normal dan sehat tersebut di dalam sleeping bag selama 15-30 menit agar panas tubuhnya ter-transfer ke dalam Sleeping Bag, lalu keluar dan ganti penderita dimasukkan ke dalamnya. Sementara menunggu proses di atas bisa dilakukan penanganan dengan cara menempelkan kaki penderita ke bagian tubuh orang yang normal seperti bagian perutnya agar panas tubuhnya bisa ter-transfer. Cara ini disebut Penghangatan Aktif (Active Rewarming). 

Hypothermia parah, sebisa mungkin hangatkan tubuh korban dan segera mungkin mendapatkan penanganan medis. Jika terjadi henti jantung segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (Cardio Pulmonary Resusitation / CPR) sesuai standar. (Mengenai CPR akan saya bahas pada tulisan terpisah).

Mungkin masih banyak cara dan identifikasi lain tentang Hypothermia, saya hanya berusaha berbagi apa yang saya ketahui dan sudah beberapa kali saya praktekkan. Sebenarnya cara terbaik dari mengatasi segala macam penyakit adalah dengan mencegahnya, karena mencegah tetap lebih baik dari mengobati. Cara-cara simple untuk mencegah Hypothermia adalah dengan menjaga perut kita tetap terisi makanan sehingga tubuh secara stabil dan kontinyu terus memproduksi panas tubuh untuk keseimbangan terhadap tekanan udara dingin. Pastikan kita selalu menyediakan cemilan-cemilan yang cepat diolah tubuh untuk menjadi panas seperti coklat, kurma atau makanan kecil lainnya yang rendah garam. Cara berikutnya dengan selalu berganti pakaian saat hendak beristirahat, jangan pernah memakai pakaian basah bekas berjalan untuk beristirahat untuk menghindari pembalikan suhu rendah terhadap tubuh. Cara berikutnya dengan saling mengawasi kondisi pendaki satu sama lain. 


***** Semoga Bermanfaat *****

Selasa, 09 September 2014

Damai Kami di Mandalawangi ---- Pangrango 3019 mdpl

Gunung Pangrango 3019 mdpl

Senja berangin di hari itu...menumbangkan ke-akuan semua
Dalam gigil beku kucoba menatap bening mata yg ingin berbicara
Banyak kata keluar berlari bersama lelah
Disini kita bukan siapa-siapa...tak peduli fisik dan isi ranselmu
        Setiap jiwa berhak menjejaknya...berkoar tentangnya
        Tentang berapa dan bagaimana cara menaklukkannya
....Ingat kawan, kita hanyalah tamu disini
Manusia boleh berbangga dengan segala bentuk alat mendaki
Tapi ingat, kita hanya tamu disini....
Tetaplah membumi....
          Camkan ini, gunung tetaplah gunung...keras dan beku
          Selalu ada rintangan untuk menggapai mercu
          Sebab itulah ia terus menjadi candu...membayang seperti hantu
Setiap gunung punya cerita...dan semoga cerita itu adalah cinta
Tidak melulu antara dua hati...lebih semoga antara seluruh jiwa
Karena dengan alasan itulah disini kita semua bersaudara

---K2---
Mandalawangi Pangrango, 5-7 September 2014


 Akhirnya, setelah lima jam yg cukup melelahkan, tepat pukul 13.00 tim sweeper yg terdiri dari saya (Kukuh), Fenk, Sonny dan Yasin tiba juga di Pos Kandang Badak. Suasana di Kandang Badak siang itu luar biasa ramai, bahkan cenderung penuh sesak oleh puluhan tenda dan aktivitas pendaki yg hilir mudik. Teman-teman yg lain, yg sudah lebih dulu tiba nampak sedang menikmati istirahat di bawah pepohonan disebelah timur pos. Pos yg terletak diketinggian 2400 mdpl ini memang kami sepakati sebagai meeting point sebelum melanjutkan perjalanan menuju Puncak Pangrango yg menjadi tujuan akhir kami. Di pos ini kami mengisi air untuk tambahan perbekalan. Pos Kandang Badak merupakan lokasi ideal dan pilihan utama para pendaki untuk sekedar beristirahat ataupun mendirikan camp sebelum melakukan summit attack. Pos ini memiliki sumber air yg cukup berlimpah disebelah Barat laut, persis disebelah bangunan yg menjadi shelter. Bangunan yg menjadi shelter di Kandang Badak adalah sebuah bangunan permanen terbuat dari tembok dan batu berukuran 4x5 meter. Seluruh pos yg ada di kawasan Taman Nasional ini memang terbuat dari bangunan permanen berbahan tembok dan batu, namun sayang kepedulian yg rendah dari para pendaki dalam membantu merawat membuat bangunan-bangunan pos yg ada terbengkalai dan rusak.
Dari Pos Kandang Badak, untuk mencapai Puncak Gede 2958 mdpl tinggal membutuhkan waktu 2,5 - 3 jam lagi, sedangkan untuk mencapail Puncak Pangrango 3019 mdpl, diperlukan waktu 4-5 jam lagi dengan berjalan santai. 15 menit setelah tim sweeper tiba, dengan pertimbangan efisiensi waktu, tim advance yg di pimpin Husna melanjutkan pendakian menuju Puncak Pangrango dan mendirikan camp di Lembah Mandalawangi. Sementara anggota tim yg lain masih melanjutkan istirahat tanpa tahu bahwa sore nanti akan di hadang beberapa kendala yg menyebabkan tidak semua anggota berhasil mencapai Puncak Pangrango.

Pendakian bersama ke Gunung Pangrango merupakan acara perdana kami sebagai sebuah komunitas. Dengan berbagai macam latar belakang, kami tergabung dalam satu wadah yg sama yaitu Komunitas Pendaki Kantoran (KPK) Korwil Bogor. Komunitas ini merupakan sarana apresiasi dan berkumpul bagi para penikmat, penggiat dan pecinta alam yg sudah "terikat dan terbatas' oleh kegiatan rutin dan pekerjaan tanpa mengenal usia. Pendakian ini memang bukan pendakian pertama bagi mayoritas masing-masing dari kami, tetapi ini merupakan pendakian bersama kami yg pertama sebagai sebuah komunitas. Di koordinir oleh Husna sebagai ketua korwil dan para sesepuh seperti Yasin dan Iwan, disepakati tanggal 5-7 September 2014 kami akan melaksanakan kegiatan pendakian bersama ini. 

Tanggal 5 September, pukul 19.00-21.30 kami berkumpul di Sentul, titik awal pemberangkatan. Dengan menggunakan truk tentara kami muat seluruh carrier dan barang-barang lainnya, dan tepat pukul 22.00 kami meluncur menuju Cibodas. Kami memilih berangkat Jumat malam dengan pertimbangan agar tubuh kami mempunyai waktu untuk ber-adaptasi dan ber-aklimatisasi dengan kondisi alam dan udara disana. Total, tim kami berjumlah 43 orang, sebuah jumlah yg sangat banyak untuk ukuran tim pendaki sebab ini bukanlah open trip ataupun pendakian komersil. Karena banyaknya anggota tim, maka dibentuk lagi kelompok-kelompok kecil yg terdiri dari 4-5 orang. Tujuannya adalah untuk mempermudah kontrol dan manajemen segala keperluan pendakian seperti distribusi peralatan dan logistik perbekalan. Untuk acara ini kami masing-masing berkontribusi sebesar seratus dua puluh ribu rupiah. Menjelang tengah malam kami tiba di Cibodas 1400 mdpl, tepatnya di warung Pak Asep. Segera kami turunkan barang-barang dan masuk ke dalam warung yg sekaligus menjadi basecamp untuk kami malam itu. Hampir semua warung-warung yg ada di area Cibodas dilengkapi dengan ruangan-ruangan untuk tidur dan beristirahat sehingga bisa merangkap sebagai basecamp bagi para pendaki. TNGGP merupakan magnet ramainya pengunjung, secara signifikan hal tersebut meningkatkan penghidupan bagi masyarakat sekitar. Sebuah simbiosis yg tentunya bersifat saling menguntungkan. Malam itu, suasana di area Cibodas ramai oleh para calon pendaki yg nampaknya sama seperti kami, sengaja datang malam, beristirahat sebentar lalu mulai mendaki esok pagi. Dinginnya udara membuat sebagian dari kami memutuskan untuk segera tidur dan beristirahat. Sedangkan sebagian yg lain menikmati malam dengan ngobrol di temani beberapa gelas kopi. 

Menikmati pagi yg dingin sebelum memulai pendakian (6/9/2014)


Tim KPK Korwil Bogor di Basecamp Cibodas (6/9/2014)


Gunung Pangrango 3019 mdpl, merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), sebuah Taman Nasional yg memiliki luas lebih dari 22.000 hektar yg secara administratif wilayahnya mencakup tiga Kabupaten yaitu Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Gunung ini bisa diakses melalui tiga jalur pendakian, yaitu Cibodas, Gunung Putri dan Selabintana. Biasanya jika pendaki hanya akan menuju Puncak Pangrango maka akan memilih jalur Cibodas sebagai titik awal pendakian, sebab jika melalui jalur Gunung Putri atau Selabintana maka pendaki harus melalui Puncak Gede terlebih dahulu lalu turun ke Kandang Badak kemudian lanjut ke Puncak Pangrango. TNGGP termasuk dalam lima Taman Nasional pertama yg ditetapkan oleh pemerintah---tercatat sejak tahun 1980 berstatus sebagai taman nasional. Hutan yg ada di kawasan TNGGP merupakan tipe hutan hujan tropis seperti umumnya hutan-hutan yg terletak di wilayah barat Indonesia. Meskipun tidak selebat hutan di Taman Nasional Halimun Salak, hutan di TNGGP memiliki keaneka ragaman hayati yg luar biasa, beragam jenis flora dan fauna yg sangat menarik perhatian membuat area konservasi ini tidak pernah sepi dari riset dan penelitian para ilmuwan dan akademisi. Jenis-jenis Flora seperti anggrek, pisang-pisangan, pohon raksasa Rasamala, rotan hingga kantung semar berbaur dengan riuh suara puluhan spesies burung, kera, Owa Jawa, macan tutul hingga anjing hutan. Lebat nya hutan hujan tropis membuat sumber air begitu berlimpah di taman nasional ini, sehingga para pendaki yg datang tidak perlu khawatir akan kesulitan mendapatkan air walaupun di musim kemarau.

Sabtu, 6 September 2014, pukul 5.30 seluruh anggota tim sudah bangun dan bersiap untuk melakukan pendakian. Berdasarkan rundown yg telah ditetapkan kami akan mulai mendaki tepat pukul 6.30 pagi. Sambil menunggu waktu, kami bergantian sarapan, menu kami pagi ini adalah nasi goreng. Tak lupa kami pun menyiapkan nasi bungkus untuk bekal makan siang nanti agar praktis. Udara pagi ini cukup dingin, namun tak mengurangi semangat kami untuk menyambut matahari terbit, tak sabar rasanya untuk segera memulai perjalanan bersama sahabat-sahabat. Lima belas menit sebelum memulai perjalanan, dengan dipimpin Husna, kami melakukan senam, pemanasan agar otot-otot tubuh kami tidak "kaget" saat di bawa mendaki. 
Secara pribadi ini merupakan pendakian saya yg kedua ke Gunung tertinggi kedua di Jawa Barat ini---tertinggi pertama di Jawa Barat adalah Ciremai 3078 mdpl---, setelah yg pertama 14 tahun lalu. Ya, saya memang sudah sangat sering mendaki kesini, tapi yg menjadi tujuan saya selama ini hanya Puncak Gede saja. Bukan apa-apa, Puncak Pangrango memang tidak sepopuler Puncak Gede bagi para pengunjung. Ada beberapa hal yg membuatnya seperti itu, antara lain karena Puncak Pangrango masih terlalu rimbun vegetasi sehingga kurang maksimal untuk pendaki yg ingin hunting sunrise, selain kondisi jalurnya yg "sedikit" lebih sulit dan curam jika dibandingkan dengan jalur menuju Puncak Gede. 
TNGGP ini merupakan salah satu gunung di Indonesia yg paling ramai dikunjungi para pendaki, lebih dari 75.000 orang pendaki datang setiap tahunnya---asumsi 500 orang pendaki per hari---, jumlah tersebut belum termasuk yg hanya datang untuk berkemah di camping ground atau menikmati alam di air terjun Cibeureum. Akses nya yg dekat dengan Jakarta dan kota-kota besar disekitarnya seperti Bandung, Sukabumi dan Bogor membuat Taman Nasional ini menjadi pilihan alternatif untuk berlibur yg murah. Besarnya animo masyarakat yg datang berkunjung tak pelak mendatangkan ancaman yg tidak bisa dihindari, yaitu kerusakan alam di dalam kawasan konservasi. Hal ini jelas saya lihat, sangat jauh berbeda kondisi alam Cibodas yg sekarang dengan 14 tahun yg lalu. Berbagai cara dilakukan untuk mengurangi cepatnya laju degradasi alam yg mengancam flora dan fauna yg habitat endemiknya berada di kawasan ini. Pihak pengelola TNGGP secara rutin menutup taman nasional ini dari segala aktivitas pendakian setiap awal Januari hingga akhir Maret dan selama bulan Agustus, diharapkan dengan ditutupnya kawasan konservasi selama periode tersebut akan dapat me-recovery kondisi alamnya. Selain penutupan berkala, pihak TNGGP juga memberlakukan sistem quota pendaki yg hanya memperbolehkan 500-700 pendaki perhari. Untuk mendapatkan Simaksi (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi) para calon pendaki diharuskan melakukan registrasi minimal 3 hari sebelumnya dengan mendaftar secara online di situs resmi TNGGP atau datang langsung ke Kantor Layanan Simaksi di Cibodas. Selain menyerahkan fotokopi identitas diri, para calon pendaki juga harus membayar uang registrasi sebesar Rp.22.500 untuk umum lokal, Rp.14.000 untuk pelajar lokal, Rp.232.500 untuk wisatawan asing dan Rp.155.000 untuk pelajar asing. Tarif tersebut berlaku untuk pendakian 2 hari 1 malam.


Tim Advance KPK Korwil Bogor (6/9/2014)

Jalur Awal Pendakian selepas basecamp (6/9/2014)
Tepat pukul 6.30 kami memulai pendakian setelah berdoa bersama sebelumnya. Tim kami terbagi atas tiga kelompok besar, tim advance yg di pimpin Husna, tim tengah yg di pimpin Iyan dan tim sweeper yg dipimpin Yasin sebagai ketua panitia. Seperti biasa saya tergabung di tim sweeper. Rute awal kami berjalan menyusuri jalanan aspal yg di apit oleh warung-warung penjaja souvenir khas Cibodas, lima menit kemudian kami tiba di depan sebuah gerbang yg menjadi pintu masuk ke dalam area Kebun Raya Cibodas. Kami berjalan ke arah kanan menyusuri pinggiran pagar Kebun Raya lalu mengambil jalan kecil di sebelah kiri. Air mancur di dalam area Kebun Raya menambah sejuk udara pagi itu. Lima belas menit kemudian kami tiba di gerbang selamat datang TNGGP, tanpa menunggu komando serentak kami bergantian berfoto-foto. Jalanan setelah gerbang selamat datang adalah tangga batu, kami tapaki satu demi satu hingga kami tiba di Pos Pemeriksaan Cibodas. Sebuah area yg cukup luas, tempat di cek nya kelengkapan peralatan pendakian dan Simaksi. Di pos ini kami bertemu dengan Agus, petugas TNGGP yg akan mendampingi kami dalam pendakian. Dari pos pemeriksaan ini tujuan pertama kami adalah Pos Panyangcangan. Jalur awal pendakian adalah lintasan yg terbuat dari susunan batu berundak-undak dengan rimbun pepohonan di sebelah kiri dan kanannya. Sejuk sekali suasananya. Saya, Fenk, Yasin, Assew, Eca, Nuzul, Gugum, Sonny dan Wahyu berjalan berdekatan, masih mencari ritme jalan yg nyaman. Pukul 7.10 kami tiba di anjungan pengamatan burung yg terletak di sebelah kiri jalur pendakian. 50 menit selepas anjungan pengamatan burung kami tiba di Pos Telaga Biru 1500 mdpl. Telaga terletak di sebelah kiri jalur pendakian, warna telaga berubah-ubah tergantung kondisi cuaca (matahari). Telaga bisa berwarna biru karena adanya reaksi plankton-plankton yg ada didalam air dengan cahaya matahari. Terdapat pula sungai yg airnya sangat jernih disebelah kiri yg bisa diminum. Kami sempat beristirahat sejenak sambil menikmati keindahan telaga. Tidak jauh setelah kami melewati Telaga Biru, kami menemui jembatan terbuat dari semen yg memanjang sejauh hampir 1,5 km. Jembatan ini dibangun untuk memudahkan pengunjung, karena sebelum adanya jembatan, pengunjung harus berjalan diantara sela-sela batu yg tergenang air. Rute ini dikenal nama dengan nama Rawa Gayonggong atau Gayang Agung, 1600 mdpl. Jembatan panjang ini memiliki lebar hampir 3 meter dan tinggi 1,5-2 meter. Dari jembatan ini Puncak Pangrango terlihat jelas jika cuaca cerah. 20 menit setelah Telaga Biru kami akhirnya tiba di titik kumpul pertama yaitu Pos Panyangcangan 1650 mdpl.  

Jembatan Rawa Gayonggong yg sejuk dan teduh (6/9/2014)

Pos Panyangcangan (6/9/2014)
Pos ini memiliki bangunan permanen disebelah kiri. Pos ini juga merupakan persimpangan untuk menuju Air Terjun Cibeureum dan Puncak Gede Pangrango. Untuk menuju air terjun, pengunjung harus berjalan turun sejauh 15 menit, sedangkan untuk ke puncak pengunjung mengambil jalur ke arah kiri yg menanjak. Tim melakukan break selama 20 menit sebelum melanjutkan pendakian. Pola yg kami buat adalah setelah tim sweeper tiba di titik kumpul yg telah disepakati maka tim advance melanjutkan perjalanan, jarak rata-rata kami dengan pola ini sekitar 20-40 menit.

Pukul 8.40 tim sweeper melanjutkan perjalanan. Jalur pendakian selepas Panyangcangan mulai menanjak dengan kontur tetap batu berundak-undak seperti tangga. Pos Panyangcangan ini ---konon---pada jaman dahulu adalah tempat mengikat kuda bagi orang-orang yg akan naik ke puncak Gede Pangrango. Berasal dari kata Cangcang (Sunda---yg artinya ikat). 30 menit berjalan kami tiba di shelter yg sudah rusak, sudah hilang atapnya. Ini adalah Pos Batu Kukus 1850 mdpl, saya masih ingat dahulu di pos ini dilengkapi kanopi dengan tiang tunggal berbentuk payung untuk pendaki berteduh dari hujan. Berjalan sedikit ke arah depan akan kita temui bangunan yg diperuntukkan sebagai toilet di sebelah kanan jalur pendakian. Namun sayang, kondisi bangunannya juga bernasib sama seperti pos-pos sebelumnya, rusak dan tidak terawat serta dipenuhi sampah. Kami hanya break selama lima menit di pos ini. Setelah pos ini, kami menemui shelter-shelter kecil (yg juga sudah rusak) setiap 20-30 menit. Sejuknya udara dan rapatnya vegetasi membuat kami terhindar dari dehidrasi berlebih walaupun berjalan di siang hari. Pukul 10.45 setelah melewati bonus trek kami tiba di Pos Pemandangan 2200 mdpl, sebuah pos yg cukup luas, bisa untuk membangun 10 tenda. Biasanya para pendaki akan beristirahat sejenak di pos ini, sebab rute selanjutnya adalah berjalan sedikit turun lalu menanjak menapaki bebatuan air terjun air panas. Siang itu kami tidak beristirahat di pos Pemandangan tapi terus berjalan karena di pos tersebut penuh dengan pendaki yg beristirahat. Air terjun air panas merupakan salah satu bagian rute tersulit dalam pendakian menuju puncak Gede Pangrango. Sebuah lintasan licin, dimana pendaki harus ekstra hati-hati dalam menapak bebatuan licin berlumut yg di aliri air panas disela-selanya. Disebelah kanan jalur adalah jurang terbuka yg hanya di batasi rentangan tali seadaanya dan di sebelah kiri adalah air terjun yg panasnya bisa mencapai 80 derajat Celcius. Saat cuaca kurang mendukung seperti habis hujan, jarak pandang kita akan sangat terbatas menjadi 2-4 meter saja dikarenakan uap panas bertemu dengan udara dingin hujan menyebabkan kabut yg sangat tebal. Jika terjadi kondisi demikian maka pendaki harus setengah merayap agar bisa melintasi jalur ini. Alhamdulillah siang itu cuaca sangat cerah sehingga tim kami tidak menemui kendala dan berhasil melintasi dengan aman. Pukul 11.00 setelah 15 menit melintasi air terjun air panas kami tiba di Pos Air Panas. Dan lagi-lagi pos tersebut penuh sesak dengan pendaki yg sedang beristirahat. Sudah menjadi resiko jika datang ke TNGGP saat weekend bisa dipastikan akan penuh sesak dengan pendaki. Niat kami beristirahat di Pos Air Panas pun di urungkan dan kembali melanjutkan perjalanan. 10 menit kemudian kami menemui sebuah bidang kosong yg agak luas di sebelah kiri jalur pendakian persis di tepi sungai air panas. Akhirnya kami putuskan untuk beristirahat di tempat tersebut sekaligus makan siang dengan bekal nasi bungkus yg kami bawa dari basecamp pagi tadi. Saya, Zafran, Adit, Nur, Herdi, Iwan, Wahyu, Iyan, Sonny, Saiful, Huda dan Taufiq kemudian asyik menikmati bekal masing-masing. Kurang lebih 1 jam kami beristirahat makan siang sebelum kembali melanjutkan pendakian. Menurut perkiraan kami, tim advance sudah tiba di Pos Kandang Badak. 

Pos Air Panas (6/9/2014)

Pukul 12.00 tepat, kami bergerak menuju Kandang Badak. Jalur pendakian berikutnya masih tergolong landai, setapak berbatu dan tetap sejuk walaupun matahari bersinar sangat terik. 15 menit kemudian kami tiba di Pos Kandang Batu 2250 mdpl. 
Pos Kandang Batu (6/9/2014)
Sungai yg biasanya mengalir di sela bebatuan yg memotong jalur pendakian kondisinya kering kerontang, entah karena pengaruh kemarau atau memang sudah tidak mengalir lagi. Kandang Batu ini merupakan lokasi camp alternatif jika Kandang Badak sangat padat. Sebuah bidang lapang yg di naungi pepohonan besar, cukup untuk membangun puluhan tenda. Sesuai namanya, terdapat banyak batu-batu besar disekeliling pos. Kami tidak beristirahat di pos ini karena kami mengejar waktu agar bisa tiba di Kandang Badak pukul 13.00. Sepuluh menit setelah Kandang Batu jalur pendakian berubah terjal, jalur menjadi terjal persis setelah melewati air terjun yg terletak di sebelah kanan jalur. Air terjun tersebut dapat diminum airnya. Banyak juga pendaki yg berfoto-foto di air terjun tersebut. 40 menit kami berjalan lambat menyusuri terjalnya jalur sebelum kemudian bertemu bonus trek selama 15 menit. Bonus trek tersebut merupakan tanda kami akan segera tiba di Kandang Badak. Benar saja, pukul 13.05 kami berhasil tiba di Pos Kandang Badak untuk bergabung dengan teman-teman yg lain. Triple Dani, Hari, M.Wahyu, Hendrik, Eko, Irvan, Sardi, Andre, Dana, Rahman, Soni Asih, Fahrul, Abu, Ryan, Ucok, Adot, Jaweng dan Afri nampak sudah cukup lama beristirahat dan menunggu kedatangan kami. Kandang Badak sangat padat oleh pendaki yg sekedar beristirahat ataupun mendirikan camp, bahkan saking penuhnya banyak pendaki beristirahat dan membuka camp di pinggiran jalur pendakian dan di bidang-bidang yg elevasinya tidak ideal.

Suasana Kandang Badak siang itu (6/9/2014)
Pos Kandang Badak (6/9/2014)

Persimpangan Puncak Gede dan Puncak Pangrango (6/9/2014)

Jalur awal menuju Puncak Pangrango selepas pertigaan Puncak Gede (6/9/2014)


Melangkahi pepohonan tumbang menjadi tugas berat dalam kondisi lelah (6/9/2014)
Setelah Husna dan tim advance pergi melanjutkan pendakian, kami yg baru tiba, beristirahat sambil menyeduh kopi dan ngemil. Cuaca masih tetap cerah saat kami melanjutkan perjalanan pukul 14.00. Tim sweeper menargetkan pukul 17.00-18.00 bisa mencapai Puncak Pangrango. 10 menit lepas Kandang Badak kami bertemu pertigaan, lurus dan ke kiri adalah jalur menuju Puncak Gede, kami mengambil arah ke kanan yg menuju Puncak Pangrango. Jalanan menurun menjadi awal jalur pendakian kami, jalur terus menyempit dan menanjak dengan di selingi pohon-pohon tumbang yg memaksa kami mengeluarkan tenaga ekstra untuk membungkuk atau melangkahi. Pendaki dengan carrier tinggi akan sangat kesulitan dan cepat kehilangan energi saat melewati jalur awal ini. Matahari sudah semakin condong ke barat menuju peraduannya, jam ditangan saya menunjukkan pukul 15.15 saat saya merebahkan badan di sebuah bidang miring, lelah sekali sebab saya baru tidur 30 menit sejak tanggal 5 kemarin. Beristirahat bersama saya, Gugum, Yasin, Taufiq, Iyan, Afri, Fenk, Soni Asih dan Iwan. Tak terasa saya tertidur selama 20 menit. Pukul 15.45 saya, Gugum dan Taufiq melanjutkan pendakian, sementara Yasin, Fenk dan Iyan memasak untuk memberi Afri asupan energi karena kondisinya drop---pada akhirnya Taufiq, Iwan, Soni Asih, Yasin, Fenk, Afri dan Iyan tidak mampu melanjutkan perjalanan karena kondisi fisik yg tidak mendukung, khusus Afri karena terindikasi gejala Hypothermia sehingga teman-teman yg masih berada di dekatnya memutuskan tidak memaksakan untuk terus mendaki dan terpaksa menghabiskan malam di bawah udara terbuka hanya dengan berlindung menggunakan selimut flysheet. Beruntung tim kami dilengkapi perbekalan yg mencukupi dan pengetahuan P3K yg memadai sehingga mampu mengatasi keadaan. 
Jalur semakin curam dan terjal sehingga kami semakin lambat dalam berjalan. Dengan nafas yg berat dan terengah-engah kami lewati satu demi satu tanjakan dan rintangan. Berusaha lebih cepat melangkah namun kenyataan kecepatan jalan kami tidak lebih cepat dari pikiran kami sendiri. Melewati jalur dengan tanjakan yg curam dan harus memilih-milih pegangan dan pijakan di antara akar-akar dalam kondisi gelap akan semakin menyulitkan karena saat malam hari kami harus berkompetisi dengan pepohonan dalam mendapatkan oksigen.

Saling bantu demi menggapai Puncak Pangrango (6/9/2014)
Hari sudah mulai gelap saat kami mencapai sebuah puncak tanjakan, dan bertemu dengan satu rombongan yg juga dalam perjalanan mendaki. Salah satu anggota tim tersebut terindikasi gejala Hypothermia ringan dan membuat tim kami harus melakukan pertolongan pertama. Alhamdulillah, setelah kami tangani kondisi pendaki yg terkena gejala Hypo tersebut terus membaik dan mampu berjalan lagi bersama tim nya sehingga tim kami pun bisa melanjutkan perjalanan.
Lima belas menit menjelang Puncak Pangrango, pukul 18.15 kembali kami bertemu dengan pendaki yg terkena gejala Hypothermia dan kali ini kondisinya lebih parah. Dari analisa awal saya lihat pupil matanya sudah mengecil, tidak terlalu bereaksi terhadap cahaya senter dan jari-jari tangannya kaku. Teman-temannya tidak memberi pertolongan berarti karena mereka tidak memiliki pengetahuan yg cukup tentang penanganan awal gejala Hypothermia. Akhirnya tim kami turun tangan lagi, langkah pertama yg kami lakukan adalah memindahkan pendaki itu ke bidang yg lebih datar dan membangun bivak darurat menggunakan flysheet, memasak air panas untuk membuat teh dan menghangatkan badannya. Kami pastikan pendaki tersebut tetap terjaga dan bicara sambil terus memberi asupan makanan agar panas tubuhnya cepat kembali. Kami masukkan pendaki itu ke dalam dua kantong tidur (sleeping bag), dan memakaikan pakaian hangat serta sarung tangan. Hari sudah gelap, walau bulan bersinar terang tapi angin bertiup sangat kencang. Sebenarnya kami semua sudah lelah, tapi tanggung jawab moral sebagai pendaki membuat kami tetap bertahan untuk menolong pendaki lain yg notabene tidak kami kenal. Dingin terasa semakin menusuk, pendaki yg terkena gejala Hypo tersebut kondisinya berangsur membaik namun belum mampu bicara jelas. Terus berada dalam kondisi seperti ini akan sangat beresiko terhadapnya juga terhadap kami---kami pun lapar dan lelah, dan kondisi seperti itu akan rentan membuat fisik kami semakin drop. Setelah berdiskusi sejenak akhirnya kami putuskan untuk membawa pendaki tersebut ke arah puncak, dengan pertimbangan lebih dekat dengan camp dibandingkan kembali turun. Karena pendaki tersebut belum mampu berdiri akhir nya kami terpaksa menggotongnya. Sangat sulit mengevakuasi dalam kondisi fisik kami yg sudah lelah dan jalur pendakian yg sempit dan terjal. Alhamdulillah setelah dengan susah payah, pukul 21.15 kami tiba di Lembah Mandalawangi, bahkan, saat kami tiba di puncak Pangrango kami tidak terlalu peduli sebab lebih memikirkan keselamatan pendaki yg sedang kami evakuasi. Pendaki yg kami evakuasi tersebut kondisinya terus membaik saat tiba di camp-nya sehingga kami bisa meninggalkan dengan tenang dan bergabung dengan teman-teman kami di camp untuk beristirahat dan tidur. Tubuh kami terlalu lelah hingga tidak lagi sempat menikmati suasana malam Lembah Mandalawangi yg cerah berbintang. Malam itu sebelum tidur saya dan Sonny menyempatkan membuat minuman hangat. Sepi sekali, hanya deru suara angin yg terdengar, akhirnya saya dan Sonny pun memilih tidur di satu tenda yg masih kosong. Saya tidak ingat berapa lama saya tertidur, yg jelas matahari nyaris terbit saat saya menunaikan shalat subuh. Di luar terdengar suara teman-teman sedang menikmati fajar Mandalawangi sambil menikmati minuman hangat. Selesai shalat saya meneruskan tidur dan baru bangun kembali pukul 6.45. 

Hamparan Eidelweis Lembah Mandalawangi (7/9/2014)

Saya bergegas keluar tenda dan bergabung dengan teman-teman yg sedang memasak sarapan. Momen seperti ini yg sangat saya sukai, memasak bersama, berkumpul menciptakan suasana hangat dan persaudaraan. Pukul 7.30 datang Fenk, Afri dan Yasin, kami sempat terkejut sekaligus senang. Rupanya kondisi Afri sudah kembali sehat dan fit sehingga mampu menyusul kami ke Mandalawangi. Kami sarapan bersama pukul 9.00, tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan seluruh makanan yg ada karena kami semua memang "kelaparan".


Nikmatnya makan bersama sahabat-sahabat (7/9/2014)

Operasi Semut, bentuk kepedulian kami terhadap alam (7/9/2014)
Keluarga Besar KPK Korwil Bogor di Lembah Mandalawangi (7/9/2014)
Selesai sarapan kami membereskan seluruh peralatan, membongkar tenda dan mem-packing-nya. Sebelum pulang kami melakukan operasi semut sebagai bentuk kepedulian kami dalam menjaga kebersihan alam. Walau hanya sebuah kegiatan kecil, kami berharap apa yg kami lakukan dapat sedikit membantu kelestarian alam, khususnya di area Mandalawangi. Setelah berdoa dan berfoto bersama, tepat pukul 10.45 kami mulai bergerak turun untuk kembali pulang. Alhamdulillah, secara keseluruhan tim KPK Korwil Bogor tiba kembali di basecamp Cibodas pukul 17.30 dengan keadaan sehat, selamat dan tidak kurang suatu apapun. Pendakian bersama kami yg pertama ini berjalan lancar. 

Terima kasih kepada : 
1. Teman-teman KPK Korwil Bogor untuk kerjasamanya yg solid.
2. Basecamp Pak Asep
3. Para petugas basecamp Cibodas TNGGP.

Pendakian Bersama Komunitas Pendaki Kantoran (KPK) Korwil Bogor 5-7 September 2014.

1. AlHusna                                    16. Eko                                    31. Fenk
2. Yasin Abdullah                           17. Hendrik                              32. Dani Chaniago
3. Iwan Kurniawan                        18. Taufiq                                 33. Nurdiansyah
4. Sonny Bajink                              19. Hari DP                             34. Dani Cokie
5. Hendro Gultom                          20. Iyan Fairish Jack                 35. Soni Asih
6. Yasser Assew                            21. Akang Wahyu                     36. Nuzul
7. Eca                                            22. M. Wahyu                          37. Sardi
8. Ucok                                         23. Saeful                                 38. Alhuda
9. Setiyadi Adot                              24. A. Rahman                        39. Andre Den Sinyo
10. Ryan Setiawan                          25. Irvan Mahameru                 40. Afri Rahmawati
11. Zafran                                      26. Dana Mariala                       41. Herdi
12. Nur A'eni                                 27. Hendra                               42. Kukuh Klie
13. Abbu Zoel                                28. Gugum Gumilar
14, Adit                                         29. Dani Azach
15. Fahrul                                      30. Jaweng


Toilet yg sudah rusak (6/9/2014)

Pos Telaga Biru (6/9/2014)
Saya di gerbang selamat datang (6/9/2014)
Masak sarapan di Lembah Mandalawangi (Dana, Gugum dan Hendra---7/9/2014)
Bersiap untuk sarapan massal (7/9/2014)
Angels in group of rogue (Herdi, Nur, Eca, Nuzul dan Afri --- 6/9/2014)
Saya di Puncak Pangrango (7/9/2014)
Eidelweis, Simbol keabadian yg harus selalu kita jaga (7/9/2014)