Minggu, 26 April 2015

Top of West Java --- Ciremai 3078mdpl

14 tahun yg lalu, saya dan teman-teman sekampus pernah mendaki gunung Ciremai melalui jalur Linggajati. Saat itu kami mendaki dalam sebuah rombongan besar, seingat saya 24 orang, termasuk saya. Sudah banyak hal dari momen-momen itu yg hilang dari ingatan saya, tapi beberapa lainnya masih terekam dengan baik hingga kini. Pendakian di awal tahun 2002 itu menyisakan 1 PR besar untuk saya pribadi. Dari 24 orang, 22 orang mencoba menggapai puncak di pagi itu setelah bermalam di shelter Tanjakan Seruni. Pada akhirnya hanya 16 orang dari kami yg benar-benar mencapai puncak. Dan saya termasuk dalam 6 orang yg belum berhasil muncak itu, kandas di atas shelter Sanggabuana II, di bawah Pengasinan. Saat itu sebelum turun kembali, saya, Keni, Adi, Ika, Leo dan Yudha sempat berucap akan kembali untuk menebus kegagalan muncak Ciremai.
------------------------------------

Itulah sedikit ingatan saya tentang pendakian di tahun 2002. Dan pagi ini, di bawah cuaca mendung, sambil menikmati pisang goreng hangat dan segelas teh manis yg di suguhkan oleh petugas TNGC jalur Apuy, saya bersantai sejenak sebelum memulai pendakian solo ini. Saya tiba di basecamp Apuy tadi pukul 10.00. Senyum-senyum sendiri memikirkan rencana nekat ini. Sebenarnya saya masih mengantuk akibat kurang tidur semalam. Yaaah...bukan hanya kurang tidur, tapi juga kelelahan. Perjalanan menuju Majalengka ini memang saya tempuh dengan naik motor dari Bogor. Saya berangkat hari Jumat pukul 15.00, di bawah guyuran hujan yg sama sekali tidak berhenti hingga saya tiba di Kadipaten 7,5 jam kemudian. Malam itu saya beristirahat di rumah seorang rekan sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju Apuy. Dari rumah rekan saya di Kadipaten menuju ke Terminal Maja memakan waktu 45-60 menit dengan jarak 31km. Jalanannya relatif lengang dan bagus. Saya sempat berputar-putar mencari jalan yg menuju basecamp Apuy ketika sudah tiba di terminal Maja. Setelah bertanya pada penduduk sekitar arah yg benar, saya pun melanjutkan perjalanan. 1 jam kemudian saya pun tiba di BC Apuy.

Saya pun segera mengurus perijinan pendakian, mengisi form barang bawaan dan membayar biaya Simaksi sebesar Rp.50.000,-. Yup, 50 ribu rupiah, sebuah nominal yg cukup besar untuk ukuran biaya mendaki. Saya pun walau sudah membaca dan tahu besaran biaya tersebut sebelumnya tetap saja mengernyitkan dahi ketika membayarnya. Tapiiii...setelah saya tahu biaya tersebut mencakup apa saja, spontan saya tidak lagi merasa berat. Pisang dan ubi goreng yg saya makan bersama teh manis hangat ini adalah bagian dari biaya tersebut alias gratis. Setiap pendaki yg datang di sambut dengan sangat ramah oleh petugas TNGC. Di beri welcome snack n drink, serta memperoleh kupon untuk makan full lauk ketika turun dari pendakian. Selain itu, hitungan biaya tersebut bukan harian, jadi setiap pendaki yg akan naik lebih dari 2 hari pun tidak dikenakan biaya tambahan alias flat. Lengkap dan layaknya fasilitas sanitasi, mushala dan shelter-shelter serta papan-papan informasi menambah nyaman suasana. BC Apuy yg juga sekaligus Pos I Berod ini baru berdiri beberapa tahun. Sebelumnya BC Apuy terletak di bawah dekat Terminal Maja. Berod sendiri adalah nama bumi perkemahan di Apuy.

Setelah berdoa, saya pun menyandangkan Osprey Kestrel 68L ke pundak. Sambil memulai langkah dengan perlahan, saya meng-absen isi barang bawaan dalam keril saya. 1 lembar Flysheet 3x4m, 1 tenda dome Coleman, 16 pasak dan tali, 1 sleeping bag, 1 jaket wind and rain breaker, 1 headlamp, 1 tentlamp, 6 batre cadangan, 1 raincoat, 1 stel pakaian ganti, 2 pasang kaos kaki, sepasang Gaiter, 1 trackpole, sendal gunung, 5 liter air, 2 bungkus sereal pengganti nasi, 2 indomie, 4 sachet kopi, 2 sachet susu, 1 bungkus besar roti, 4 batang snickers, 1 kompor, 1 set nesting, 2 tabung gas, P3K, pisau kecil, sarung tangan, buff, kanebo, 2 lembar matras, kompas, termometer dan drybag 10L. Semua itu sudah saya lapis dengan trashbag agar tidak basah jika hujan turun tiba-tiba. Berhubung ini adalah solo hiking maka saya pun sangat ekstra persiapan dan bawaan. Sebelum jalan pun tak lupa saya memesan nasi bungkus plus lauk di sebuah warung untuk makan siang saya nanti di perjalanan, jadi tak perlu repot bongkar keril dan memasak. Saya menargetkan untuk buka tenda di pos VI Gua Walet.

Jalur awal pendakian konturnya sangat landai dan bersahabat untuk kaki. Perpaduan tanah dan sedikit bebatuan yg di lindungi pepohonan rindang. Kondisi seperti ini memudahkan tubuh saya untuk cepat beradaptasi dan mendapatkan ritme jalan yg sesuai. 1-2 jam awal mendaki adalah salah satu kunci keberhasilan pendakian. Tanpa terasa saya sudah tiba di Pos II Arban, saya lihat jam, baru pukul 11.35...waaah...rupanya jarak pos I dengan Pos II hanya 30-40 menit saja. Ada sekitar 20an pendaki yg sedang beristirahat di Pos II ini. Setelah mengambil beberapa foto dengan kamera HP, saya pun melanjutkan perjalanan.

Jalur menuju pos III mulai menyempit dan menanjak dengan vegetasi yg cukup rapat, sesekali saya bertemu dengan rombongan lain yg sedang beristirahat. Menurut keterangan petugas pos, di hari ini ada seratusan pendaki yg naik via Apuy, lebih dari 200 orang melalui Palutungan, sedangkan yg melalui Linggajati saya tidak mendapatkan datanya. Solo hiking saya jadi tidak berasa solo sebab begitu banyak pendaki yg saya temui. Jalur pendakian Ciremai via Apuy ini merupakan yg terpendek jika di bandingkan dengan 2 jalur lainnya.
Setelah melewati beberapa shelter bayangan, tepat pukul 13.35 saya tiba di Pos III Tegal Masawa. Saya memang sudah berencana untuk makan siang di pos III ini, tapi hujan yg tiba-tiba turun dengan deras membatalkan makan siang saya. Segera saja saya kenakan raincoat dan kembali melanjutkan perjalanan. Tak lebih dari 15 menit saya istirahat di Pos III. Sambil berjalan di bawah guyuran hujan saya membatin "begitu hujan reda gw harus makan, ga peduli bukan di pos". Alhamdulillah 30 menit kemudian hujan reda---tidak benar-benar reda, hanya rintik gerimis---, tanpa berlama-lama saya mencari tempat yg cukup nyaman untuk duduk dan mulai menikmati makan siang yg terlambat ini. Telor ceplok, tahu dan tempe jadi menu saya siang menjelang sore itu.

Pukul 14.40 saya tiba di Pos IV Tegal Jamuju...sepi, tak ada satupun pendaki disini. Sebuah shelter yg cukup untuk mendirikan 10 tenda kapasitas 4 orang. Pohon-pohon besar mengelilingi shelter ini seperti pagar sehingga kondisi shelter ini lembab dan agak gelap. Kurang lebih 5 menit saya menikmati suasana sepi Pos IV sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju Pos V. Jalur menuju Pos V mulai terasa berat sebab tanah mulai berubah menjadi lumpur akibat hujan, REI waterproof saya pun tak kuasa melawan serangan air dengan daya kapilaritasnya...alhasil berjalan dengan sepatu basahpun harus saya lakoni. Sesekali saya harus agak merangkak saat meniti jalur yg licin dan sulit.
Pukul 15.50 saya tiba di Pos V Sanghyang Rangkah. Banyak pendaki yg sedang beristirahat di bawah rintik gerimis dan angin kencang. Saya pribadi belum merasa kedinginan meski angka di termometer saya menunjukkan 13°C. Saya berbincang sejenak dengan pendaki-pendaki lain, dan akhirnya saya putuskan untuk mendirikan tenda disini saja. Untuk menuju Pos VI Gua Walet masih harus berjalan 1,5 jam lagi yg artinya paling cepat saya tiba disana pukul 17.30. Dengan kondisi cuaca yg buruk di tambah kabut tebal serta banyak pendaki dari Jalur Palutungan yg juga hampir bisa dipastikan menuju kesana, terlalu beresiko untuk saya. Sejauh ini fisik saya memang masih oke, tapi ketidak pastian mendapat tempat yg layak untuk mendirikan tenda dan beristirahat di Pos VI tentu bisa menimbulkan masalah nantinya.

Masih di bawah gerimis, setelah memilih tempat yg cukup aman,  saya mengeluarkan flysheet Gorillaz dari keril dan mulai membentangkannya. Saya buat dulu bivak darurat seadanya untuk peneduh, lalu saya dirikan tenda di bawahnya, setelah tenda berdiri saya masukkan keril berikut bawaan saya. Lalu saya sesuaikan posisi flysheet agar bisa menutup dan melindungi tenda dengan sempurna. Hembusan angin yg kencang serta dingin bisa membuat tidur saya tidak nyaman karena tenda yg saya bawa ini single layer. Setelah flysheet melindungi dengan baik, saya pun membuat parit aliran untuk mencegah air merembes ke dalam tenda jika hujan tiba-tiba lebat. 1 jam 10 menit kemudian saya pun sudah meringkuk dalam hangatnya sleeping bag di dalam tenda. Suasana seperti ini yg sudah jadi barang mahal...tenang, sunyi, dingin, tanpa dering gadget.

Meringkuk sejenak sudah cukup untuk menghangatkan tubuh saya yg dingin. Saya bangun dan mulai mengeluarkan kompor, nesting dan logistik. Bayangan nikmatnya kopi panas jelas berkeliaran dalam benak saya, dan yg pertama saya lakukan adalah memasak air. Saya buka pintu tenda, saya duduk bersila menghadap keluar dengan sleeping bag menutup hingga batas paha. Di luar sudah gelap, hujan masih turun meski rintik-rintik. Di sebelah kiri saya berdiri sebuah tenda, rombongan dari Telaga, sebuah desa yg tak jauh dari Apuy. Di sebrang saya, 15 meter berdiri tenda rombongan dari Bandung. Sambil menyalakan kompor saya berkhayal, apa yg sedang saya lakukan ini persis seperti iklan petualangan koboy atau film-film pemburu di hutan, sendirian dalam sepi, menikmati alam...(lebay.com)

Setelah menyeduh kopi, saya memasak mie instant. Selesai ritual makan dan ngopi, serta membereskan peralatan saya pun tidur. Hening sekali, hanya suara tetes air hujan terdengar. Hari minggu pukul 4.30 saya terbangun, lelap sekali saya tidur rupanya. Tadinya saya berniat bangun pukul 3.00 untuk summit attack.
Setelah shalat subuh, saya berganti pakaian, tak lupa mengisi drybag dengan roti, air minum serta P3K. Untuk menambah tenaga, saya memasak air dan menyeduh susu untuk di campur dengan sereal. Sarapan ala orang kulon...hehe.
Pukul 5.45 saya pun memulai langkah kaki untuk menggapai puncak tertinggi Jawa Barat. 15 menit awal beberapa kali saya berhenti, berusaha mengatur nafas yg terengah-engah dan menyesuaikan diri dengan angin kencang yg di sertai kabut tebal. Walaupun saya berjalan hanya dengan beban drybag tetap saja saya harus kembali mencari pola jalan yg nyaman---nyetel ulang istilahnya. 50 menit selepas saya meninggalkan tenda, sy tiba di persimpangan jalur yg mempertemukan jalur Apuy dengan jalur Palutungan. Dan 20 menit kemudian saya sudah berdiri di atas area Pos VI Gua Walet. Pos VI merupakan lokasi yg menjadi incaran utama para pendaki untuk membuka tenda, sebab sangat terlindung dari terpaan angin. Gua Walet merupakan area yg menyerupai sumur berdiameter lebih dari 30 meter dan ketinggian sekitar 15 meter. Terdapat sebuah mulut gua di sisi yg sejajar dengan jalur pendakian. Pagi itu pelataran di depan gua penuh sesak dengan tenda pendaki. Saya bersyukur kemarin memutuskan buka tenda di Pos V, sebab jika saya terus melanjutkan perjalanan untuk nge-camp di Pos VI, bisa di pastikan saya tidak akan memperoleh lokasi yg nyaman untuk beristirahat. Setelah mengambil beberapa foto, saya bergegas untuk menggapai puncak Ciremai yg tinggal 15 menit lagi.
Alhamdulillah pukul 7.30 saya berhasil berdiri di atap tanah Jawa Barat. Badai kabut dan angin yg membawa butiran air menerpa wajah saya...dingin dan beku. Walau begitu, kepuasan batin yg merasuk dalam diri ini mengalahkan semua itu. Sambil bersujud syukur, saya gumamkan nama-nama kawan sependakian 14 tahun yg lalu. Aah...ternyata sudah sangat lama kita tidak merimba bersama kawan, bercumbu dengan dingin dan lapar demi sebuah tempat impian bernama Puncak. Sungguh saya rindu sama kalian semua. Banyak kenangan indah yg telah terlewati bersama, begitu membekas dalam hati. Hari ini, pagi ini, saya persembahkan puncak Ciremai untuk kalian sahabat-sahabat  Amazon Corps. Luv u all...Salam Lestari.

*Sampai jumpa dalam petualangan saya yg lain. Semoga bermanfaat.

Rangkuman :

1. Rute :
Bogor - Puncak - Cianjur - Padalarang - Cimahi - Soekarno Hatta Bandung - Cibiru - Cileunyi - Jatinangor - Sumedang - Kadipaten - Terminal Maja - BC Apuy.

2. Biaya :
- Bensin dengan Pertamax 100 ribu rupiah PP Bogor - Majalengka.
- Logistik 50 ribu rupiah
- Simaksi 50 ribu rupiah / org.
Total Rp.200.000,-

3. Waktu Tempuh
- Bogor - Terminal Maja (BC Apuy) 9 jam
- BC Apuy Pos I Berod - Pos II Blok Arban 30-40 menit
- Pos II Blok Arban - Pos III Tegal Masawa 1,5-2 jam
- Pos III Tegal Masawa - Pos IV Tegal Jamuju 50-60 menit.
- Pos IV Tegal Jamuju - Pos V Sanghyang Rangkah 50-60 menit.
- Pos V Sanghyang Rangkah - Pos VI Gua Walet 75-90 menit.
- Pos VI Gua Walet - Puncak Ciremai 15-25 menit.

Lokasi camp di dasar Goa Walet

Kamis, 02 April 2015

(Bukan)...Akhir Sebuah Perjalanan --- Arjuno 3339 mdpl dan Welirang 3156 mdpl

Rabu, 1 April 2015, setelah beristirahat dan berlindung dalam bivak selama hampir 13 jam, tepat pukul 06.30 kami berkemas untuk kembali melanjutkan perjalanan turun menuju basecamp Lawang. Persis di hadapan kami terpampang dengan indah lukisan alam kala matahari keluar dari ufuknya. Nampak jelas dan kokoh puncak tertinggi tanah Jawa, Semeru 3676, di sebelah kirinya Senduro seperti menempel, lalu berturut-turut Argopuro 3088 dan Raung 3344. Di sebelah kanan kami seperti saling berhimpit Gunung Kawi dan Panderman.
Dingin udara pagi terasa begitu menusuk, terukur 8°C dari termometer yg di bawa Hendrik. Posisi kami berada saat ini adalah sekitar 200 meter di bawah puncak Ogal Agil gunung Arjuno. Di sebuah dataran sempit tanpa vegetasi tinggi, hanya perdu-perdu setinggi 30-50 centimeter mengelilingi. Kami terpaksa mendirikan bivak disini, di luar rencana karena kami tidak punya pilihan. 13 jam sebelumnya kami masih larut merayakan keberhasilan menjejak titik tertinggi Gunung Arjuno, meski harus berjibaku dengan badai kabut dan hujan. Petir yg bergemuruh tidak menyurutkan euforia kami. Kurang lebih 20 menit kami di puncak untuk mengambil beberapa foto. Karena cuaca yg semakin tidak bersahabat saya meminta tim untuk segera bersiap turun. Yudex menjadi leader turun. Sesuai dengan rencana kami akan turun melalui jalur Lawang. Belum genap kami 15 menit berjalan turun, kabut dan angin kencang semakin menjadi. Jarak pandang yg tidak lebih dari 5 meter membuat kami kesulitan mencari arah turun. Curamnya jalur menambah lambat perjalanan kami. Zafran sempat terjatuh, beruntung carrier Herdi yg di dobel di depan dadanya menjadi pelindung dari luka yg lebih fatal. Teriakan-teriakan "break" atau "tahan" berselang seling memecah deru angin. 1 jam kemudian kami benar-benar kehilangan orientasi arah. Berdiri di atas sebuah batu yg cukup besar, saya dan Yudex berusaha mencari arah yg tepat dalam keterbatasan jarak pandang. Tanpa kami sadari, Afri terus menurun kondisinya, kedinginan hebat, basah dan lembab. Terlalu beresiko untuk terus melanjutkan perjalanan turun. Saya segera turun beberapa puluh meter untuk mencari bidang yg cukup datar untuk mendirikan bivak. Tubuh saya pun sudah menggigil hebat. Di bantu Zafran, Risky, Hendrik dan Andika saya mulai mendirikan bivak dengan menggunakan flysheet. Sementara di atas, di antara ceruk batu Afri berlindung dan dipaksa untuk berganti pakaian kering dibantu Iyan, Yudex dan rekan yg lain. Pukul 17.30 bivak kami selesai di bangun. Segera saya suruh semua anggota tim untuk masuk dan berganti pakaian. Andika, Risky dan Ipul memasak bubur dan minuman hangat. Kami tidak bisa menghambur stok air karena air yg kami miliki sudah sangat kritis, sedangkan perjalanan kami masih sangat jauh. Pukul 19.30, aktivitas kami terhenti, berganti hening, tidak banyak hal yg bisa kami lakukan selain meringkuk di bawah naungan bivak. Di luar, kabut dan angin masih setia menemani. Masing-masing larut dalam pikirannya sendiri. Seharusnya, jika mengikuti jadwal, malam ini kami akan menghabiskan waktu di Kota Malang, tapi rencana tinggal rencana, sebab kenyataannya kami harus berdesakan selama belasan jam demi bertahan dari badai.
------------------------------------

Tanggal 28 Maret 2015


Hari yg di tunggu pun tiba, sesuai kesepakatan sebelumnya kami berdelapan berkumpul di meeting point stasiun Ps.Senen Jakarta untuk bersama-sama menuju Malang untuk mendaki Gunung Welirang dan Arjuno. Saya, Iyan, Zafran, Hendrik, Afri, Ipul, Herdi dan Septi segera melakukan boarding sebab kereta Matarmaja yg akan kami tumpangi 30 menit lagi akan berangkat. Kami duduk di gerbong I yg dalam waktu singkat akhirnya bisa kami kuasai serasa milik pribadi. Berkenalan dengan rekan yg ternyata juga akan menuju Arjuno membuat perjalanan menjadi lebih ramai. Di tambah, rekan tersebut juga membawa water heater, bertambahlah kegembiraan tim kami sebab bisa ngopi dan nge-teh sepuasnya tanpa harus beli...*modus. Tak terasa pukul 18.30 kereta kami sudah tiba di Cirebon Prujakan, segera saja kami kolektif beli nasi bungkus di kantin stasiun, maklum kalau beli di kereta harganya mahal. Selepas Cirebon, dan setelah perut kenyang, Iyan, Hendrik, Ipul dan kenalan kami menggelar lapak untuk main gaple, sedangkan saya dan yg lain lebih memilih istirahat dan tidur.


Tanggal 29 Maret 2015


Dingin udara AC membangunkan saya pukul 4.30. Saya bergegas ke toilet mengambil wudhu dan shalat subuh. Teman-teman yg lain pun satu persatu bangun. Pukul 5.30 kereta tiba di Blitar, nampak diluar sana basah bekas siraman hujan. Dan 2,5 jam kemudian akhirnya kami tiba di perhentian terakhir stasiun Malang Kota Baru. Stasiun ini tak banyak berubah sejak terakhir setahun lalu saya berkunjung ketika akan ke Semeru dan Sempu.
Saya langsung menghubungi Yudex, mengabarkan bahwa saya dan teman-teman sudah sampai di Malang. Sambil menunggu Yudex, kami membagi tugas, saya dan Afri membeli sarapan, Herdi, Septi, Ipul dan Hendrik belanja logistik, sedangkan Iyan dan Zafran menjaga barang bawaan kami di pelataran stasiun. Pukul 9.30 kami sudah selesai dan siap berangkat namun Yudex belum juga muncul. Cukup lama kami menunggu hingga akhirnya Yudex datang dengan mobil carteran yg akan membawa kami menuju Tretes. Sebuah angkutan kota, di sepakati ongkos carter Rp.350.000,- untuk kami bersebelas. Sekedar info, jika kami menuju Tretes dengan mengecer maka kami harus berganti kendaraan sebanyak 3 kali yaitu  , Stasiun Malang Kota Baru ke Terminal Arjosari (3-5 ribu rupiah), Terminal Arjosari ke pertigaan Pandaan (10-15 ribu rupiah), Pertigaan Pandaan ke basecamp Tretes (10-15 ribu rupiah). Yudex membawa 2 teman lain yaitu Andika dan Risky sehingga sekarang tim kami berjumlah 11 orang. Pukul 11.30 kami berangkat, jalanan cukup lancar. Tetapi saat kami masuk kawasan Prigen mobil yg kami tumpangi mogok karena ada kerusakan dalam sistem injeksi nya. Beruntung mogoknya di depan warung bakso, segera saja kami memesan bakso untuk mengisi perut yg memang sudah lapar sambil menunggu operan angkutan. Jam sudah menunjukkan pukul 13.20 saat kami selesai makan. Alhamdulillah operan angkutan tiba tidak lama kemudian. Angkutan-angkutan yg menuju Tretes dari pertigaan Pandaan adalah Colt tipe L300 Mitsubishi berwarna hijau tua. Tarif dari pertigaan bawah (Pandaan) adalah Rp.10.000-15.000/org. Pukul 14.15 kami tiba di pos perijinan pendakian. Kami dilayani oleh Bpk.Syukur, petugas pos setempat. Setelah membayar Rp.8500/org plus fotocopy KTP kami pun memperoleh Simaksi Tahura Raden Suryo. Pos pendakian kami ini berada di wilayah kabupaten Pasuruan. Selesai mengurus Simaksi kami bersantai sejenak sambil menunggu waktu Ashar tiba. Rencananya kami akan mulai pendakian setelah shalat Ashar. Saya instruksikan ke seluruh anggota tim untuk persiapan pendakian malam hari, segala keperluan yg menyangkut seperti headlamp atau flashlight agar di cek terlebih dahulu.
Sambil bersantai saya melakukan briefing singkat tentang strategi pendakian. Di hari pertama ini kami berencana langsung menembus pos III atau Pos Pondokan, saya memperkirakan pukul 22.00 kami akan tiba disana jika start dari basecamp pukul 15.30. Lalu di hari kedua siang, kami summit ke Welirang dengan membawa beban sekaligus menelusuri puncak Kembar I dan II, bermalam di Pasar Dieng di hari kedua malam dan summit Ogal Agil di hari ketiga subuh, lalu kami akan turun via Lawang di hari yg sama. Kurang lebih itu rencana yg kami buat.

Tepat setelah shalat Ashar kami memulai pendakian. Saya dan Zafran berposisi sebagai sweeper. Lintasan awal pendakian adalah jalur makadam, batu-batu yg tersusun rapi. Perjalanan relatif lancar dan sesuai rencana hingga kami tiba di Pos I Pet Bocor 1 jam kemudian. Ada beberapa rombongan pendaki yg sedang beristirahat di Pos I, mereka dalam perjalanan turun. Kami pun bertegur sapa sekaligus mengisi bekal air. Setelah 15 menit beristirahat kami melanjutkan perjalanan, dan di mulailah penderitaan yg sesungguhnya. Jalur batu selebar 180-250cm yg kami lintasi seakan tidak berujung, refleksi model gini membuat beberapa dari kami mulai melambat dan drop, bahkan Septi yg baru pertama kali mendaki, beberapa kali muntah. Di tim ini memang hanya Septi yg belum punya pengalaman mendaki sedangkan yg lainnya paling tidak (yg saya tahu) minimal sudah pernah 3-4 kali mendaki. Dan memang resiko mendaki Welirang Arjuno via Tretes adalah jalur batunya yg tidak berujung....sebenarnya ada sih ujungnya, tapi di puncak Welirang...hehehe. Hingga waktu maghrib tiba, kami masih jauh dari Pos II, saya pun mulai terpikir untuk ubah strategi. Tidak mungkin untuk memaksakan naik hingga pos Pondokan dengan kondisi tim seperti ini---pikir saya. Dengan berjalan pelan dan sering istirahat akhirnya tim tiba di Pos II Kokopan pukul 19.45. Saya berembuk dengan Yudex, dan saya putuskan bahwa kami harus buka tenda disini. Pemulihan kondisi fisik tim menjadi prioritas utama saya, percuma memaksakan, hanya akan menimbulkan masalah baru nantinya. Kami lalu bergerak sesuai dengan tugas masing-masing. Saya, Zafran, Hendrik, Andika dan Risky membangun tenda, sisanya memasak makan malam. Pukul 21.00, 5 tenda selesai dibangun dan kami pun makan malam bersama. Cuaca sangat cerah dan gemerlap lampu di kawasan Tretes dan sekitarnya begitu indah. Di Pos II ini air juga sangat berlimpah.
Pukul 22.30 kami masuk ke dalam tenda untuk beristirahat dan tidur.


Tanggal 30 Maret 2015

Pukul 5.15 saya bangun dan mandi, yup, mandi di bawah suhu 15°C itu sesuatu banget. Jangan tanya kaya apa dinginnya. Tak lama rekan-rekan yg lain pun bangun. Sebagian memasak dan yg lain sibuk berkemas dan foto-foto. Semalam saya kurang selera makan, mungkin pengaruh masuk angin, sebaliknya saya minum banyak sekali. Menu kami pagi ini adalah nasi goreng dan Alhamdulillah saya cukup lahap makan. Selesai sarapan dan berkemas, pukul 8.15 kami angkat keril. Seperti biasa, sebelum memulai perjalanan saya melakukan briefing singkat. Setelah melihat kondisi anggota tim, realistis saja, misi kami menembus 4 puncak pupus sudah. Target berganti menjadi 2 puncak utama saja yaitu Arjuno dan Welirang. Saya terangkan pada teman-teman bahwa dengan berjalan santai, pos Pondokan bisa di capai dalam waktu 4 jam. Beristirahat makan siang 1 jam maka tim bisa summit Welirang untuk mendapatkan sunset.

Pada kenyataannya lagi-lagi rencana tinggal rencana, sebab adanya beberapa hambatan terutama kondisi fisik membuat pola jalan kami menjadi sangat-sangat lambat. Dan akibatnya kami baru bisa tiba di pos Pondokan pukul 14.00. Kembali strategi harus saya ubah, mengingat jadwal kami banyak yg meleset. Akhirnya kami sepakat untuk break makan siang seadanya saja, darurat, karena mengejar waktu. Dua bungkus mie instant, tempe goreng, susu dan kopi serta sayuran mentah yg di siram bumbu pecel menjadi pengisi perut kami siang itu. Agar lebih cepat, kami summit Welirang tanpa beban. Semua keril kami simpan di area Pondokan dengan di jaga Andika dan Risky. Perkiraan saya dengan berjalan tanpa beban, kami bisa tiba di puncak dalam waktu 2,5 jam. Tepat pukul 15.15 kami mulai berjalan. Jalur pendakian sebenarnya relatif landai, hanya saja tetap berbatu---inilah yg menyulitkan. Yudex dan Hendrik berjalan di depan. Sepanjang perjalanan summit tidak kami temui satupun rombongan pendaki lain kecuali para penambang belerang yg bergerak turun menuju Pondokan dengan hasil tambangnya. Sejak awal memang tidak ada rombongan yg naik selain kami, maklum kami naik bukan di masa libur. Pukul 17.00 saya tiba di alun-alun Welirang, puncak masih 45 menit lagi. Saya berteriak mencoba memanggil Yudex dan Hendrik namun tidak ada yg menyahut. Teman-teman yg lain masih 20 menit di belakang saya. Saya putuskan untuk menunggu teman-teman yg di belakang, dan setelah mereka nampak, segera saya berlari ke arah kanan, ke puncak tertinggi untuk menyusul Yudex dan Hendrik. Casio saya menunjukkan pukul 17.35 dan saya masih belum berhasil menyusul mereka berdua. Saya pun membuat keputusan untuk kembali ke alun-alun, mengingat teman-teman yg lain belum tahu jalur dan menunggu disana. Pukul 17.45 saya  kembali berkumpul dengan teman-teman yg menunggu keputusan saya. Dengan berat hati saya ucapkan, lebih baik kita kembali ke Pondokan, terlalu beresiko untuk terus summit saat kondisi sudah gelap seperti ini, belum lagi saat itu suhu udara sudah mencapai 8°C, padahal belum maghrib. Saya mengerti pasti banyak rasa kecewa yg tertahan saat tahu bahwa puncak sudah di depan mata. Tapi saya tidak bisa mengedepankan ambisi pribadi tanpa memperhitungkan keselamatan tim keseluruhan. Alhamdulillah setelah saya jelaskan teman-teman bisa mengerti dan mulai mengikuti saya untuk berjalan turun. Dalam perjalanan turun ke Pondokan, Ipul menjadi anggota tim berikutnya yg kondisinya drop. Pukul 19.00 kami tiba kembali di Pondokan minus Yudex dan Hendrik---keduanya baru kembali 45 menit setelah kami. Saat saya menyadari Ipul kondisinya drop, pada saat itu juga kembali saya mengubah rencana. Tadinya, sekembalinya kami dari Welirang, pukul 20.00 kami akan melanjutkan perjalanan ke Lembah Kidang, salah satu "must visit" shelter menuju Arjuno. Letak Lembah Kidang hanya 30-45 menit dari pos Pondokan. Berhubung saya tidak mau ambil resiko, akhirnya malam itu saya putuskan untuk buka tenda di pos Pondokan saja. Para srikandi dapur drop, jadilah Iyan dan Ipul yg memasak makan malam. Makan malam yg benar-benar larut malam sebab baru pukul 23.00 kami (exclude saya) bisa makan malam. Beruntung cuaca cerah masih menemani kami sampai di malam kedua ini. Sebelum tidur saya sampaikan pada anggota tim bahwa besok kita akan angkat keril pukul 9.00. Malam itu udara di Pondokan dingin sekali. Sayup-sayup, beberapa puluh meter di bawah tenda kami terdengar deruman kendaraan, ya, itulah Jeep legendaris pengangkut belerang dari para penambang. Sambil memejamkan mata, saya berpikir bagaimana bisa Jeep itu mencapai pos Pondokan dengan kondisi jalan yg bisa dibilang mustahil bisa di lewati kendaraan. Sempat juga saya ingin mengambil fotonya, tapi badan saya sudah "mager" alias malas gerak.


Tanggal 31 Maret 2015

Kami serempak bangun sekitar pukul 5.45, bangun hanya sekedar bangun, tidak keluar tenda karena udara yg dingin. Saya pun begitu, tapi sesuatu memaksa saya untuk bangun keluar tenda. Tak lupa saya bawa sekop dan tissue basah....yup...it's time to sedekah bumi...ada lega yg luar biasa saat saya selesai, dan terbukti bahagia itu memang sederhana. Rupanya pagi itu nyaris seluruh anggota tim bersedekah bumi, bahkan Afri saking bersemangatnya sampai mematahkan sekop...*tenaganya kegedean kali. Sarapan kami pagi itu tumis jamur, capcay, pecel, nasi dan ebi. Di tutup dengan agar-agar, kopi, susu dan teh manis hangat. Alhamdulillah, walau masih kurang berselera (sejak semalam saya tidak makan) saya berhasil makan beberapa sendok. Selesai berkemas, kami mengisi perbekalan air sebab sumber air terakhir hanya akan kami temui di Lembah Kidang. Tepat pukul 9.30 kami memulai perjalanan menuju puncak Arjuno. Dulu, semasa SMU, saat pertama kali saya mendaki Arjuno Welirang, dengan mendaki tanpa beban, dari Pondokan menuju puncak Arjuno saya menghabiskan waktu 4 jam. Sekarang, dengan membawa beban prediksi saya akan membutuhkan waktu 6 jam, yg artinya jika sesuai jadwal maka kami akan tiba di puncak pukul 14.30.

Yudex berjalan di depan, kami mengikuti, berjalan dengan cepat dan rapat. 20 menit kemudian kami tiba di Lembah Kidang yg tersohor. Oh iya, arah menuju Lembah Kidang ini jika dari camp ground Pondokan maka kita berjalan turun (balik arah) ke arah kanan, mengambil jalur setapak kecil. Jangan kaget dengan rimbun rumput ilalang yg tinggi, terkesan seperti menutup seolah tidak ada jalurnya (sekilas karakter treknya mirip Hutan Lali Jiwo). Lembah Kidang, sebuah ikon yg fenomenal, tempat yg sangat indah, sekilas seperti sabana di New Zealand atau sisi utara Amerika. Tempat bermain kijang-kijang yg kini entah dimana. Tempat yg bisa membangkitkan romansa dan cerita-cerita cinta. Begitu hijau, teduh di selingi lurus tinggi pohon pinus. Dari posisi kami berada, berdiri gagah 3 puncak Arjuno yg menjadi tujuan kami hari ini. Kurang lebih 20 menit kami menghabiskan waktu di Lembah Kidang, utamanya mengisi bekal air sebab hingga turun nanti via Lawang kami tidak akan bertemu sumber air lagi. Dan sejak sekarang, manajemen air menjadi suatu hal yg harus kami kontrol dengan baik. Setelah perbekalan di rasa cukup, kami melanjutkan pendakian, Area Watu kami capai pukul 10.20, disini kami kembali beristirahat, berlindung dari terik matahari yg menyengat di bawah pepohonan beralas rumput hijau...suasana yg menghanyutkan. Dari area Watu jalur semakin menanjak, ditambah panasnya cuaca membuat tubuh cepat dehidrasi, itu sebabnya sebentar-sebentar kami harus break. Setelah melewati tanjakan panjang yg terjal kami tiba di pos Watu Gedhe. Disitu kami break lagi 20 menit untuk beristirahat....lagi. Saya lirik jam saya, tertera pukul 11.15. Masih on schedule, batin saya. Dengan pola jalan seperti ini saya optimis puncak pertama akan kami capai pukul 14.00. Lepas dari Watu Gedhe stamina kami semua drop, berakibat sangat sering kami harus break dan memboroskan stok air yg kami miliki. Pukul 13.15 kami break di pertengahan punggungan yg akan membawa kami menuju puncak pertama. Kami memasak energen untuk asupan energi dan mengembalikan kondisi. Saya sendiri memanfaatkan jeda tersebut untuk merebahkan badan dan memejamkan mata. Pukul 13.35 kami melanjutkan pendakian. Kali ini Zafran menjadi leader dengan dobel kerilnya sebab Herdi drop. Afri jg drop, muntah-muntah. 1,5 jam ke depan serasa perjalanan terlama bagi kami semua. Di tambah gemuruh halilintar dan kabut mulai menyelimuti. Saya hanya berharap jangan turun hujan. Alhamdulillah kami tiba di puncak pertama pukul 15.00, meleset 30 menit dari jadwal, di sambut gelegar halilintar dan butiran air yg saya duga itu hujan---bukan butiran embun seperti yg dikatakan Andika. Tak mau ambil resiko, saya kenakan raincoat sebelum melanjutkan perjalanan. 5 menit berlalu dari puncak pertama kami tiba di Pasar Dieng, disini saya berembuk lagi dengan Andika dan Yudex mengenai rencana turun via Lawang, kami bersepakat jika sebelum maghrib dan tidak berkabut kami sudah bisa melewati hutan Lali Jiwo maka kami akan terus turun ke basecamp meski malam hari. Tetapi sebaliknya, jika menjelang maghrib kami masih belum melewati hutan itu maka kami akan membuat camp di pos terdekat. Di Pasar Dieng ini juga terdapat memorial monumen berbentuk makam. Ada 5 makam saat kami tiba disana. Sambil mengirim doa, saya sempat melihat ke arah puncak ketiga yg merupakan puncak tertinggi Gunung Arjuno 3339 mdpl yaitu Ogal Agil. Nampak jelas oleh saya 3 orang sedang berjalan turun menuju puncak kedua, dengan terbungkuk-bungkuk, berusaha menghindari hujan yg semakin deras.

Karena hujan dan angin serta kabut semakin menjadi saya pun meminta teman-teman yg lain untuk bergegas melanjutkan perjalanan. Menuju puncak kedua kami harus ekstra hati-hati sebab jalurnya curam berbatu, air hujan membuat kondisi lebih sulit karena licin. Jarak puncak kedua dengan Pasar Dieng hanya 10 menit saja, sedangkan jarak puncak tertinggi dengan puncak kedua juga tidak jauh beda. Saya berposisi sebagai leader, ketika tiba di puncak kedua saya berhenti, dengan menilik perbandingan jarak dan waktu tempuh serta jalur yg hanya ada satu SEHARUSNYA saya dan tim berpapasan dengan ketiga orang yg tadi saya lihat turun dari puncak tertinggi Ogal Agil, namun hingga beberapa menit saya tunggu dan lihat, tidak ada satu orangpun yg lewat. Bahkan saya mendapat jawaban mengejutkan saat saya tanya Ipul dan Septi yg memang berposisi di belakang saya, mereka berdua tidak melihat siapa-siapa sejak di Pasar Dieng. Lebih mengejutkan lagi, hanya empat orang dari tim kami yg melihat, sedangkan 7 lainnya mengatakan tidak ada siapa-siapa selain kami---memang pada hari kami mendaki tidak ada rombongan lain yg mendaki. Saya tidak mau terlalu banyak berdebat dan membahas, walau saya sangat penasaran---Hingga kami pulang, teka teki siapakah 3 orang itu, dari dan kemana mereka pergi tidak pernah terjawab. Akhirnya kami tiba juga di puncak Arjuno, puncak Ogal Agil 3339 mdpl. Dengan kondisi drop, susah payah dan sangat basah kedinginan. Alhamdulillah dalam banyak hambatan dan keterbatasan kami masih mampu menjejak puncak Arjuno. Satu-satunya puncak yg berhasil kami capai dari target 4 puncak. 


Karena kondisi cuaca dan fisik yg tidak memungkinkan akhirnya kami di paksa melewati satu malam lagi, di bawah bivak, di ketinggian sekitar 3100 mdpl. Disinilah banyak pelajaran sekaligus manfaat pengetahuan survival. Sebab, ilmu tentang survival lah yg menyelamatkan kami semua. Kelengkapan peralatan juga menjadi faktor penting lainnya, istilahnya "high safety hiking". Dini hari tanggal 1 April, butiran embun yg jatuh dari atap bivak membasahi kantong tidur kami. Butiran-butiran itu kami kumpulkan menggunakan gelas dan botol untuk melepas kering tenggorokan. Karena kritisnya air membuat kami harus sangat berhemat dan hati-hati. Sepanjang perjalanan turun pun, berkali-kali kami di "selamatkan" bekal ilmu survival, mulai dari mencari air dari batang ilalang, ceruk batu hingga mengumpulkan arbei hutan untuk pengisi perut---satu fakta yg jadi penghibur adalah baik di jalur Tretes atau Lawang, arbei hutan begitu berlimpah asalkan kita jeli mengamati. Lumayan sebagai pengganjal perut disaat lapar. Bahkan saat menuju pos Pondokan atau dari Pondokan menuju puncak Welirang banyak tersedia tumbuhan yg bisa di makan / di sayur, bentuknya seperti daun sawi, pohonnya setinggi 80-120 cm seperti pohon bunga matahari (maaf saya belum tahu namanya, tapi para penambang belerang banyak yg memetiknya untuk di jadikan sayur dan lauk makan). Jalur turun via Lawang ini salah satu yg ter ekstrim di Arjuno, curam, panjang dan terbuka. Boleh saya bilang ini jalur cocok untuk membuat pendaki menjadi stress karena terasa tak berujung.  Apalagi saat melintasi hutan Lali Jiwo yg terkenal "menyesatkan", diperlukan orientasi medan yg mencukupi untuk melewati vegetasi rimbun setinggi 1-3 meter itu, beruntung saat kami melintas kabut tidak turun, sebab kabut adalah momok pendaki saat melintas hutan Lali Jiwo selain aura mistisnya yg kental. Alhamdulillah pukul 15.00 kami semua tiba dengan selamat di pos Lawang, desa Gebug, Wonosari. Alhamdulillah juga walau kami mepet tiba di stasiun Malang---pukul 16.30, kereta berangkat pukul 17.00---kami semua tidak ada yg tertinggal jadwal. Sungguh, bagi saya, perjalanan menyusuri Arjuno dan Welirang adalah BAB PENUTUP yg luar biasa untuk kisah-kisah PENDAKIAN saya yg penuh makna dan pelajaran. Semoga menjadi kenangan abadi untuk saya hingga tua nanti dan bermanfaat bagi yg membacanya. Terima kasih untuk teman-teman yg sudah berjuang bersama sampai akhir. Semoga persahabatan kita langgeng dan bermanfaat. Amin YRA. Salam Lestari


Rangkuman Biaya :

1. Jakarta - Malang Rp.72.500 (KA. Matarmaja blm naik)

2. Malang - Jakarta Rp. 122.500 (KA. Matarmaja sudah naik)

3. Urunan Logistik Rp.50.000

4. Malang - Tretes Rp.35.000

5. Simaksi Rp.8500

6. Lawang (Desa Gebug) - Malang Stasiun Rp.30.000


Rangkuman Waktu Perjalanan :

1. Stasiun Malang - BC Tretes 2 jam

2. BC Tretes - Pos I 45-60 menit

3. Pos I - Pos II 3-4 jam

4. Pos II - Pos III 4-6 jam

5. Pos III - Alun2 Welirang 1,5-2 jam

6. Alun2 Welirang - Puncak 1 jam

7. Pos III- Lembah Kidang 20-40 menit

8. Lembah Kidang - Area Watu 30-40 menit

9. Area Watu - Watu Gedhe 1 jam

10. Watu Gedhe - Puncak I 1,5-2,5 jam

11. Puncak I - Puncak II 10-15 menit

12. Puncak II - Puncak III : 10-15 menit

13. Puncak III - (Lawang) Lali Jiwo 1,5 jam

14. Lali Jiwo - Pos Ngombes 1 jam

15. Pos Ngombes - Pos II Lawang 1,5-2 jam

16. Pos II - Pos I 1-1,5 jam

17. Pos I - Desa Gebug Wonosari 1-1,5 jam

18. Desa Gebug Wonosari - Stasiun Malang 1 jam.


Savana setelah Lembah Kidang, puncak yg runcing itulah puncak tertinggi Arjuno 3339 mdpl

Salah satu sumber air di pos II Kokopan

Packing u/ menuju pos III Pondokan

Pos I Pet Bocor

Sumber air lainnya di pos II Kokopan

Mengurus perijinan pendakian

Jalur awal dr basecamp...masih enak

Saya di depan pos perijinan jalur Tretes

Siap-siap menuju Tretes

Keril-keril Jumbo

Gerbong kereta serasa milik pribadi

Kelakuan Afri pas tidur di kereta

Suasana malam Tretes di lihat dr pos II

Pemandangan yg bakal bikin kangen

Sunrise dr lokasi bivak kami di lereng Arjuno
Semeru (paling kanan) menyapa kami di pagi itu

Berdesak-desakan dalam bivak, berlindung dr dingin yg dahsyat.

Puncak Arjuno Ogal Agil 3339 mdpl pukul 16.00 - 31-3-2015

Berdoa sejenak di Pasar Dieng, menghormati mereka yg telah berpulang lebih dulu (25 menit menjelang puncak Ogal Agil)

Dimana ada kesempatan, Afri pasti tiduran

Maak...ternyata naik gunung itu cape yak...

Ki-ka : Risky, Andika n Hendrik

Suasana pos Pondokan, inilah rumah-rumah semi permanen para penambang belerang. Puncak Welirang masih 3 jam dr sini.

Beres-beres di Pondokan sebelum muncak Arjuno

Bergaya sebelum menderita ( di stasiun Malang)

Naeknya Matarmaja, fotonya di Jayabaya....hoax...hihi

Gunung Kawi dan Panderman di barat daya bivak kami

Menikmati sore di alun-alun Welirang

Trek batu model gini harus kami jalani setidaknya selama 9 jam

Ada cinta di semak-semak....*sensor...:p...

Antara lelah, stress, lapar dan dingin menyatu....*otw puncak Welirang

Terbungkuk-bungkuk menapaki jalur area Watu Arjuno

Ngobrol sejenak dg penambang belerang yg sedang beristirahat

Garden Stone-nya Arjuno emang tiada duanya deh...ajiib.

Lukisan hidup sabana Arjuno...

Ngaso sejenak sebelum menyusuri Area Watu

Jalur menuju puncak pertama Arjuno

Luar biasa porter yg satu ini...Zafran in action

Tugu penanda puncak pertama Arjuno

Serasa di camp pengungsian....*nge-bivak di ketinggian ekstrim

Turun menuju Lawang dg pemandangan dahsyat di depan mata....*subhanallah

Termenung memandangi karya Allah SWT....dr kanan ke kiri : Semeru, Senduro, Argopuro n Raung

Seandainya tempat kaya gini adanya deket-deket rumah....:(




The Actors

Herdi

Hendrik

Ipul

Andika

Yudex

Iyan

Risky

Septi

Afri

Zafran

----- The End of Journey -----