Senin, 31 Agustus 2015

Tour Singkat 4 Gili di Lombok Timur

Selong, Rabu, 26 Agustus 2015 pukul 06.30.


Bersama Risky dan Wawan, saya sedang menikmati pagi di balai bambu depan asrama Unit SAR Lombok Timur. Asrama yang menjadi tempat transit kami selama bertualang di Lombok. Di temani kopi panas kami ngobrol santai. Tubuh sudah terasa lebih segar setelah tidur nyenyak sejak semalam. 

Ya, kemarin malam saya dan teman-teman baru saja turun dari pendakian Gunung Rinjani. Hari ini adalah hari terakhir kami di Lombok, rencananya kami ingin tour singkat ke beberapa pulau di Lombok Timur. 

Sebelumnya, kami bertujuan ke Gili Trawangan atau Senggigi, tapi setelah diberi informasi detail oleh teman-teman di Unit SAR, niat tersebut kami urungkan saja. Selesai sarapan serabi yang di bawakan bang Apip, kami segera menaiki pick up operasional Unit SAR dan berangkat menuju Gili Kondo. 

Pukul 9.00 kami berangkat. Sempat mampir di gerai serba ada untuk membeli keperluan "mantai", akhirnya kami tiba di tepi pantai pukul 10.30. Pantainya bersih sekali, dengan pasir putih yang lembut. Berdiri beberapa gasebu dari bambu, kosong. 

Siang itu hanya 3 gasebu yang ada aktivitasnya. Pos perijinan dan tiket perahu, Penyewaan pelampung dan snorkel serta tempat berkumpul para pemilik perahu wisata. Kami di pungut biaya Rp.55.000/org untuk berkunjung ke empat Gili. Perahu wisata ini muatan maksimalnya adalah 20 orang. Misalkan jumlah penumpang hanya sedikit, maka dikenakan biaya Rp.440.000/perahu. Tinggal nanti nominal tersebut di bagi dengan jumlah penumpangnya.

Saya sedikit heran dengan suasana di pantai ini, selain karena bersihnya juga karena suasananya yang sepi. Biasanya, dari pengalaman saya, kalau ada pantai semodel ini bisa di pastikan ramai dan banyak sampah. Di tambah pelayanan yang sangat ramah dari penjaga dan orang-orang yang ada di pantai, membuat saya semakin nyaman. 

Sebelum naik perahu saya menyewa snorkel dengan biaya Rp.25.000 dan pelampung Rp.10.000. Pukul 10.45 perahu mulai bergerak meninggalkan pantai. Perahu model cadik ini bergerak tenang sebab laut sedang tidak berombak dan surut siang itu. Tujuan kami yang pertama adalah Gili Petagan, sebuah gugusan hutan bakau yang teramat luas, hijau dan asri. Perahu berjalan pelan, dan semakin pelan saat mulai memasuki jalur di antara rimbunnya bakau. Dasar pantai yang berpasir lumpur terlihat jelas karena air yang sangat jernih. 

Dasar pantainya di penuhi oleh lamun. Saya jadi teringat jaman kuliah, ekosistem padang lamun merupakan bagian materi dari mata kuliah Biologi Laut, sedangkan bakau bagian dari Ekologi Perairan...hehe. Ya, intermezzo dikit, hutan bakau merupakan kunci kelestarian perairan pantai. Tempat-tempat dimana bakau masih banyak dan rapat menjamin keberlangsungan hidup biota-biota laut. 

Bisa di pastikan kualitas air lautnya bagus, ikannya pun banyak karena bakau juga berfungsi sebagai nursery ground bagi ikan-ikan, termasuk ikan karang. Fungsi lainnya adalah sebagai pelindung perairan dari ombak yang besar atau tsunami.


Karena air yang surut, di beberapa titik di antara hutan bakau, beberapa teman kami turun untuk mendorong lajunya perahu. Setelah berputar-putar di hutan bakau Gili Petagan, perahu menuju titik snorkeling. Saya pun segera mengenakan snorkel dan menceburkan diri, ya, ini memang bagian yang paling saya tunggu, menikmati keindahan bawah laut. 

Benar saja, terumbu dan ikan-ikan disini memang luar biasa indah---maklum referensi snorkeling saya masih kawasan Sumatra dan Jawa----terkagum-kagum saya dibuatnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup saya---lebay.com---bisa melihat ikan badut a.k.a Nemo bermain di sela-sela anemon, its really awesome ...saya betul-betul terpukau. 

Ikan-ikan lain seperti jenis-jenis Angel Fish hilir mudik disekitar saya. Bikin betah dan malas naik ke perahu. 30 menit lebih saya dan teman-teman snorkeling sebelum kami berpindah spot ke Gili Kapal. Gili Kapal ini adalah daratan pasir putih yang muncul jika air laut sedang surut. Tak ada peneduh disini, tapi pemandangannya bikin betah. Hamparan laut yang jernih berlatar perbukitan nun jauh di darat sana menambah ke-eksotis-an tempat ini. Disini Wawan memainkan drone yang dia bawa, jadilah kami merekam moment dengan drone.


Puas bermain di Gili Kapal, kami kemudian singgah di Gili Bidara dan Gili Kondo. Di Gili Bidara, terdapat dermaga kecil dan shelter untuk berteduh. Tetapi disini tidak ada vegetasi yang tinggi, meski pantainya berpasir putih bersih. Sedangkan di Gili Kondo banyak terdapat shelter dan vegetasi tinggi sehingga suasana terasa lebih sejuk. Sama seperti halnya Gili Bidara, Gili Kondo juga merupakan pulau tak berpenghuni. Sangat cocok untuk kegiatan kemping ceria, kita akan merasa sedang berada di pulau pribadi saat berkunjung kesini. 

Yang membuat saya bertambah heran, pengunjung tidak dipungut biaya sepeser pun saat kesini. Jadi membayar biaya perahu Rp.55.000/org sudah include masuk ke Gili-Gili yang ada. Seandainya saya masih punya waktu, mungkin saya tidak akan mau pulang hari ini. Keindahan alam pantai di Lombok Timur ini benar-benar fantastik, belum puas saya meng-eksplor-nya. 

Satu perbedaan mendasar antara pantai dan pulau Lombok Timur dan Barat adalah, di Lombok Timur pantai dan pulaunya benar-benar asri, alami serta jauh dari sentuhan modern. Di tambah tidak adanya hotel atau homestay di pinggirannya---menurut keterangan warga, di Lombok Timur memang sengaja di jaga dari pembangunan hotel atau homestay agar suasana alami tetap terjaga. 

Hal yang sebaliknya terjadi di Lombok Barat dimana Gili Trawangan atau Senggigi penuh dengan hotel atau homestay bahkan terkenal dengan kehidupan / hiburan malamnya. Well bagaimanapun tentu ingin berkunjung kemana itu masalah selera masing-masing, toh pantai dan pulau di Lombok memang two thumbs up. Kalau saya sih lebih suka dengan tempat yang masih alami dan sepi, seperti di Lombok Timur ini. 

Dan akhirnya, demi mengejar jadwal pesawat untuk kembali ke Jakarta, petualangan kami di Lombok terpaksa diakhiri. Meski masih sempat nyuri kesempatan untuk mampir ke pantai Kuta Lombok yang pasirnya seperti biji merica. Tunggu ya Next trip saya ke bagian yang lebih timur, saya yakin akan bertemu dengan pantai dan pulau yang jauh lebih indah. Targetnya sih Satonda, Moyo, Labuan Bajo dan Komodo.


Damn! I love Indonesia...
Negeriku surganya pecinta keindahan alam.

-----------The End-----------------


More Info :

- BB : 745565CE

- WA only : 08111181225

- e-mail : cliff.klie@gmail

Amazing view di Gili Kapal

Pantainya bersih banged

Wilco dorong perahu karena air surut

Beautiful underwater world

Memasuki hutan bakau Gili Petagan

Berlabuh di Gili Bidara

Kaya film The Island...hihi

Still underwater world

Pinggir pantai menuju Gili Kondo

Hepi-hepi di Gili Bidara

Subhanallah...speechless

Enjoy maksimal

Nge-gaya ala model

Saya dan Wilco di Gili Kondo

Pantai bersih kaya gini sudah jarang di P. Jawa

Kamis, 27 Agustus 2015

Ketika Penyesalan Adanya di Bukit ---Rinjani 3726mdpl---via Sembalun

Plawangan Sembalun

Terkadang, dalam pendakian dibawah kondisi cuaca yang tidak baik, seorang berfisik bagus sekalipun akan kesulitan untuk memutuskan antara harus terus berjalan atau kembali turun. Semua puncak tidak pernah beranjak, tapi kesempatan menjejaknya yang mungkin tidak akan berulang. Semua tentang niat dan tekad yang kuat. Disitu nyalimu di uji oleh batas diri sendiri. Pilihannya : Sekarang atau Nanti.

Plawangan Sembalun, 24/8/2015
#############################

Saya benar-benar nyaris pingsan siang itu. Panasnya sengatan matahari pukul 13.00 itu terasa membakar seluruh tubuh. Menatap tanjakan berkelok sepanjang 1 kilometer menjelang puncak membuat saya bimbang, terus naik atau balik badan dan turun. Langit biru dan bersih tak mampu mengusir letih dan payahnya fisik. Akhirnya saya putuskan untuk merebahkan diri saja di jalur berbatu pasir ini, tanpa alas, tanpa satupun peneduh, membiarkan milyaran garis cahaya bersentuhan dengan pakaian saya. Dengan menarik buff hingga menutup seluruh wajah, saya mulai berimajinasi sendiri, memutar balik rekaman perjalanan ini sedari awal.
------------------------------------

Setelah bersitegang dengan kenek Damri yang sedang membawa saya ke airport, akhirnya saya mengalah dengan membiarkan kenek itu menurunkan kami (saya, Wilco, Zafran dan Irfan) di Terminal 3 Soetta. Waktu menunjukkan pukul 7.30 saat kami berjalan menuju pelataran Terminal untuk bergabung dengan rekan-rekan yang lain. Sambil berbincang untuk mengakrabkan diri, saya meng-kolektif urunan untuk keperluan pendakian kami ke Rinjani nanti. 

Jadwal flight kami pukul 9.05 dengan Lion Air tujuan Lombok Praya, masih 1,5 jam lagi.
Kurang lebih pukul 8 saya mengajak teman-teman untuk boarding dan check in , dan di mulailah perjuangan panjang kami. Ketika petugas check in mengatakan bahwa pesawat kami berangkat dari Terminal 1A, seketika saya dan teman-teman menjadi panik. Sambil menggerutu teringat debat dengan kenek Damri yang sotoy yang sudah semena-mena menurunkan kami di Terminal 3---kami pun tergesa-gesa setengah berlari untuk naik free shuttle yang kebetulan sedang menunggu di depan Terminal. Jarak antara Terminal 3 dan 1 cukup jauh. Setelah 15 menit, akhirnya kami tiba di Terminal 1A dan langsung check in

Lagi-lagi kami di buat stress saat proses bagasi, tanpa perasaan dosa petugas bagasi mengatakan kami sudah tidak bisa masuk karena sudah terlambat boarding, sementara saya ngotot kami tidak terlambat---saat itu pukul 8.35---pesawat kami masih 30 menit lagi take off. Sepintar apapun berdebat tetap saja tidak mengubah keadaan, kami tetap tidak bisa masuk. Panik, lemas, marah campur jadi satu. Terbayang jadwal yang sudah kami susun berantakan semua. Sementara rekan kami yang menuju Lombok via jalur darat---Iyan, Ifenk dan Jaweng--- mengabarkan bahwa mereka telah tiba di Pelabuhan Lembar. Petugas Lion Air menawarkan kami solusi untuk re-schedule. Setelah berembuk sejenak---sambil tetap gondok--- kami menerima untuk di re-schedule, parahnya kami di re-schedule ke jadwal flight terakhir yaitu pukul 20.00 which is kami harus nunggu di airport selama lebih dari 12 jam!!!. We've no choice.

Saat saya mengurus tiket re-schedule, lagi-lagi saya di buat jengkel karena masih dikenakan extra charge sebesar Rp.250.000/org...huufft...dan kami pun terpaksa mengikuti saja. Menunggu memang pekerjaan yg membosankan, dan demi sedikit mengurangi bosan, kami masing-masing beraktivitas sendiri-sendiri untuk menghalau jenuh.
Singkatnya,---mencegah terulangnya kejadian pagi tadi--- pukul 18.30 kami melakukan check in plus boarding. Berulang kali saya berkoordinasi dengan 3 teman yang sudah lebih dulu tiba tentang langkah-langkah kami selanjutnya. Saya juga terus komunikasi via HP dengan teman saya---bang Apip--- yang menjadi tuan rumah di Lombok.
 
Tepat pukul 20.00 pesawat kami take off menuju Lombok. Perkiraan kami tiba pukul 22.40 WITA. Alhamdulillah cuaca cerah sehingga kami landing tepat waktu. Airport sudah sepi saat kami menunggu bagasi, maklum saja namanya juga flight terakhir. Di luar sana para sopir dan calo berebut menawarkan jasanya. Sesuai arahan bang Apip, kami keluar menuju parkiran dimana bus Damri tujuan Selong Lombok Timur sudah menunggu. Jika tidak melalui bantuan bang Apip mungkin kami harus bermalam di airport atau menyewa kendaraan yang lebih mahal sebab jadwal bus Damri tidak sampai selarut ini. Perjalanan menuju Selong kurang lebih 1,5 jam. Selesai menyusun keril, kami pun duduk manis dan tertidur sementara bus melaju membelah jalanan malam yang sepi. 

Kami terbangun saat bus terasa mengerem sehingga membuat tubuh kami terdorong ke depan. Sambil melangkah malas kami pun turun dari bus seraya membawa keril-keril. Rupanya kedatangan kami sudah di tunggu oleh teman bang Apip yg membawa mobil bak terbuka milik unit SAR Lombok Timur. Kami pun berpindah dari bus Damri ke bak terbuka. Hanya 10 menit saja jarak terminal Selong dengan markas SAR yang menjadi tempat transit dan bermalam kami selama di Lombok. Jam sudah menunjukkan pukul 1.00 dini hari. 

Hari ini hari minggu, menjadi awal hari bagi perjalanan panjang kami. Setelah berbasa basi sebentar dengan tuan rumah, saya mengumpulkan seluruh anggota tim untuk briefing singkat untuk pembagian tugas, rencana perjalanan dan manajemen pendakian. Akhirnya di sepakati kami akan menyewa seorang porter untuk meringankan pendakian. Pukul 2.00 saya pun tidur, yah, walau bagaimana kondisi fisik tetap harus di jaga.

Pukul 5.30 kami semua sudah bangun dan bersiap. Setelah menyusun keril di mobil kami pun meluncur menuju basecamp pendakian di Sembalun. Jalanan menuju Sembalun melewati perbukitan yg kesannya gersang. Sempat juga kami melintasi jalanan dengan tanjakan curam yg di apit hutan lebat di kanan kirinya. Kami pun sempat harus turun agar mobil yang kami tumpangi bisa melaju melewati tanjakan. 

Setelah menempuh perjalanan selama 1,5 jam, kami pun tiba di basecamp pendakian Sembalun. Saya mengurus registrasi dan membayar biaya pendakian sebesar Rp.5.000/hari/org. Dari basecamp kami melanjutkan perjalanan lagi ke arah utara untuk mencapai titik awal pendakian. Jarak dari basecamp ke titik awal kami akan mendaki kira-kira 2-3 kilometer. Sambil membongkar barang dari mobil kami membeli perlengkapan dan perbekalan yang masih kurang di warung sekitar. Dan seusai berdoa bersama, tepat pukul 11.45 kami memulai langkah untuk mendaki.

Trail 1 : Basecamp Sembalun - Pos 1

Pos I

Saya berjalan di depan, bersama Zafran, Cacing dan porter kami yang bernama pak Huda. Udara yang luar biasa panas beserta debu tebal langsung menyambut kami. Menurut pak Huda, sudah 5 bulan hujan belum turun di Sembalun...hmmm...bisa di bayangkan seperti apa tebalnya debu dan panasnya matahari. Dari keterangan penduduk sekitar juga saya ketahui waktu "normal" untuk menempuh jarak antara Sembalun ke Pos I adalah 2 jam. Menyusuri jalur berdebu yang panas seperti ini saya teringat saat mendaki Argopuro. Kondisi yang sama, saat kami menuju Pos Mata Air 1. Bedanya di Argopuro kami masih bisa menemukan beberapa pohon untuk bersembunyi dari panas. Di Rinjani ini 45 menit awal tidak ada pohon yang bisa kami jadikan tempat berlindung.


Setelah 50-60 menit kami masuk area hutan yang tidak lebat. Suasana sejuk langsung terasa. Sayang hutan tersebut hanya berjarak sebentar saja, tidak lebih dari 20 menit, kami kembali berhadapan dengan area terbuka, padang savana yang panas tak berangin. Sebelum mulai bertempur lagi dengan panas, saya putuskan untuk break di pinggiran hutan untuk makan siang dan shalat dzuhur sekaligus menunggu teman-teman yang lain yang masih berada di belakang. 

Kurang lebih 40 menit saya berada di tempat ini sebelum akhirnya saya putuskan untuk kembali melanjutkan pendakian. Di selatan nampak utuh Rinjani berdiri gagah, seolah menanti kedatangan kami. Pelan tapi pasti saya dan teman-teman mulai melangkahkan kaki, masih di bawah terik matahari. Pukul 14.15, setelah melewati 3 jembatan, saya tiba di Pos I. Saat itu di posisi terdepan adalah saya, Zafran, Cacing, Wilco dan porter. Di Pos I ini tidak terdapat air. Di sebelah barat terlihat jelas Pos II. Asalkan tidak turun kabut, setiap pendaki bisa melihat jelas ke segala arah, termasuk Pos-pos yang ada karena Rinjani jalur Sembalun adalah jalur terbuka yang hampir tidak ada vegetasi tinggi, setidaknya hingga lepas Pos 3 Ekstra. 

Trail 2 : Pos 2 - Pos 3
Tidak berlama-lama berhenti di Pos I, saya mengajak Zafran untuk melanjutkan perjalanan menuju Pos II. Dan sekitar pukul 15.00, setelah 45 menit berjalan, kami tiba di Pos 2. Di Pos 2 ini terdapat sumber air dengan aliran yang kecil di sebelah kiri jalur, turun dari jembatan melalui jalan kecil. Di Pos 2 saya beristirahat cukup lama sambil ngobrol dengan 3 turis asal Ukraina. Jarak antara Pos 2 dan Pos 3 "normalnya" hanya 1 jam---pada prakteknya saya dan Zafran bisa menempuh dalam waktu 40 menit--- dan jika letaknya tidak di lembah pasti akan terlihat jelas dari Pos 2. 

Porter kami menunjuk cekungan lembahan di antara punggungan besar, seraya mengatakan di situlah letak Plawangan Sembalun, tempat kami akan bermalam dan membuka tenda. Sejak awal memang saya menekankan pada teman-teman bahwa target tempat camp di hari pertama adalah Plawangan Sembalun. Selambat apapun, selelah apapun dan selarut apapun target camp tetap disana. 

Trail 3 : Pos 3 - Pos 3 Ekstra
Pos 3

Di Pos 3 ini tidak terdapat sumber air. Areanya cukup luas dan terlindung sebab posisinya di lembahan, mirip Goa Walet di Ciremai tapi jauh lebih luas. Banyak juga monyet-monyet yang bermain dan mengais makanan dari sampah yang di tinggalkan pendaki. Zafran mengeluhkan kedua kakinya yang ototnya tertarik. Satu persatu anggota tim tiba menyusul kami di Pos 3. Seluruh tim dalam kondisi payah. Panas yang membakar telah meruntuhkan 75% kekuatan fisik mayoritas dari kami.

Pukul 17.00, saya kembali melanjutkan perjalanan, kali ini saya mendaki dengan dobel keril, satu di punggung, satu di dada. Ini di akibatkan kondisi Herdi yang drop. Padahal saya tau, setelah Pos 3 inilah pendakian yang sesungguhnya di mulai. Jalur selepas Pos 3 konturnya terus menanjak, hanya sedikit bonus jalan datar. Porter kami meminta saya nanti untuk rehat di Pos 3 Ekstra. 

Menjelang Pos 3 Ekstra Zafran tumbang, memaksa saya untuk membawa keril dobel sendirian. Tepat maghrib, pukul 18.00, saya, Ifenk, Zafran, porter, Marhas dan Jaweng tiba di Pos 3 Ekstra. Perut mulai ber-orkestra karena lapar, sementara udara dingin mulai menusuk, menembus jaket running yang saya pakai. Untuk mengganjal, kami makan biskuit dan coklat. Posisi Pos 3 Ekstra ini adalah di bukit yang kedua dari rangkaian 5 bukit terakhir sebelum Plawangan Sembalun, yang populer dengan julukan Bukit Penyesalan. Ya, akhirnya di Rinjani-lah saya menemukan fakta, bahwa tidak selalu yang namanya penyesalan itu adanya di akhir, sebab di Rinjani, penyesalan itu adanya di bukit...hehe...garing. 

Trail 4 : Pos 3 Ekstra - Plawangan Sembalun
Pukul 18.30, saat akan mulai melanjutkan perjalanan, saya menduga Plawangan pasti tinggal 1-1,5 jam lagi. Bersama-sama dengan porter, saya mulai berjalan, di ikuti Zafran dengan langkah yang lambat. Menapaki bukit ketiga ini saya semakin kepayahan, setiap 10 langkah saya pasti berhenti untuk mengumpulkan tenaga, begitu terus hingga ujung bukit ke-empat. 

Benar-benar mendatangkan penyesalan mendaki dengan dobel keril di bukit-bukit ini. Belum lagi debu yang beterbangan ditiup angin lembah. Saya sempat berpapasan dengan Wawan yang sedang rehat di kanan jalur, di bukit keempat. Dia sedang membalur kakinya dengan krim otot agar otot yang tertarik lebih lemas. Setelah memastikan Wawan bisa melanjutkan perjalanan sendiri, saya pun kembali melangkahkan kaki menyusuri tanjakan demi tanjakan. 

Tepat disaat saya sudah kehabisan tenaga, Cacing datang dan menawarkan diri untuk bergantian membawa keril yang saya bawa. Plawangan tinggal 1 bukit lagi, dan dengan senang hati saya terima tawaran Cacing. Setelah melepas satu keril, langkah saya menjadi lebih ringan dan pukul 21.00 saya, Zafran, Ifenk, Marhas dan porter tiba di Plawangan Sembalun. Porter sempat menyarankan agar kami membuat camp di Plawangan 2 yang letaknya 1 kilometer ke arah kiri atas dekat sumber air dan jalur untuk summit. Di Plawangan ini memang terdapat sumber air yang berlimpah. Sementara di bawah sana nampak permukaan air Segara Anak memantulkan cahaya bulan. Malam ini cerah tidak berkabut, angin cukup kencang dan langit penuh bintang. 

Setelah mempertimbangkan matang-matang, saya memutuskan untuk tetap mendirikan camp disini karena banyak anggota tim yang kondisinya drop. Tentu akan sangat sulit untuk menambah jarak tempuh bagi tubuh yang sudah drop, meski itu hanya 1 kilometer. Kami berbagi tugas, saya dan teman yang lain membangun tenda sementara porter mengambil air. 

Membangun 4 tenda dan 1 bivak di bawah hantaman angin dingin berdebu cukup menyulitkan. Tenggorokan dan bibir pun terasa sangat kering. Setelah tempat berlindung kami selesai di buat, saya dan Zafran segera masuk ke dalam bivak untuk beristirahat. Saya, Zafran dan Iyan memang sudah merencanakan untuk mencoba ber-bivak dalam pendakian ini. Satu persatu anggota tim bermunculan di Plawangan dan langsung masuk ke dalam tenda yang sudah tersedia. Anggota tim yang terakhir tiba pukul 23.00. Saya sudah terlalu lelah, hingga tak terlalu menghiraukan tawaran Ifenk yg membawakan makan malam. Pun begitu dengan Zafran yang terlelap pulas disebelah saya.

Senin, 24 Agustus 2015, pagi yang cerah dan sedikit berangin. Perut yang lapar memaksa saya beranjak bangun. Seluruh keperluan memasak ada di depan tenda yang di tempati porter. Marhas keluar tenda saat saya sedang mencari bahan makanan untuk di masak. Agar tidak terlalu lama akhirnya diputuskan untuk memasak mie instant campur telur saja. 5 menit kemudian saya pun sudah menikmati sarapan setelah terakhir makan kemarin siang. Sambil makan saya menginformasikan pada tim, bagi yang ingin summit agar bersiap maksimal pukul 9 nanti.

Belum genap pukul 8, matahari sudah begitu terik. Dan bisa di pastikan perjalanan summit kami akan bermandi peluh lagi seperti kemarin. Seperti biasa, sebelum memulai perjalanan kami berdoa bersama agar selalu di beri kelancaran dan keselamatan. Dan tepat pukul 9.00 kami mulai bergerak untuk summit. Dari lokasi tenda kami diperlukan waktu 15 menit untuk menuju titik awal jalur menanjak yang akan membawa kami mencapai punggungan pertama. Jalur menuju titik awal (Plawangan 2) relatif landai dan mudah di lewati, apalagi kali ini kami tidak membawa beban berat.

Setelah melewati area camp terakhir di Plawangan 2, mulai kami berhadapan dengan jalur menanjak lurus yang penuh debu dan pasir. Sedikit mirip dengan jalur pendakian Semeru. Di posisi depan adalah Ifenk, Cacing, saya, Zafran, Irfan, dan Marhas. Di belakang saya terlihat Jaweng, Herdi, Iyan, Gatot, Wawan, Rendi, Aya, Wilco dan Risky.
Saya malas harus menapaki jalur berpasir sebab sangat menguras tenaga, jadi saya memilih menapaki setapak yang debunya sangat tebal. Tak apalah berundak, yang penting tidak melewati pasir. Masing-masing, termasuk saya, menutup rapat seluruh tubuh dengan sarung tangan, penutup kepala dan wajah sehingga hanya mata bagian tubuh yang tidak tertutup.

Pukul 10.00 saya dan anggota tim terdepan sudah mencapai puncak punggungan yang pertama. Kami beristirahat sejenak, menikmati suasana. Melihat ke arah kiri, ke arah jalur yang akan kami lewati selanjutnya, nun jauh Puncak Rinjani nampak menusuk langit.

Perlahan tapi pasti tim terdepan mulai terpecah, Zafran, Irfan dan Marhas tertinggal di belakang saya, Ifenk dan Cacing. Panas yang semakin menjadi membuat saya sakit kepala. Padahal angin dingin yang kering terus bertiup. 2 kilometer terakhir memang sudah tidak ada vegetasi yang bisa kami jadikan tempat berlindung. Sebenarnya jalur pun jauh lebih landai jika di banding jalur menuju puncak Semeru atau Kerinci, tapi karena perjalanan summit kami ini siang hari, membuat fisik kami terkuras habis dan terasa jauh lebih berat. Sampai pukul 12.30 saya sudah 2 kali merebahkan badan di cekungan batu untuk menghindari panas. Bayangan batu selalu saya gunakan untuk berteduh sejenak.

Pukul 12.45 saya berhadapan dengan tanjakan panjang terakhir, mungkin panjangnya 700-800 meter dan sedikit berkelok ke kanan. Puncak Dewi Anjani ada di ujung tanjakan itu. Inilah bagian terberat dan tersulit dalam mencapai summit. Dengan sisa-sisa tenaga saya mulai melangkahkan kaki. Belum genap seratus langkah saya sudah kepayahan. Mata saya sibuk mencari cekungan batu yang bisa saya jadikan tempat berlindung tapi sia-sia. Di tanjakan terakhir ini hampir tidak ada batu besar yang bisa di jadikan tempat sembunyi dari panas. 

Nyaris putus asa saya sebelum akhirnya mata saya melihat ada batu memanjang dengan tinggi tidak lebih dari 60 centimeter, sedikit cekung sehingga menciptakan bayangan gelap teduh  selebar 30cm kira-kira 25 meter di depan saya. Tak menunggu lama, saya segera melangkah menuju batu itu. Meski hanya 25 meter dari tempat saya berdiri pada kenyataannya untuk menuju kesana diperlukan perjuangan yang tidak mudah. Saya hanya mampu berjalan per lima langkah saja. Saya langsung membaringkan tubuh di bayangan teduh batu itu, tapi sayang hanya kepala dan pundak saya yang tertutup bayangan teduhnya, sedangkan badan hingga kaki tetap berada di bawah terik matahari. 

Kepala saya semakin sakit, di tambah perut yang mual. Tak lama Ifenk datang menyusul dan berbaring di atas batu yang saya jadikan tempat berteduh itu. Sedikit bergumam, dia pun mengatakan entah akan sanggup mencapai puncak atau tidak. Saya tidak menghiraukan, sebab pada akhirnya dia mampu mencapai puncak jauh di depan saya. Angin dingin kering yang berhembus membuat badan saya semakin malas bergerak. Perut mual dan air yang tersisa sedikit membuat saya berpikir untuk "balik badan" dan turun saja. Tapi, ego saya menahan dan tetap menyemangati, sudah jauh-jauh kesini, sedikit lagi puncak...ayo jalan terus.

Demi Puncak Rinjani, kali ini saya memaksakan diri, tapi baru saja saya berdiri, rasa mual yang sudah tidak tertahan membuat saya muntah-muntah beberapa kali. Tak ada yang keluar selain air, menandakan perut saya benar-benar kosong. Setelah muntah, tubuh terasa lebih ringan. Saya segera minum obat masuk angin dan bergegas melangkah lagi. Kali ini saya konstan melangkah, setiap 20 langkah berhenti. Dengan pola seperti itu tubuh saya mampu beradaptasi dengan lebih baik.
 
Akhirnya tepat pukul 14.00 saya berhasil menggapai puncak Dewi Anjani 3726 mdpl, puncak tertinggi tanah Nusa Tenggara, tanah seribu masjid. Alhamdulillah...Allahu Akbar.
Tak lebih dari 10 menit saya berdiri di puncak, hanya mengambil beberapa foto saja lalu kembali turun. Saat saya sedang beristirahat beberapa meter di bawah puncak, berturut-turut muncul Iyan, Wilco dan Irfan. Dan rupanya hanya kami berenam yang berhasil summit dalam pendakian ini. Teman-teman yang lain memilih balik badan dan turun kembali. Setelah cukup beristirahat saya pun bergegas turun menuju camp kami di Plawangan.

-----------The End-------------

More Info :
- BB : 745565CE
- WA only : 08111181225
- e-mail : cliff.klie@gmail.com

Rute Rinjani :
BC Sembalun 1100 mdpl
Pos 1 1300 mdpl
Pos 2 1500 mdpl
Pos 3 1800 mdpl
Pos Plawangan 2700 mdpl
Puncak 3726 mdpl
------------------------------------

Waktu Tempuh : 

BC Sembalun - Pos 1 = 1,5 - 2 jam
Pos 1 - Pos 2 = 45-70 menit
Pos 2 - Pos 3 = 40-70 menit
Pos 3 - Pos 3 Ekstra = 40-60 menit
Pos 3 Ekstra-Plawangan = 1,5-2,5 jam
Plawangan - Puncak = 3-5 jam
Plawangan - Segara Anak = 2,5-3,5 jam
Segara Anak-Plawangan Senaru = 3jam 
Plawangan Senaru-Pos 3 = 2 jam
Pos 3 - Pos 2 = 2 jam
Pos 2 - Pos 1 Ekstra = 1 jam
Pos 1 Ekstra - Pos 1 = 1 jam
Pos 1 - BC Senaru = 1 jam
------------------------------------

Itinerary / Rundown yg Ideal

H1:
07.00-          : start nanjak
07.00-09.00: Otw Pos 1
09.00-09.15: break
09.15-10.15: Otw Pos 2
10.15-10.30: break + isi air
10.30-11.30: Otw Pos 3
11.30-12.30: break + ishoma
12.30-13.30: Otw Pos 3 Ekstra
13.30-16.00: Otw Plawangan
16.00-24.00: istirahat + camp

H2
24.00-01.00: Persiapan summit
01.00-05.00: Start summit
05.00-06.30: Enjoy summit
06.30-09.00: Turun ke Plawangan
09.00-11.00: Sarapan + Packing
11.00-15.00: Otw Segara Anak
15.00-08.00: Enjoy Segara Anak

H3
06.00-08.00: sarapan + packing
08.00-11.00: Otw Plawangan Senaru
11.00-12.00: Ishoma
12.00-19.00: Otw BC Senaru
19.00-06.00: Camp di BC Senaru atau Opsional.
---------------------------------------

Akses ke Rinjani

A. Jalur Darat (Start Jakarta Ps.Senen)
H1:
11.30-20.00 : Otw Yogyakarta Lempuyangan dg KA.Bengawan
20.00-07.00: Transit Yogya

H2:
07.00-07.20: Boarding
07.20-21.00: Otw Banyuwangi dg KA.Sritanjung
21.00-21.30: Otw Pelabuhan Ketapang
21.30-23.00: Otw Gilimanuk
23.00-04.00: Otw Padangbai

H3
04.00-08.00: Otw Pelabuhan Lembar
08.00-09.30: Otw Mandalika
09.30-11.30: Otw Aikmel
11.30-12.30: Otw Sembalun

B. Jalur Udara (start Soetta)
H1 :
07.30-09.00: Check in and Boarding
09.05-11.40: on Flight to Lombok
11.40-12.30: Bongkar bagasi
12.30-14.00: Otw Selong dg Damri
14.00-16.00: Otw Sembalun
---------------------------------------

The Pict

Alhamdulillah...nyampe juga di atap Nusa Tenggara. 24/8/15

Di Depan Kantor Taman Nasional Gunung Rinjani resor Sembalun. 23/8/15

Pagi, beberapa saat sebelum menuju Sembalun. 23/8/15
Berfoto di setiap venue khusus adalah wajib hukumnya...he. 22/8/15

Check in dulu bro....22/8/15


Sunrise pagi itu...

Antara aku dan Puncak Anjani


Trek awal menuju puncak selepas Plawangan.

Puncak masih 2-3 jam lagi dari posisi foto ini di ambil.

Teriknya matahari siang itu. Menuju Pos II

Menikmati sunrise

Tuh, monyet aja neduh saking ga tahan dengan teriknya matahari...hehe...

Camp pengungsian...eh, transit kami di Lombok Timur.

Terlantar 12 jam di airport...

Nunggu jadwal flight di airport

Ini nih bukit penyesalan yang kelima, yang terakhir sebelum sampai Plawangan Sembalun. Foto di ambil dari Plawangan.

Foto keluarga sebelum pulang

Jalur menuju sumber air di Plawangan

Sunrise yang eksotik

Di ujung deretan tenda itulah jalur menuju puncak Rinjani

Enjoy the morning light

Maha Besar Allah dengan ciptaanNya


Jam 5.30...lagi dingin-dinginnya

Boys band gagal...hehe

Malam hari di Plawangan Sembalun

Gini nih jalurnya 1 jam menjelang puncak

Bikin kangen

Jangan summit siang-siang kalau ga mau tepar

Neduh di satu-satunya pohon yang bisa di pake neduh pas mau muncak

Tuh, beneran satu-satunya pohon kan?

Menuju puncak punggungan pertama dari Plawangan menuju puncak Rinjani

Lokasi camp terakhir di Plawangan 2. Di ujung itu jalur menuju puncak punggungan yang pertama

Bikin adem mata

Ojeg juga tersedia untuk yang berduit, dari BC ke Pos II, sekitar 250-300k.

View dari pertengahan perbukitan sebelum BC Sembalun

Menuju Pos I, ga ada tempat neduh

Istirahat dulu di Puncak Bukit, kasian mobilnya.

Jalur awal pendakian

Udah panas full debu pula. Otw Pos I

Panasnya bikin klenger...

Sunrise lagi

Sunset di Plawangan

Porter-porter Rinjani

Pantai awan di Plawangan...what a wonderful world

Menyusun keril-keril sebelum menuju basecamp pendakian

Mosaik yang indah

Saya bersama porter kami, Pak Huda.

Warna warni tenda di Plawangan.