Selasa, 03 Juni 2014

Catatan Kecil dari 3676 mdpl



Mahameru 3676 mdpl
 
Minggu terakhir di bulan Mei, Sabtu siang itu gerbong 6 KA Gaya Baru Malam Selatan dipenuhi ratusan pendaki lengkap dengan "senjata" wajibnya yaitu keril-keril besar beraneka tipe dan merk. Hiruk pikuk di dalam gerbong membuat udara terasa panas, sampai-sampai hembusan udara dari AC yang di stel pada suhu 17°C tidak mampu menghilangkan butiran peluh yang membasahi sebagian pakaian. Duduk di jejeran bangku tengah rombongan kami yang terdiri dari saya Kukuh, Jokaw, Risky, Taufiq, Bisri, Iwan, dan Reza. 

KA yang kami tumpangi ini tujuan akhirnya adalah Stasiun Surabaya Gubeng. Dengan harga tiket Rp.55.000,- / orang, tertera jadwal tiba di tujuan pukul 1.50 dini hari. Bagi saya pribadi dan Jokaw bepergian dengan KA jarak jauh bukanlah hal baru, tetapi tidak bagi 5 rekan kami yang lain.
Satu jam sebelum KA yang kami tumpangi ini tertahan di Stasiun Tambun, dari kami bertujuh hanya saya dan Jokaw yang sudah saling kenal. Reza dan Taufiq berasal dari Kalimantan, Risky dari Jakarta sedangkan Iwan dan Bisri dari Pekalongan. Awalnya memang agak kaku untuk saling mendekatkan diri, tapi kesamaan tujuan mencairkan suasana.

Kami bertujuh memang punya satu tujuan yang sama yaitu berpetualang ala backpacker untuk mendaki gunung Semeru dan menyusuri eksotisme hutan dan pantai di Pulau Sempu. Rencana ini sudah saya susun sejak 3 bulan sebelumnya. Awalnya, meeting point yang di sepakati adalah Stasiun Pasar Senen tanggal 24 Mei 2014, tapi berhubung kami kehabisan tiket KA Matarmaja tujuan akhir Malang akhirnya kami berubah haluan berkumpul di Stasiun Jakarta Kota dengan tanggal yang sama. 

Cukup lama KA yang kami tumpangi ini tertahan di StasiunTambun, nyaris 1 jam dan imbasnya jelas, kami terlambat tiba dari jadwal yang seharusnya. Saat kami turun di peron Stasiun Surabaya Gubeng, jam yang tergantung di sudut stasiun menunjukkan pukul 3.45, kereta telat lebih dari 1,5 jam!!. Kami bergegas menuju pintu keluar lalu kembali masuk ke dalam stasiun untuk membeli tiket KA tujuan Malang.

Saya mengantri tiket sementara yang lain beristirahat. Alangkah kecewanya saya saat mengetahui tiket KA Penataran dengan jadwal keberangkatan pukul 5.00 sudah sold out. Dan dengan berat hati saya terpaksa membeli tiket untuk keberangkatan pukul 7.20 dengan harga tiket 25rb/orang, masih dengan nama kereta yang sama, hanya saja di tambah label Ekspress. Dalam pikiran saya saat itu yang penting kami tetap bisa tiba di Malang. Jadwal-jadwal yang sudah saya buatpun jadi agak berantakan dan mau tidak mau harus dibuat plan B sebagai alternatif. 

Sambil menunggu kereta kami pun meluruskan badan yang pegal, beralaskan lantai stasiun tidak mengurangi kenyamanan kami untuk tidur-tidur ayam. Udara subuh di Surabaya hari ini sama sekali tidak dingin bahkan cenderung membuat gerah...entah dengan hari yang lain atau bagi rekan yang lain, yang jelas saya merasa sedikit kepanasan.
Tepat jam 7.20 KA Penataran Ekspress yang kami tumpangi mulai bergerak menuju Malang. Di gerbong tempat kami duduk bergabung pula sekitar seratusan pendaki lain yang senasib seperti kami, harus memutar via Surabaya untuk menuju Malang. Saya mencoba untuk tidur tapi sepertinya mata enggan melewatkan pemandangan indah di luar sana. Hamparan sawah dan pepohonan seakan menjadi alas kaki bagi si kembar Arjuno Welirang ataupun Penanggungan. Nun jauh nampak pula pucuk Semeru mengeluarkan asap wedhus gembel.

Reza, Saya, Bisri, Taufiq dan Iwan (25/5/14)

Setelah 2,5 jam perjalanan akhirnya kami tiba di Stasiun Malang, tak lupa kami menyempatkan diri berfoto-foto sejenak. Kemudian saya menelpon Yudex, yang bernama asli Yudha, seorang rekan yang asli warga Malang dan akan ikut bergabung bersama kami berpetualang. Sambil menunggu Yudex saya mengambil form isian untuk memesan tiket kereta jurusan Malang - Surabaya. Karena KA Kertajaya yang akan kami tumpangi untuk pulang berangkat dari Stasiun Surabaya Pasar Turi. Ya, belajar dari pengalaman subuh tadi saat kehabisan tiket untuk jam keberangkatan yang di inginkan, saya bergegas memesan tiket untuk kami pulang tanggal 31 Mei. Tapi lagi-lagi saya kehabisan tiket untuk keberangkatan jam 9 pagi, ada opsi keberangkatan lebih pagi, pukul 7, tapi non seat dan akhirnya agar mendapat tempat duduk saya putuskan membeli tiket KA Tumapel dari Blitar dengan jam keberangkatan pukul 4.20, harga tiket tertera empat ribu rupiah...well...murah ternyata.

Jam di tangan saya menunjukkan pukul 10.30 saat Yudex datang menemui kami di stasiun. Saya pun mengenalkan dia dengan rekan-rekan yang lain. Yudex masih berpenampilan sama seperti awal saya kenal, kurus dengan janggut model kambing jawa...hehe..piss bro. Yup, Saya pertama kenal Yudex saat mendaki Semeru juga bulan Desember 2013, lelaki yang ramah dan humoris, menyenangkan-lah pokoknya. Setelah berbicara sejenak, kami sepakat bertemu di Tumpang pukul 13.00 karena Yudex masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya.

Untuk efisiensi tenaga, setelah melengkapi berkas-berkas yang di perlukan untuk pendaftaran masuk TNBTS seperti Surat Keterangan Sehat, fotokopi KTP dan materai kami mencarter angkot. Ongkosnya deal Rp.120.000,- untuk kami bertujuh. Jika tidak men-carter, untuk menuju Tumpang kami harus 2 kali berganti angkot dengan biaya yang kurang lebih sama saja.
Akhirnya pukul 12.00 kami tiba di Tumpang, tepatnya di rumah Pak Mun kenalan saya. Kami di sambut oleh Gofur putra pak Mun. Kebetulan Pak Mun sedang narik saat kami datang. Pak Mun ini memang supir Jeep angkutan bagi para pendaki atau pengunjung TNBTS. Rumah beliau yang terletak di Jalan Raya Tulus Ayu masih sama dari waktu terakhir saya dan Jokaw kunjungi, sederhana namun penuh kehangatan. Karena rencana awal menuju Ranupani sudah jauh terlambat akhirnya saya mem-briefing rekan-rekan untuk prepare pendakian malam hari. 

Saya jadwalkan kami meluncur ke Ranupani pukul 15.00 dari Tumpang.
Masih ada waktu 3 jam, kamipun membagi tugas, saya, Iwan dan Taufiq berbelanja logistik ke Pasar Tumpang sedangkan rekan yang lain mempersiapkan dan mengecek peralatan. 
Tumpang adalah kota kecil terakhir yang akan ditemui para calon pendaki atau pengunjung TNBTS, bisa dibilang Tumpang ini adalah kota transit. Para pendaki biasanya melengkapi segala keperluan sebelum mendaki disini, karena ada pasar yang cukup lengkap. Bahkan ada pula gerai peralatan outdoor. Saat kami berbelanja keperluan pendakian suasana di Tumpang nampak ramai sekali oleh lalu lalang pendaki yang sedang mempersiapkan diri. Selang 1,5 jam kemudian team pasar selesai menunaikan tugas belanja dan kembali ke rumah pak Mun dengan menumpang delman.
 Yudex masih belum muncul padahal sudah pukul 14.00 lebih. Bahkan hingga Jeep pak Mun datang, Yudex masih belum muncul. Saya pun agak merasa waswas. 

Akhirnya Yudex datang pukul 15.00. Segera kami kemas keril-keril dan susun di atas Jeep. Kami titipkan beberapa peralatan yang belum akan kami pakai di kamar Gofur. Tepat pukul 15.30 kami berangkat menuju Ranupani.
Cuaca yang cukup bersahabat menemani kami dalam perjalanan. Yudex dan Jokaw duduk di depan, sisanya di belakang, terbuka dan berdiri. 30 menit Jeep berjalan kami disuguhi pemandangan khas pegunungan...lintasan jalan yang hanya pas untuk 2 lajur mengharuskan sopir selalu berhati-hati. Kanan kiri jalan sebelum pertigaan Njemplang masih di dominasi rumah-rumah penduduk dan kebun-kebun apel khas Malang. Kabut lumayan tebal tapi belum mengganggu perjalanan. Tepat beberapa meter sebelum pertigaan Njemplang Pak Mun menepikan Jeep, memberikan kami kesempatan untuk berfoto-foto dengan background bukit teletubbies. Segera saja kami semua turun dan berfoto ria. Setelah 15 menit kami pun melanjutkan perjalanan. 

Jalanan pasca Njemplang agak rusak dan konturnya semakin curam. Agak ngeri juga kami di buatnya. Untuk saya pribadi walau sudah beberapa kali ke Semeru (ini kedatangan saya yang kelima) dan melewati jalur ini tetap saja ga mengurangi rasa khawatir akan keselamatan diri. Selama perjalanan kami melewati 2 buah air terjun, yaitu Coban Pelangi dan Coban Trisula dan 1 desa wisata yaitu Ngadas. 

Matahari sudah hilang dari pandangan saat kami tiba di pos Ranupani, jam di tangan menunjukkan pukul 17.15. Saya amati ada yang sedikit berubah dengan pos Ranupani, yaitu angkutan bagi para pendaki tidak lagi diperbolehkan masuk ke area pos dan kantor pendaftaran. Para pendaki harus turun di lapangan kecil yang bersebelahan dengan Ranu (danau) Pani, yang sekaligus area parkir bagi angkutan. Nampak beberapa Tenda berdiri disekitar tepian danau. Lumayan, jarak 300 meter berjalan dari lapangan ke pos pendaftaran kami anggap sebagai pemanasan saja.

Tiba di area pos Ranupani kami segera menuju pondokan Mak Yem untuk makan. Sampai saat itu kami masih berpikir akan mendaki malam hari. Saya memang sudah mem-booking untuk ijin mendaki tanggal 25 Mei sejak 1 minggu yang lalu. Peraturan booking ijin ini diberlakukan sejak tanggal 5 Mei 2014. Tujuannya untuk membatasi quota pendaki yang mengunjungi Semeru, sebab sebelumnya, tidak adanya kontrol jumlah pendaki harian telah menyebabkan kerusakan yang signifikan pada kondisi alam Semeru dan sekitarnya. Sambil menunggu makanan siap saya dan Bisri menuju pos pendaftaran. Hari sudah gelap dan petugas jaga di pos meminta kami untuk tidak mendaki malam ini. Saya sempat berdebat dengan petugas, berusaha memaksakan untuk tetap mendaki. Akhirnya petugas pos menyuruh kami menemui Pak Tuangkat, petugas pos sekaligus warga lokal. Melalui pak Tuangkat inilah saya memperoleh ijin quota mendaki. Tapi lagi-lagi upaya saya untuk meyakinkan beliau agar bisa mendaki malam ditolak dengan alasan keamanan. Punah sudah kengototan saya untuk mendaki malam ini. 

Gagal rencana mendaki tanggal 25 Mei. Walau kecewa dan gondok saya tidak mau nekat menerobos tanpa surat ijin yang sah. Sebagai leader saya tetap mengutamakan safety dan logika. Saya harus memberi contoh untuk rekan-rekan yang lain.
Dengan langkah gontai saya dan Bisri kembali ke pondokan Mak Yem, rekan-rekan yang lain sedang menikmati teh manis hangat yang disuguhkan beliau sambil menanti hidangan utama siap. 

Mak Yem, wanita paruh baya yang enerjik. Ramah terhadap siapa saja sekaligus tegas. Berkulit gelap, guratan kerut di wajahnya menunjukkan tempaan kerasnya kehidupan. Pondokan beliau di peruntukkan bagi pendaki yang ingin beristirahat dan menginap baik bagi yang baru akan mendaki atau kemalaman turun. Dengan membayar 10 ribu rupiah kita bisa menumpang tidur beralas karpet di aula pondokan beliau yang berukuran 8 x 5 meter. Tersedia pula kamar-kamar yang dilengkapi ranjang bagi yang mempunyai uang lebih. Tarifnya mulai 100ribu - 200ribu per malam. 

Mak Yem tidak menjual makanan atau melayani pendaki yang ingin makan kecuali sudah memesan 1 minggu sebelumnya. Kami bisa makan di pondokan beliau karena saya sudah memesan sejak seminggu sebelumnya. Tapi jangan khawatir bagi teman-teman pendaki yang belum pesan makanan, di area sekitar pos Ranupani banyak penjual makanan yang bisa dijadikan opsi lain.

Saya mengumpulkan rekan-rekan dan mengadakan briefing darurat tentang perubahan rencana pendakian. Rencana awal, kami akan mulai mendaki tanggal 25 Mei dan buka camp di Ranu Kumbolo di hari yang sama. Tanggal 26-nya kami lanjut ke Kalimati untuk camp kedua. Summit attack akan kami lakukan pada tanggal 27 dinihari lalu berlanjut turun dan buka camp kembali di Ranu Kumbolo. Esoknya tanggal 28 Mei barulah kami turun ke Ranupani. 

Saya jelaskan dan utarakan apa yang saya dapat dari petugas tadi. Saya pun coba berikan beberapa opsi alternatif. Opsi pertama, besok pagi-pagi tanggal 26 Mei kami start mendaki, nge-camp di Ranu Kumbolo lanjut ke Kalimati tanggal 27 untuk camp kedua dan summit attack tanggal 28 dinihari. Selesai summit kami langsung turun ke Ranupani di tanggal yang sama. Opsi yang kedua, bsk pagi kami start mendaki langsung menuju Kalimati, nge-camp lalu summit attack tanggal 27 dinihari. Selesai summit turun ke Ranu Kumbolo, buka camp kedua dan turun Ranupani tanggal 28 siang.

Dengan mempertimbangkan banyak hal akhirnya kami sepakat memilih opsi yang pertama...briefing pun selesai. Dan kami segera menggelar lapak untuk tidur di pondokan Mak Yem. Sambil makan dan beristirahat kami berbincang santai. Dan saya mulai kebiasaan saya yaitu mengukur dan menilai anggota tim ini. Hal seperti ini selalu saya lakukan untuk mengantisipasi dan mengetahui harus mengambil langkah seperti apa saat terjadi hal yang "mungkin" di luar rencana dalam hal teknis. Kesimpulan saya, Risky dan Bisri cukup tahan dingin, seperti halnya Jokaw, Taufiq mungkin akan sedikit bermasalah dengan bobot tubuhnya, Reza dan Iwan bermasalah dengan dingin dan yang lainnya standar saja.

Kurang lebih jam 21.00 kami mulai berjatuhan ke alam mimpi. Rasanya semua tertidur dengan pulas. Sempat saya dan Yudex bangun untuk membuka sleeping bag untuk Risky dan rekan yang lain yang terbangun karena kedinginan pada dinihari. Selebihnya kami kembali pulas dengan mimpi masing-masing. Sangat pulas sampai-sampai masing-masing dari kami tidak ada yang menyadari bahwa sempat turun hujan cukup deras malam tadi. Jam 5 subuh kami semua sudah terbangun...atau dibangunkan udara dingin...hehe...

Saya dan Jokaw beranjak ke Mushala untuk shalat. Jam 6 pagi kami mengisi perut dengan memasak mie instant. Selesai sarapan saya dan Bisri menuju pos jaga untuk mengurus pendaftaran. Cukup lama saya mengurus perijinan, dari jam 8 pagi sampai jam 10. Banyak pendaki yang mengeluh dengan sistem layanan yang acak-acakan bahkan berantakan. Saya sih maklum saja, namanya juga proses peralihan ke sistem yang lebih baik. Dulu juga Taman Nasional Gede Pangrango juga kacau di awal-awal menerapkan sistem online dan quota. Kalaupun ada yang agak saya protes adalah mahalnya biaya yang harus di bayar pendaki untuk masuk TNBTS. Bayangkan saja tarif hari normal di patok Rp.17.500/hari, sedangkan hari libur atau tanggal merah Rp.22.500/hari. Ambil standar waktu pendakian Semeru 4 hari untuk PP dengan rombongan berjumlah 5 orang saja sudah terlihat nominal yang harus di bayar. Misal hari kerja : 4 hari x Rp.17.500 x 5 org = Rp.350.000. Sedangkan jika hari libur maka hitungannya : 4 hari x Rp.22.500 x 5 org = Rp.450.000. Sebuah nominal yang sangat besar. 

Memang mendaki gunung bukanlah hobi yang murah tapi tidak juga mutlak di bilang mahal. Masih banyak cara lain untuk meningkatkan mutu layanan tanpa harus membebankan biaya pada pendaki. Ga salah jika akhirnya saya menganggap TNBTS adalah lokasi pendakian dengan biaya termahal saat ini dari segi perijinannya.


Bergaya di gerbang pendakian (26/5/14)


Sebelum mendaki kami semua di briefing oleh para volunteer di aula yang terletak di bawah pos pendaftaran sekaligus di cek kelengkapan peralatan terutama sleeping bag dan perbekalan. Briefing ini sifatnya wajib di ikuti, merupakan bagian dari sistem yang baru diterapkan. 

Setelah selesai segala sesuatunya kami pun mulai berjalan ke arah gerbang pendakian yang berjarak 400 meter dari pos. Rupanya di gerbang pendakian pun telah berdiri pos baru yang bertugas men-check ulang kelengkapan syarat administrasi para pendaki. Hmmm...lumayan ketat saya membatin. Seluruh pendakian ke Semeru dikonsentrasikan melalui gerbang ini sebab mulai tahun ini jalur pendakian via Ayek-ayek resmi ditutup dengan alasan keamanan.

Selesai di periksa untuk yang kali kedua saya mem-briefing rekan-rekan untuk posisi dalam mendaki. Reza saya tempatkan sebagai leader, berturut-turut di belakangnya Risky, Taufiq, Bisri, Jokaw, Yudex, saya dan Iwan sebagai sweeper. Saya tekankan pada rekan-rekan yang berjalan di depan agar memperhatikan posisi rekan yang dibelakangnya dan setiap bertemu pos harus berhenti dan berkumpul. Setelah berdoa kami pun memulai perjalanan. Cuaca cerah walaupun berkabut. Pos I kami capai setelah berjalan 1 jam 15 menit, 20 menit kami istirahat di pos I. Perjalanan menuju pos I ini adalah yang terpanjang, pendaki akan melewati shelter bayangan Landengan Dowo, vegetasinya cukup rapat dan rimbun.

Istirahat di Pos I (26/5/14)

 Memasuki area pos II pepohonan lebih terbuka walau masih tetap rimbun. Lewat tengah hari, tim sweeper yang juga tim porter beristirahat di shelter Watu Rejeng...sambil foto-foto tentunya...hehe.

Para Porter lg "ngaso" di Watu Rejeng (26/5/14)

 Alhamdulillah perjalanan kami cukup lancar dan jam 13.30 kami sudah tiba di pos III. Persis disebelah pos III trek berubah curam dengan kemiringan 70°-75°. Dalam kondisi lelah sekedar melihatnya saja sudah bikin males. Dalam perjalanan dari Ranupani menuju Ranu Kumbolo trek selepas pos III inilah yang paling berat. Walau tidak panjang tapi cukup menguras tenaga yang memang sudah terkuras apalagi bagi para porter seperti saya, Iwan dan Yudex. Setelah 15 menit istirahat di pos III kami melanjutkan pendakian. Debu-debu beterbangan setiap langkah kaki para pendaki menjejak trek. Debu yang sangat tebal dari tanah kering sehingga memaksa kami memakai masker. Terakhir saya mendaki dengan debu setebal ini saat di Lawu bulan Agustus 2006...efeknya batuk-batuk dan upil segede-gede gajah. 

1 jam lepas pos III akhirnya kamipun tiba di Ranu Kumbolo...danau suci suku Tengger, danau legenda yang luar biasa indah. Ga berlama-lama diam terpukau, saya instruksikan rekan-rekan yang lain untuk segera membuka tenda dan memasak. Posisi tenda kami berada tepat vertikal di bawah pos IV...cukup sepi dan ideal untuk beristirahat. Saya selalu memilih lokasi ini untuk camp saat mendaki Semeru dibandingkan camp di pos V Ranu Kumbolo.
Buka tenda di Ranu Kumbolo (26/5/14)



Camp kami di Ranu Kumbolo (26/5/14)
Ranu Kumbolo yg melegenda (27/5/14)
Sebelum ke Kalimati (27/5/14)


 Menu makan kami malam ini adalah sayur sop, nugget dan sosis goreng, nasi dan tak lupa teh manis hangat serta susu jahe...mantap...ekstra gizi. Selesai makan kami benahi peralatan ke dalam tenda barang---kami memang membawa 1 tenda yg dikhususkan untuk menyimpan barang dan logistik---lalu bersantai sambil membahas rencana perjalanan ke Kalimati esok hari. Diseberang danau ---pos V--- di bawah Tanjakan Cinta tak putus-putus iring-iringan cahaya headlamp pendaki yang turun dan buka camp.

Jam 5 pagi tanggal 27 Mei, hampir dari kami semua sudah terbangun. Seperti biasa saya shalat subuh terlebih dulu. Risky, Reza, Taufiq dan Bisri sibuk berfoto-foto dan mengejar sunrise. Sementara saya dan yang lain mulai "masuk dapur" untuk menyiapkan sarapan sebelum kami melanjutkan pendakian. Saya menjadwalkan jam 9 pagi kami sudah selesai sarapan dan berkemas. Entah badan saya yang error atau memang benar Ranu Kumbolo tidak lagi terasa dingin seperti yang sudah saya alami sebelum-sebelumnya. Bahkan minyak goreng saja tidak membeku. 

Sepertinya perubahan iklim sangat signifikan berpengaruh terhadap alam Semeru. Apa yang akan terjadi 5-10 tahun ke depan??  Saya ga berani membayangkan...saya hanya berharap dan berdoa anak cucu saya masih memperoleh kesempatan untuk menikmati keindahan alam ini.
Nasi, mie goreng, sosis, nugget, kerupuk ikan dan omelet telur jadi pengisi perut kami pagi ini. Ditutup dengan teh tubruk manis dan hangat. Selesai sarapan kami berbagi tugas, Taufiq, Iwan dan Bisri mencuci  peralatan masak, saya, Jokaw, Risky dan Yudex membongkar tenda.

Tanjakan Cinta (27/5/14)


Tepat jam 9 pagi kami melanjutkan perjalanan menuju Kalimati. Saya mewajibkan masing-masing membawa air sebagai bekal. Target saya dengan berjalan santai jam 14.00-15.00 kami sudah sampai di Kalimati.
 Rintangan pertama tentunya Tanjakan Cinta...trek menanjak dengan kontur tanah bercampur pasir ini memanjang sejauh 150 meter. Melewati trek ini pada siang hari rasanya "sesuatu banget" alias nguras tabungan tenaga. Belum lagi debu yang tebal. Tapi Alhamdulillah seluruh anggota tim relatif tidak menemui kendala atau lama tertahan di Tanjakan Cinta. Tiba di puncak tanjakan kami beristirahat sebelum menyusuri Oro-oro Ombo. Vegetasi di puncak tanjakan ini satu-satunya tempat berteduh sebab selepas ini hingga awal pos Cemoro Kandang adalah padang rumput terbuka tanpa peneduh. Untuk meminimalisir dehidrasi kami beristirahat cukup lama. 20 menit waktu yang kami perlukan untuk melewati Oro-oro Ombo...dari atas bukit sebelum turun ke Oro-oro Ombo saya sempat mem-foto puncak Semeru yang mengintip di balik gunung Kepolo.
Masuk Oro-oro Ombo, puncak Mahameru di balik Gn. Kepolo


Jam 10.30 kami sampai di pinggiran Cemoro Kandang. Cuaca siang ini panas dan berdebu...menyulitkan kami untuk bernafas. Perjalanan menuju pos VII Jembangan sebenarnya relatif ringan dan landai, tapi ya itu tadi, faktor panas dan debu yang menyulitkan langkah-langkah kami. Jam 12.00 kami tiba di punggungan bukit yang terakhir, tinggal berjalan turun lalu kembali naik kami pun  akan tiba di Jembangan. Cukup lama kami istirahat di punggungan bukit ini...pake acara tidur-tiduran segala. Kurang lebih jam 12.30 kami tiba di pos Jembangan.

Saya, Jokaw dan Yudex di Jembangan

Puncak Mahameru dr Jembangan (27/5/14)

 Ada hal lucu yang saya ingat, mungkin juga cuma saya yang ngeuh...waktu Jokaw tiba di Jembangan spontan dia melakukan sujud syukur, saya pikir itu dilakukan tanpa tujuan apa-apa. Lalu saya bertanya "ngapain lu sujud syukur?", dia jawab "lah, kita udah sampe kan?". Saya pun tertawa terbahak sambil menjelaskan bahwa ini baru Jembangan, kita akan buka camp di Kalimati yang jaraknya sekitar 30 menit lagi dari Jembangan. Setelah mendengar penjelasan saya mimik wajah Jokaw berubah lemas...hehe.

Saya semangati saja bahwa Kalimati benar-benar sudah dekat dan trek nya menurun.
Di Jembangan ini jika cerah puncak Mahameru terlihat sangat jelas, salah satu spot wajib untuk foto-foto dan kami beruntung sebab siang hari ini cuaca cerah. Kami pun bergantian untuk mengabadikan momen dan pemandangan yang indah dengan background puncak Mahameru. Sesekali terlihat wedus gembel keluar dari puncaknya.
Puas berfoto-foto, jam 13.00 kami menyusuri trek menurun menuju Kalimati. Daaaan...30 menit berselang nampaklah di hadapan kami pos Kalimati...sebuah lapangan yang sangat luas penuh sesak dengan warna warni tenda pendaki. Entah ada berapa tenda yang berdiri disana saat kami tiba siang itu, yang jelas kami sempat kesulitan mencari tempat untuk membuka camp.

Pos Kalimati siang tanggal 27 Mei 2014

Camp Ground kami di Kalimati (28/5/14)

Alhamdulillah saat kami agak kebingungan tempat ada rombongan pendaki yang sedang berkemas, sepertinya mereka sudah mau pulang. Lokasinya sangat ideal untuk camp. Benar saja, rejeki kami, mereka memang mau pulang dan dengan "senang hati" kami menerima "warisan" lokasi tersebut untuk camp kami. Segera kami dirikan tenda dan memasak. Jokaw dan Iwan berangkat mengambil air ke Sumber Mani. Sumber Mani adalah satu-satunya sumber air yg ada di Kalimati. Posisinya ke arah selatan, jika menghadap ke arah puncak maka kita berjalan ke kanan. 

Kurang lebih 45-60 menit waktu yang di perlukan untuk pergi pulang ke Sumber Mani. Trek menuju Sumber Mani cukup curam dan melelahkan, oleh sebab itu pendaki harus tetap berhati-hati. Saya memasak nasi dan makanan lainnya. Selang 1 jam Jokaw dan Iwan kembali. Kami mengira-ngira kebutuhan air hingga besok, akhirnya saya putuskan untuk mengambil air lagi ke Sumber Mani. Kali ini yang berangkat saya, Bisri dan Taufiq. Kira-kira jam 16.30 kami semua sudah kembali berkumpul di camp. Beristirahat, mempersiapkan segala keperluan untuk summit sambil menunggu masakan matang. 

Berdasarkan keterangan-keterangan yang kami dapatkan, kami sepakati untuk mulai summit attack jam 22.00. Trek menuju puncak memang trek baru, tidak melewati Arcopodo melainkan langsung melalui belakang pos Kalimati ke arah kanan kemudian tembak lurus vertikal hingga ke puncak. Beberapa kawan pendaki yang ngobrol dengan kami bercerita perjalanan menuju puncak menjadi sangat-sangat lambat karena banyak nya antrian pendaki...terkadang menumpuk di beberapa spot karena kelelahan sehingga menghambat pendaki yang di belakangnya selain karena sempitnya trek hingga lepas batas vegetasi. Tak ingin mengalami hal yang sama maka kami putuskan untuk summit mulai jam 22.00.
Menjelang maghrib kami mengerubungi hidangan  yang sudah siap santap. Sop, bakwan, nugget dan sosis , kali ini dilengkapi puding campur biskuit sebagai pencuci mulut. Kami berlomba memenuhi ruang yang kosong dalam lambung masing-masing. 

Jam 19.00 kami istirahat...saya berusaha tidur tapi ga bisa, entah kenapa mata ini ga ngantuk. Selain itu Yudex memulai teror nya "spreading gas" alias kentut tiada henti...terpancing Yudex saya pun ikut meramaikan pesta kentut malam itu...efeknya rekan-rekan kami di tenda sebelah dengan rela ikut menikmati aromanya....hmmm...sedapnya..secara sejak hari minggu kami tidak pup...hahaha.

Lelah tertawa saya pun tertidur dan baru terbangun jam 21.30. Segera saya bangunkan Iwan dan yang lain. Saya kenakan jaket dan gaither, mengisi daypack dengan air, P3K serta roti dan biskuit. Dari kami ber-8 Jokaw dan Yudex tidak ikut summit karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan. Setelah berdoa dan saya beri pengarahan, kami pun memulai pendakian yang sesungguhnya.

Rupanya bukan hanya kami yang memutuskan lebih awal u/ summit...puluhan bahkan ratusan pendaki lain juga melakukan hal yang sama. Dan bisa dipastikan malam ini akan terjadi lagi antrian panjang pendaki menuju puncak Mahameru.
Perjuangan ke puncak Mahameru (28/5/14)

Nampak Pos Kalimati jauh di bawah (28/5/14)

20 menit awal semua rencana berjalan lancar walau Taufiq setiap beberapa langkah berhenti, di luar itu tidak ada hambatan berarti selain trek pasir yang berulang kali longsor. Memasuki jam 23.45 langkah pendaki semakin tersendat-sendat. Hanya bisa berjalan 2-3 langkah lalu berhenti 1-2 menit...begitu terus seperti berpola. Cara jalan yang seperti ini membuat tubuh kehilangan panas, akibatnya dingin semakin menusuk dan menguras cadangan energi dari tubuh. Belum lagi debu tebal yang terkungkung dalam trek yang sempit. Kombinasi yang pas untuk memicu stress. 

Mau marah juga percuma...jadi saya lebih memilih sabar saja, gunung ini kan milik bersama, mendaki adalah perjuangan bersama walau tidak saling kenal. Dalam kondisi tidak mengantri dan normal diperlukan waktu sekitar 2 jam untuk melewati batas vegetasi (Cemoro Tunggal)... kali ini saya menghabiskan waktu nyaris 4 jam. Lepas dari batas vegetasi saya lirik Casio ditangan saya...tertera pukul 2.15...wew...campur aduk pikiran saya saat itu. Formasi kami pada saat itu Reza yang terdepan, di ikuti Bisri, saya , Iwan, Risky dan Taufiq. Semakin ke atas nafas terasa semakin berat dan kering.

 Selain karena faktor debu yang luar biasa juga karena langkah kaki kami yang seakan sia-sia dan tak pernah maju. Melangkah di trek pasir yang dalamnya lebih dari mata kaki memang memerlukan kesabaran dan kekuatan ekstra. Maju 2 langkah...merosot 1-2 langkah...kadang 3 langkah. Begitu terus selama 4 jam terakhir. Seperti jalan ditempat.
Saat sunrise muncul, saya masih jauh dari puncak. Taufiq dan Risky sudah tidak terlihat lagi...saya dalam posisi yang sulit, antara mencari Taufiq dan Risky atau menyusul Reza dan Bisri. Ke empat rekan ini memang belum pernah dan mengenal trek Semeru dengan baik. Setelah menimbang-nimbang saya putuskan menyusul Reza dan Bisri. Sementara Iwan terus berjalan di samping saya.
Kondisi saya sempat drop jam 4 subuh...saya rebahkan badan saya sembarangan saja di jalur pendakian hingga tanpa sadar saya tertidur beralaskan pasir dan batu yang dingin. Saya sudah tidak lagi berpikir apa-apa saking lelahnya. Ternyata Iwan pun sama...tertidur di sebelah saya...kami tidur tanpa pelindung dari angin dan debu. Mungkin ada 15-20 menit kami berdua tertidur sebelum terbangun dan melanjutkan mendaki.

Sunrise tanggal 28/5/14

Kurang lebih pukul 5.30 saya temui Bisri sedang duduk sendiri di atas batu. Saya suruh dia untuk membuka perbekalan yang ada di dalam daypack nya. Saya suruh dia untuk makan, saya khawatir dalam kondisi dingin dan perut kosong akan menimbulkan masalah baru nantinya. 30 menit kemudian giliran Reza yang saya temui sedang duduk sendiri juga. Saat itu puncak tinggal 30 menit lagi, dengan sisa-sisa tenaga yang ada saya paksakan untuk terus summit. Di antara kami berempat, saya lah yang kondisinya paling drop...faktor "U" sepertinya...hehe. Alhamdulillah tepat jam 6.35 langkah kaki saya menjejak tanah datar...tidak lagi saya temukan bagian yang lebih tinggi untuk didaki.

Saya di atap tanah Jawa 3676 mdpl (28/5/14)

Inilah puncak Mahameru... puncak idaman setiap pendaki. Atapnya pulau Jawa...3676 mdpl. Tanggal 28 Mei 2014.
Akhirnya saya berhasil mencium batuan puncaknya lagi untuk kali yang ketiga...tak tertahan air mata saya...(tapi tetap saya tidak mengijinkan rekan yang lain melihat air mata saya).  Alhamdulillah...Subhanallah...terima kasih Ya Allah. Terima kasih...
Sementara saya larut dengan pikiran saya...Iwan, Bisri dan Reza berfoto-foto. Dan tepat jam 7.00 saya instruksikan kami semua untuk turun ke camp Kalimati.

Bisri, Iwan, Saya dan Reza di puncak Mahameru
 
Saya dan yang lain turun setengah berlari di sebelah kanan jalur. Di bagian sebelah kiri yang merupakan punggungan masih berduyun-duyun pendaki yang akan menuju puncak, entah jam berapa mereka akan mencapai puncak. 

Ada semacam tatapan iri mungkin saat melihat kami turun seolah tanpa beban. Semangat kawan!! raih puncakmu...terus berjuang seperti kami berjuang dinihari tadi. 
Hanya butuh 1 jam untuk kembali mencapai batas vegetasi sebelum kami turun melalui jalur lama, Arcopodo. Saya masih memikirkan bagaimana kondisi Risky dan Taufiq. 

Syukur Alhamdulillah jam 8.30 saat saya tiba di pos Kalimati saya melihat mereka berdua sedang sarapan di antara penjual makanan. Saya bergabung, pun begitu dengan Iwan dan Bisri. Saya meminta maaf pada keduanya tidak mengawal mereka dalam perjalanan summit.
Jam 9 kami tiba di camp, disambut Jokaw dan Yudex yang sedang memasak sarapan. Sementara Reza sudah berselimut sleeping bag di dalam tenda. Jadwal kami turun adalah jam 11.00. Masih ada waktu 2 jam untuk makan dan berkemas.

Saat summit pagi tadi rupanya memakan korban pendaki dari Jakarta. Kakinya cedera parah...luka terbuka hingga tulangnya terlihat akibat tertimpa longsoran batu besar. Pendaki tersebut akhirnya di evakuasi dengan bantuan 3 orang porter warga lokal. Alhamdulillah tim kami semua tidak mengalami cidera apapun...saya memang cidera di bagian paha kiri tertimpa batu tapi tidak serius.
Sejauh ini apa yang kami rencanakan dan jadwalkan masih berjalan dengan baik. 

Tepat jam 11 kami beranjak meninggalkan Kalimati menuju pos Ranupani. Perjalanan menuju Ranupani pun sangat lancar walau kami tiba dibawah selepas waktu maghrib saat hari sudah malam. Di Ranupani, dipondokan Mak Yem kami kembali mengisi perut sekaligus berpamitan sebelum melanjutkan perjalanan kembali pulang ke Tumpang.

Bersambung...petualangan berikutnya kami ke Sempu...don't miss it...night adventure.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar