Pukul 00.30, tanggal 30 November 2014, saya kembali terbangun dari tidur yang tak nyaman, posisi miring karena harus berbagi matras dengan Wahyu membuat bahu kiri saya terasa nyeri. Suara angin menderu yang di sertai hujaman titik-titik air masih terus menghantam dinding tenda tempat kami berlindung---sebuah dome kapasitas 2 orang. Sambil mencoba melihat kondisi tenda yang diterangi temaram lampu mini saya teringat kurang lebih 4 jam yang lalu saya mengatakan pada Wahyu bahwa badai ini akan reda tengah malam nanti, dan ternyata ramalan saya salah besar, sebab hingga kami mulai turun dari puncak pukul 11.15 siang, badai sama sekali tak berkurang intensitasnya.
----------------------------------------
Tanggal 29 November, pukul 06.30
Setelah seluruh anggota tim selesai menghabiskan sarapan seporsi nasi uduk dan teh hangat, saya memimpin doa bersama sebelum tim memulai pendakian. Cuaca pagi ini agak mendung dan tak berangin, cukup ideal untuk memulai langkah menuju puncak Salak II.
Pendakian ini merupakan acara yang di gagas oleh Camp Laba-Laba, sebuah organisasi kecil yang beranggotakan beberapa personil Komunitas Pendaki Kantoran Korwil Bogor. Kurang lebih 1 bulan tim Laba-Laba melakukan persiapan, termasuk men-survey dan mengamati lokasi yang akan menjadi titik awal pendakian, dan akhirnya tim sepakat untuk mendaki puncak Salak II melalui Desa Gunung Malang pada tanggal 28-30 November 2014.
Setelah seluruh anggota tim selesai menghabiskan sarapan seporsi nasi uduk dan teh hangat, saya memimpin doa bersama sebelum tim memulai pendakian. Cuaca pagi ini agak mendung dan tak berangin, cukup ideal untuk memulai langkah menuju puncak Salak II.
Pendakian ini merupakan acara yang di gagas oleh Camp Laba-Laba, sebuah organisasi kecil yang beranggotakan beberapa personil Komunitas Pendaki Kantoran Korwil Bogor. Kurang lebih 1 bulan tim Laba-Laba melakukan persiapan, termasuk men-survey dan mengamati lokasi yang akan menjadi titik awal pendakian, dan akhirnya tim sepakat untuk mendaki puncak Salak II melalui Desa Gunung Malang pada tanggal 28-30 November 2014.
Tanggal 28 November, pukul 20.00.
Dua mobil bak terbuka yang kami persiapkan sudah terparkir di jalan raya Paledang Bogor. Sementara menunggu kedatangan rekan-rekan yang lain, saya, Fenk, Wahyu, Iyan, Marhas, Fajar dan Jaweng bersantai di sekitar tempat kami parkir. Akhirnya, satu persatu para anggota tim yang akan bergabung dengan tim Laba-Laba pun bermunculan dari arah stasiun Bogor---meeting point yang kami sepakati. Pertama muncul Budi, laki-laki berkaca mata berwajah tirus yang berasal dari Bandung, saya mengenalnya waktu sama-sama mendaki Kerinci di Jambi. Di susul Irvan dan Hendrix, sesama rekan KPK Korwil Bogor. Sebelum acara ini saya pernah mendaki bersama keduanya ke Pangrango. Di susul Ivan dan Nandar, yg juga saya kenal di Kerinci. Nandar membawa 4 orang rekannya yaitu, Zul, Ubay, Jafar dan Arot. Dan kami pun segera meluncur menuju basecamp Gunung Malang setelah Afri, Dika, Ilma, Ita dan Maria bergabung.
Dua mobil bak terbuka yang kami persiapkan sudah terparkir di jalan raya Paledang Bogor. Sementara menunggu kedatangan rekan-rekan yang lain, saya, Fenk, Wahyu, Iyan, Marhas, Fajar dan Jaweng bersantai di sekitar tempat kami parkir. Akhirnya, satu persatu para anggota tim yang akan bergabung dengan tim Laba-Laba pun bermunculan dari arah stasiun Bogor---meeting point yang kami sepakati. Pertama muncul Budi, laki-laki berkaca mata berwajah tirus yang berasal dari Bandung, saya mengenalnya waktu sama-sama mendaki Kerinci di Jambi. Di susul Irvan dan Hendrix, sesama rekan KPK Korwil Bogor. Sebelum acara ini saya pernah mendaki bersama keduanya ke Pangrango. Di susul Ivan dan Nandar, yg juga saya kenal di Kerinci. Nandar membawa 4 orang rekannya yaitu, Zul, Ubay, Jafar dan Arot. Dan kami pun segera meluncur menuju basecamp Gunung Malang setelah Afri, Dika, Ilma, Ita dan Maria bergabung.
Mobil di pacu sangat cepat, antara jalanan yang memang sudah lengang dan kesalnya supir karena harus menunggu lama...(maaf ya pak supir karena kami ngaret). Pukul 22.45, kami sempat berhenti di sebuah gerai minimarket untuk membeli beberapa keperluan.
45 menit kemudian kami pun tiba di basecamp Gunung Malang, di sebuah rumah milik penduduk lokal dan di sambut oleh Ajum---guide kami untuk pendakian esok hari. Setelah beristirahat sejenak, saya kumpulkan seluruh anggota tim di bagian tengah basecamp, saya sampaikan tentang strategi pendakian, manajemen dan distribusi logistik, serta hal-hal lain yang sifatnya penting. Saya beruntung anggota tim yang bergabung dengan acara Laba-Laba ini rata-rata pendaki-pendaki dengan jam terbang tinggi. Setidaknya saya dan tim Laba-Laba tidak terlalu sulit untuk mengarahkan. Maklum saja, Gunung Salak, terutama Salak II, yang hanya memiliki satu jalur resmi---via Curug Nangka---sudah tersohor dengan beratnya jalur dan cuaca yang unpredictable. Apalagi kali ini tim akan membuka jalur baru dan memasang plang penunjuk rute melalui Gunung Malang. Sebelumnya saya pernah satu kali mendaki Salak II via jalur resmi Curug Nangka, kira-kira tahun 1995 bersama saudara-saudara sepupu saya. Meski sudah lampau setidaknya saya punya gambaran keadaan medannya. Setelah briefing selesai masing-masing anggota tim kembali melanjutkan kegiatannya, ada yang tidur, ada juga yang memilih menikmati suasana malam. Saya sendiri memilih tidur demi menjaga kondisi fisik yang memang sedang tidak fit.
45 menit kemudian kami pun tiba di basecamp Gunung Malang, di sebuah rumah milik penduduk lokal dan di sambut oleh Ajum---guide kami untuk pendakian esok hari. Setelah beristirahat sejenak, saya kumpulkan seluruh anggota tim di bagian tengah basecamp, saya sampaikan tentang strategi pendakian, manajemen dan distribusi logistik, serta hal-hal lain yang sifatnya penting. Saya beruntung anggota tim yang bergabung dengan acara Laba-Laba ini rata-rata pendaki-pendaki dengan jam terbang tinggi. Setidaknya saya dan tim Laba-Laba tidak terlalu sulit untuk mengarahkan. Maklum saja, Gunung Salak, terutama Salak II, yang hanya memiliki satu jalur resmi---via Curug Nangka---sudah tersohor dengan beratnya jalur dan cuaca yang unpredictable. Apalagi kali ini tim akan membuka jalur baru dan memasang plang penunjuk rute melalui Gunung Malang. Sebelumnya saya pernah satu kali mendaki Salak II via jalur resmi Curug Nangka, kira-kira tahun 1995 bersama saudara-saudara sepupu saya. Meski sudah lampau setidaknya saya punya gambaran keadaan medannya. Setelah briefing selesai masing-masing anggota tim kembali melanjutkan kegiatannya, ada yang tidur, ada juga yang memilih menikmati suasana malam. Saya sendiri memilih tidur demi menjaga kondisi fisik yang memang sedang tidak fit.
Tanggal 29 November, pukul 04.00
Seluruh anggota tim sudah bangun. Mata saya berat sekali, malas rasanya bangun dari tidur yang baru 3 jam saja. Kami semua bersiap dan memeriksa ulang seluruh peralatan dan perlengkapan untuk pendakian.
Setelah berdoa, tepat pukul 06.30 kami memulai pendakian. 20 menit awal kami menyusuri ladang penduduk. Nun jauh di hadapan kami puncak Salak II berdiri gagah seolah menyambut kedatangan kami. Vegetasi berikutnya berganti menjadi rumpun bambu dan berlanjut dengan pohon-pohon pinus yang berjajar rapi. Bau lembab tanah yang berselimut rumput dan daun kering basah terasa menusuk hidung. Posisi saya berjalan nomer tiga dari belakang. Beberapa kali saya berhenti di awal pendakian untuk memberi tubuh kesempatan beradaptasi. Deuter Air Contact yang tersandang di pundak rupanya belum nyetel dengan tubuh saya.
Seluruh anggota tim sudah bangun. Mata saya berat sekali, malas rasanya bangun dari tidur yang baru 3 jam saja. Kami semua bersiap dan memeriksa ulang seluruh peralatan dan perlengkapan untuk pendakian.
Setelah berdoa, tepat pukul 06.30 kami memulai pendakian. 20 menit awal kami menyusuri ladang penduduk. Nun jauh di hadapan kami puncak Salak II berdiri gagah seolah menyambut kedatangan kami. Vegetasi berikutnya berganti menjadi rumpun bambu dan berlanjut dengan pohon-pohon pinus yang berjajar rapi. Bau lembab tanah yang berselimut rumput dan daun kering basah terasa menusuk hidung. Posisi saya berjalan nomer tiga dari belakang. Beberapa kali saya berhenti di awal pendakian untuk memberi tubuh kesempatan beradaptasi. Deuter Air Contact yang tersandang di pundak rupanya belum nyetel dengan tubuh saya.
Satu jam selepas basecamp , dipertengahan hutan pinus, tim melakukan break 20 menit. Plang penunjuk rute yg pertama pun kami pasang disini. Jalur Gunung Malang ini memang bukan jalur resmi, bahkan bisa dibilang bukan jalur, oleh sebab itu tim kami melakukan rintisan pembukaan jalur. Ke depannya kami berharap jalur ini bisa menjadi jalur resmi dan tercantum jika di searching via Google...hehe.
Pada masa break itu Wahyu menjadi orang pertama yang kakinya di tempel pacet. Setelah Wahyu "mengumumkan" penemuan pacet di kakinya maka dimulailah nuansa horor dan su'udzon terhadap segala sesuatu yang terasa bergerak di tubuh masing-masing, sekecil apapun gerakan itu langsung di curigai sebagai upaya pacet menyelusup---parno berat. Sebelum pendakian dilanjutkan masing-masing anggota tim mengencangkan ikatan tali sepatu, gaiter dan hal lain yang dirasa perlu di kencangkan demi mencegah si pacet leluasa bergerilya.
Lepas dari hutan pinus, jalur semakin menanjak dan rimbun, memaksa parang dan pisau tebas kami untuk beraksi. Langkah kami mulai tersendat sebab menebas semak dan akar-akar berduri membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ajum yang berposisi di depan yang kebagian tugas terberat sebagai penebas pertama, di lanjut Iyan yg berposisi sebagai penebas kedua dan di tutup oleh penebas ketiga, Nandar.
1,5 jam kami membuka jalur, kami kembali melakukan break di tempat yang "agak" terbuka. Agar di ketahui rekan-rekan, yang saya maksud tempat agak terbuka itu sebuah bidang yang cukup datar dan telah kami siangi semak perdu disekelilingnya sehingga kami bisa duduk dengan cukup leluasa. Sebab jika kami tidak membuka lahan, maka hingga ke puncak kami tidak akan pernah bisa duduk karena memang sama sekali tidak ada bidang terbuka di sepanjang jalur yang kami buka. Bisa dibayangkan tentunya kerapatan vegetasi yang sedang kami tembus.
Pada masa break yang kedua ini giliran Ajum yang beruntung ketempelan pacet, ukurannya 5cm. Ditambah serangan nyamuk hutan yang kami curigai adalah malaria. Serangan nyamuk terus terjadi hingga 3jam selepas break yang kedua. 30 menit kemudian kami tiba di persimpangan "rahasia", ke kiri adalah setapak kecil menuju jalur resmi yang nantinya bertemu di Pos III Curug Nangka, dan ke kanan adalah lanjutan jalur yang akan kami buka. Melihat kondisi cuaca yang memang kurang mendukung saya sedikit ragu untuk terus membuka jalur, ditambah ketersediaan air dan waktu tempuh yang jauh lebih panjang. Tapi dukungan dari seluruh anggota tim membuat saya yakin untuk terus melanjutkan. Sekitar pukul 11.45 kami tiba dititik sumber air yg pertama dan satu-satunya yang terdapat di jalur pendakian---inilah salah satu perbedaan antara Salak I dan Salak II, jalur pendakian Salak I air begitu berlimpah dan mudah di temui di dalam jalur, sedangkan Salak II kebalikannya. Ajum, Irvan dan Nandar bergerak cepat mengambil air. Titik air tidak berada di jalur, melainkan ke kanan, turun ke arah tebing licin berlumut, dan hanya Ajum yang benar-benar berani turun ke sumber air. Sementara menunggu tim pengambil air kembali, kami melanjutkan pendakian ke atas sejauh 15 menit, mencari dan membuka bidang datar untuk kami beristirahat dan memasak makan siang. Alhamdulillah kami menemukan lokasi yang cukup datar untuk sekedar duduk dan masak. Iyan memotong pelepah-pelepah pakis dan pisang-pisangan untuk alas duduk kami. Wahyu dan Fenk memasak makan siang kami yang terdiri dari bubur kacang hijau, plus roti, kopi dan teh manis serta cireng. Sambil beristirahat kami kembali menginspeksi tubuh dan mencabut pacet-pacet yang sedang asyik menempel menghisap darah. Setelah cukup lama beristirahat, 1,5jam kemudian kami melanjutkan perjalanan.
Pukul 14.45 hujan yang di sertai halilintar dan angin mulai menerpa tim kami, persis sebelum kami mulai menapaki jalur punggungan. Segera kami kenakan jas hujan. Jalur semakin sulit, kemiringannya 60°-70°, licin berlumpur dan banyak akar- akar gantung berduri yang mau tidak mau harus kami terobos.
Webbing pun mulai kami mainkan untuk mempermudah meniti tebing-tebing tanah yang sangat licin. Kami memang sudah mempersiapkan 4 webbing untuk antisipasi melintasi medan yang sangat licin dan curam. Setiap kali pendaki terakhir telah melintas, secara otomatis dia melepas webbing dan di berikan secara estafet kembali ke pendaki yang berposisi paling depan untuk dipasang kembali di jalur yang sulit lintasannya. Begitu terus berpola. Derasnya hujan dan gemuruh halilintar mampu mengalihkan nuansa horor pacet yang sejak awal menemani pendakian kami. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan tenaga ekstra untuk bisa terus berjalan, sebab secara otomatis keril-keril yang kami sandang akan menjadi lebih berat karena basah. Belum lagi lumpur yang membenamkan pijakan kaki lebih dalam serta berulang kali kami harus jatuh bangun akibat terpeleset. Hasilnya, 1 jam sejak hujan turun banyak jas hujan anggota tim yang sobek dan rusak, berakibat tubuh menjadi basah kuyup, namun demikian ketangguhan mental serta fisik tim kami memang luar biasa, langkah kami tetap berlanjut. Hari semakin gelap, pukul 16.00, perkiraan kami puncak tinggal 2 jam lagi. Perut sudah terasa lapar, jarak pandang juga semakin terbatas. Jalur yang kami susuri bertambah sulit saja. Bidang sempit yang licin dan menanjak, bibir tebing yang lebarnya hanya 30-50cm, dimana disebelah kanan adalah jurang semak dan dikiri adalah tebing tanah yang labil serta rawan longsor harus terus kami tapaki di dua jam akhir sebelum puncak. Waktu terasa lambat berjalan, kami semua sudah pasrah, hanya mengandalkan kekuatan fisik yang masih tersisa.
Pukul 17.15 saya dan beberapa rekan yang berjalan di belakang mulai menggunakan senter untuk membantu pandangan mata mencari arah puncak. Tepat pukul 17.30 Fajar yang berjalan didepan saya berhadapan dengan rintangan pohon tumbang berongga dipucuk akhir tanjakan, dibalik pohon itu adalah jalur Curug Nangka dan puncak Salak II tinggal 15 menit lagi. Sangat sulit untuk melewatinya sebab terlalu besar dan licin untuk di langkahi, tapi juga terlalu sempit untuk dilewati dengan keril yang besar dan tinggi. Dengan sangat susah payah kami berhasil melewatinya. Sejenak kami berdiri di pucuk tanjakan...berhadapan dengan jurang yang luas, yang tertutup kabut tebal. Butiran-butiran air hujan seperti pasir yang menerpa wajah akibat kuatnya tiupan angin. Kami harus berjalan ke arah kanan untuk mencapai puncak Salak II. Setelah lima menit melepas lelah, saya melanjutkan pendakian. Dengan menelusuri setapak selebar 40-50cm saya kerahkan tenaga yang tersisa. 15 menit akhir menjelang puncak memang tidak seterjal jalur sebelumnya, landai dan tetap rimbun vegetasi, sangat rimbun malah, tapi, fokus dan konsentrasi tetap harus dijaga sebab di sebelah kanan kiri adalah jurang yang entah berapa dalamnya. Ditambah gelapnya senja, membuat kami semua harus waspada, terutama saat rintangan berat terakhir, bibir tanah licin yang hanya selebar 20cm sepanjang 3 meter, tangan kami harus pandai-pandai memilih akar pohon yang bahkan yang terkuat sekalipun sangat labil dan sedikit bergoyang jika di pegang erat. Memposisikan tubuh tegak lurus menghadap ke arah akar-akar, dan mulai melangkahkan kaki dengan cara menggeser menyamping sedikit demi sedikit. Tepat di belakang punggung kami adalah jurang terbuka yang sangat dalam, salah langkah tamat lah kami. Seandainya ada pilihan lain, walau harus memutar lebih jauh sekalipun tentu kami akan dengan senang hati menempuhnya. Sekilas jalur ini menyerupai dinding batu Jembatan Setan Gunung Merbabu tapi jauh lebih berbahaya. Ada rasa lega yang luar biasa saat saya berhasil melewati jalur akar tersebut dengan aman, walau tak saya pungkiri saya memikirkan besok saya masih harus kembali melewatinya sekali lagi dalam perjalanan turun...ah sudahlah, besok saja saya pikirkan itu. Alhamdulillah, tepat pukul 17.45 tim kami tiba di puncak Salak II, Puncak Pribumi 2180mdpl.
Badai semakin keras menerpa, membuat kami kesulitan membangun tenda. Puncak Salak II memang tidak luas, hanya cukup untuk membangun 6-7 tenda saja. Kondisi tanah yang becek membuat kami harus kembali membabat beberapa pelepah pakis dan semak sebagai footprint tenda kami agar tidak tergenang air hujan. Pukul 19.00, enam tenda selesai kami bangun dan segera kami masuk untuk beristirahat berganti pakaian dan menghangatkan badan. Saya terlalu lelah hingga ketika Fenk dan Iyan memanggil untuk makan tak saya hiraukan lagi walau saya mendengar. Rupanya Wahyu pun begitu, lebih memilih tidur. Akhirnya, kami semua menghabiskan malam didalam tenda, dibawah hujan badai serta angin kencang.
Pagi menjelang, saya shalat subuh dengan posisi duduk, rupanya badai sama sekali belum reda. Sudah 12 jam berlalu dan sama sekali tak ada tanda-tanda akan reda. Disisi sebelah timur tenda saya sudah digenangi air, saya biarkan saja. Sudah terlalu malas untuk mengurusi hal seperti itu. Saya lebih memikirkan perut yang terakhir terisi makanan 18jam yang lalu. Sejenak saya termenung saat membuka resletting tenda, memandang keluar dimana kabut bergerak begitu cepat seolah sedang adu cepat dengan butiran air yang dihempas angin. Gunung Salak, terutama Salak I dengan lokasi-lokasi camp ground-nya di sisi Bogor atau Sukabumi selalu menimbulkan romansa tersendiri. Di Salak-lah saya mulai mendalami dunia pendakian, mengikuti pendidikan dasar Survival, Navigasi Darat, tali temali, memasang perangkap dan hal-hal lain sebagai bekal bertualang di alam bebas. Hutan rimba Gunung Salak memang memiliki keaneka ragaman hayati yang luar biasa, vegetasi yang variatif, tutupan kanopi hutan yang sangat rapat sehingga kelembabannya tinggi, biota dan hewan-hewan liar terjalin membentuk piramida kehidupan yang rumit. Belum lagi mitos-mitos yang berhubungan dengan adat istiadat, tingginya jumlah korban jiwa---Salak merupakan gunung dengan jumlah korban jiwa tertinggi di Indonesia, sekaligus gunung (Salak II khususnya) dengan jalur tersulit kedua setelah Gunung Raung di Jawa Timur---hingga hal-hal mistis begitu kental beredar di masyarakat secara turun temurun, membuat Gunung Salak menjadi lokasi yang komplit untuk di segani (kalau ga mau dibilang di takuti) untuk dijelajahi para penggiat alam bebas.Di Salak pula saya mulai mendapat teman-teman dengan passion yang sama dalam bertualang, sebelumnya saya hanya bertualang bersama mama saya hingga saya lulus sekolah menengah pertama dan kemping ceria tanpa arah dan tujuan yang jelas. Lamunan saya terhenti saat hembusan keras angin bercampur air hujan mengenai wajah ...dingin sekali. Akhirnya dengan memaksakan diri saya keluar, ke tenda Iyan untuk mengambil logistik dan memasak. Selesai sarapan saya dan tim memasang papan penanda puncak Salak II lalu berfoto-foto, masih dibawah hantaman badai. Singkatnya, karena cuaca yang buruk akhirnya kami baru bisa selesai packing jam 11.00 siang dan turun 15 menit kemudian, terlambat 3 jam dari jadwal yang seharusnya. Kami turun dengan sepatu dan peralatan basah, menyusuri jalur resmi Curug Nangka. Karakter jalur resmi ini tanah licin yang diselingi akar dan batu, meski cukup curam---menyerupai tanjakan Bapa Tere, Ciremai---namun tidak se-ekstrim jalur yang kami buka saat mendaki kemarin. 4 jam dari puncak, kira-kira pukul 15.00, kami kembali membuka jalur ke arah barat untuk menyingkat waktu mencapai basecamp. Walaupun judulnya untuk menyingkat waktu, namanya membuka jalur ya kondisinya sama seperti saat kami mendaki, bedanya kali ini menurun. Kembali kami harus menebas vegetasi. Dalam membuka jalur saat perjalanan turun, tim sempat beristirahat di sungai kecil yang volume airnya sedikit dan kecil namun sangat bersih dan dingin. Sungai ini memiliki lebar tiga sampai empat meter dan merupakan salah satu sumber aliran dari Curug Nangka yang berada dibawahnya. Disini kami membersihkan diri dan mengisi air untuk bekal minum. Selepas sungai, kami membuka jalan sedikit menanjak ke atas lalu naik turun tanjakan-tanjakan pendek. 30 menit kemudian, kurang lebih pukul 15.30 jalur yang kami lintasi menurun terus dengan kontur tanah dan batuan yang sangat licin. Tak terhitung berapa kali kami harus jatuh bangun terpeleset, bahkan sudah tidak dirasa lagi tubuh kami yang banyak tergores onak dan duri---saat sudah tiba di basecamp kami baru menyadari begitu banyak luka terutama disekitar tangan dan jari. 2 jam terakhir ini memang yang terbanyak semak durinya. Alhamdulillah pukul 18.00 seluruh anggota tim tiba dengan selamat di basecamp Gunung Malang. Pendakian kali ini sungguh merupakan pendakian yang terberat. 20 tahun lebih saya menjalani hobi menjelajah gunung dan hutan, inilah yang paling berkesan. Salak II, mungkin ketinggianmu tak seberapa, tapi begitu banyak pelajaran yang bisa saya dapatkan. Beruntung saya mendaki bersama orang-orang tangguh. Tim saya orang-orang bermental baja, saya bangga bisa memimpin dan mendaki bersama kalian semua. Alhamdulillah, misi membuka jalur baru menuju puncak Salak II terlaksana dengan baik. Jalur yang kami beri nama "Jalur Laba-Laba". Semoga jalur rintisan ini bisa diteruskan kawan-kawan yang lain di kemudian hari dengan tetap menjaga prinsip-prinsip dasar pelestarian alam. Sampai bertemu di perjalanan berikutnya.
Salam Lestari
Thank to Laba-Laba Crew : Wahyu, Fenk, Iyan, Nandi, Sony Bajing.
Tim Kerinci : Risnandar, Budi Gorillaz, Afri, Ivan Cemer
Perwakilan KPK Korwil Bogor : Irvan Mahameru n Hendrix
Fajar, Maria, Ita, Dika, Ilma, Ubay, Raffa, Zul, Jarot, Jafar n Jaweng.
Special thanks Mr.Ajum for support n guiding the team, Bi Icih untuk basecamp nya, mang Rachman untuk info2nya.
Semoga jurnal ini bermanfaat.
Bukan buka jalur tepatnya....tapi melintasi lg jalur lama.
BalasHapusPecinta alam tapi membabat pohon..??
BalasHapusGunung enggak butuh kalian, jadilah pendaki yang ramah lingkungan..
Owh ini KPK yang ketemu di pertigaan sebelum puncak salak 2 yah...KITA YG BEREMPAT.DARI BOGOR SALAKA WAHAA..#KOJEK
BalasHapusgokil bang jalurnya bulan april kemarin nyobain lewat gunung malang sadiiiiss
BalasHapusgokil bang jalurnya bulan april kemarin nyobain lewat gunung malang sadiiiiss
BalasHapusJalur gunung Malang bukan jalur lama mas Parno, sy sudah survey ke Planologi dan warga sekitar. Lbh tepat itu adl jalur warga lokal yg mencari burung atau untuk darurat evakuasi (insiden Casa). Sebab jika di sebut sbg jalur tentu resmi (seharusnya). Untuk bro Iwan Karnadi, sebaiknya anda baca lbh seksama jurnal sy knp kami hrs membuka jln. Kami menebas hanya sekedar untuk bisa melewati jalur dan duduk. Coba anda bandingkan dg jalur di gunung lain spti TNGGP, yg sengaja di buka lebar, di semen dll, apa itu ga lebih pantas untuk anda komentari??
BalasHapusBang Radyan: iya bang, sy inget ketemu dg camp ente pas di pertigaan menjelang puncak, maghrib2 waktu itu. Slm kenal bang.
Bang A.Fauzi...mantap bang...sukses ya. Slm Lestari.
cobaan atuh jalur gw bkin lie...via kawah ratu ka sumbul...hehe...
Hapusom ane minta rute dari jakarta menuju gunung malang dong.jalurnya kebaca gk om,ane mau ke sanah
BalasHapusU/ jalur, kalo mau kesana tanpa ada yg tau kondisi lapangan sebaiknya jgn bang Fadli Firmanda. Misal perlu bantuan insya Allah bs sy bantu, add aja pin sy 745565CE atau FB "Kukuh Klie" u/ detail info. Free no charge.
BalasHapusHrhe iya bang..semoga kita berjumpa kembali...salam dari anak bogor salaka. ...bang irwan salah kaprah tuh....itu memang jalur ilegal jalur yang tidak umum juga dilalui oleh para pendaki...maksud bang klie hanya menebas jalur untuk lewat team mereka..kalo tidak di tebas akan menyulitkan perjalanan mereka juga...
BalasHapusajibb bang
BalasHapusSaya lewat jalur ini dah 3kli tapi belom pernah ampe puncak,tar tgl 4 sya mau ksini lagi
BalasHapusSalam kenal bang. Saya tgl 1-3 kemaren juga dari salak 2 via pos pertigaan sebelum CuNang . Ajib banget bang treknya hehehe :D
BalasHapusSalam kenal jg ya...:)
BalasHapusKeep safety u/ tmn2 semua...dr manapun...dg bendera apapun...karena ini adl Salak...tdk bisa di prediksi.
Jalur salak satu lwt kampung sukoi juga gakalah seru bang...cobain deh...dpt pncak 3,4,ny jg loh hehhe
BalasHapuslokasi awalnya dr mana bang? boleh tuh, pengen nyobain saya. Bisa antar ga?
Hapusituh mualai dari ciapus
HapusSalken dr orang jadul 1970n ex Jatim/ Jateng berdomisli di Kota Bogor. Trm ksh utk 2 artikelnya shg nambahi wawasan saya jalur2 Salak Utara. Saya Andiks dpt dihub di indiantua@gmail.com siapa tau beradventure bareng gunung2 di Sulawesi.
BalasHapus