Kamis, 30 Juli 2015

Partner Mendaki = Separuh Nyawa

Bisa menemukan teman yang sehati dalam berpetualang, khususnya mendaki gunung adalah anugrah tersendiri. Selama menjalani hobi ini, tak banyak saya berkesempatan menemukan teman (baca : partner) yang benar-benar sehati.
Memiliki tubuh yang kuat secara fisik, peralatan yang lengkap, waktu luang serta finansial yang mendukung sudah merupakan satu paket komplit untuk bisa menikmati suatu perjalanan mendaki. Banyak di antara kita yang masih kedodoran di salah satu poin tersebut, sehingga sering kita harus memutar otak untuk "men-subsidi silang" agar 4 poin tersebut bisa terpenuhi. Saya pribadi pun termasuk yang sering kedodoran. Maklumlah secara fisik saya tidak terlalu bagus, peralatan dan finansial juga apa adanya.

Beruntung selama ini setiap pergi mendaki saya selalu bersama teman-teman yang tangguh dan bisa mengerti sifat dan kekurangan saya saat berpetualang. Keberadaan teman perjalanan yang seperti ini sangatlah penting bagi saya karena menentukan "kesempurnaan dan hasil akhir". Saya sangat merasa nyaman jika bepergian dengan teman yang sudah mengenal karakter saya, pun begitu sebaliknya. Rasa nyaman yang timbul berbanding lurus dengan terjaganya mental, psikologi serta fisik saya, sehingga kekosongan dari salah satu empat faktor di atas bisa ditutupi dan tidak berpengaruh secara signifikan.

Tentu saja bisa menemukan teman yg sehati tidak semudah membalikkan telapak tangan, diperlukan waktu dan kesempatan untuk bersama-sama agar "sense of belonging"-nya muncul dan terasah. Kesempatan untuk bersama-sama yang saya maksud jelas adalah saat mendaki, di hutan, di alam bebas, dimana uang tidak lagi berlaku. Kenapa saya men-syaratkan teman sehati tersebut harus sudah menghabiskan waktu di gunung atau hutan bersama saya???
Simpel saja, sebab saya sudah ratusan atau mungkin ribuan kali menemukan bahwa sifat asli seseorang akan muncul ketika dia berada di tempat yang bukan "habitatnya" serta jauh dari rasa nyaman. Dengan bahasa yang lebih tegas saya katakan bahwa seseorang yang anda anggap teman ketika di darat belum tentu tetap menjadi "teman" saat di gunung atau hutan. Karena hal tersebut, akhirnya saya sering menjadikan gunung atau hutan sebagai arena pengujian kesetiakawanan dan solidaritas teman-teman saya.

Kembali ke topik utama tulisan ini, proses pencarian teman sehati inilah yang tidak mudah. Salah satu cara pertama yang bisa dilakukan serta menjadi kunci dasar adalah mencari teman yang memiliki kesamaan minat. Setelahnya lalu memiliki kesamaan visi misi dalam berpetualang. Walau sebenarnya perbedaan visi misi bisa di atasi dengan membangun toleransi serta tenggang rasa, tapi jika bisa ditemukan persamaan maka perjalanan yang dilakukan akan menjadi lebih sempurna.
Saya bersyukur masih memiliki teman-teman sehati yang bisa saya andalkan ketika berpetualang. Teman-teman yang sudah sangat memahami karakter saya di lapangan. Bersama mereka saya merasa aman dan nyaman. Bagi saya keberadaan mereka adalah separuh nyawa saya saat berpetualang.

Salam Lestari

Note: Untuk teman-teman dan sahabat sehati saya dalam mendaki, terima kasih sudah selalu menjaga saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar