Senin, 10 Februari 2014

Berpetualang Dalam Cuaca Ekstrem

 

Berpetualang di alam bebas semakin hari semakin menjadi sebuah trend terutama di kalangan anak ABG. Bahasa kerennya "nubie adventurer". Saya termasuk pemerhati fenomena ini dan tanpa harus berpanjang lebar saya merasa sangat prihatin dengan fenomena tersebut. Kenapa saya sebagai salah satu penggiat malah prihatin?...logikanya saya merasa bangga dong semakin banyak kalangan muda yang menggemari alam bebas di banding mall.
.
Saya tidak menepikan, memang ada rasa bangga dalam hati saya melihat fenomena itu, apalagi saat di jalan saya berpapasan dengan serombongan anak muda yang menyandang carriel di pundaknya. Tapi dengan sejujurnya rasa prihatin saya jauh lebih besar.
Penyebabnya rendahnya tingkat keselamatan para "nubie adventurer" saat bercumbu dengan alam liar. Yup, rendahnya tingkat keselamatan itulah yang membuat saya prihatin. Boleh di bilang fenomena maraknya "nubie adventurer" ini hanya pengaruh latah, entah latah di ajak temannya (yang sangat mungkin nubie juga) atau karena emosi sesaat akibat euforia nonton film tentang kegiatan alam bebas.
.
Begitu banyak bentuk kegiatan di alam bebas dan memang sepintas penggiat-penggiatnya terlihat sangat "Keren dan macho". Mengarungi lidah-lidah air di sungai yang sedang berarus sangat besar dengan perahu karet berikut dayungnya, memanjat point demi point pijakan di wall buatan atau bahkan di tebing yang sesungguhnya atau menapaki langkah demi langkah dengan beban berat di pundak untuk mencapai puncak tertinggi dr suatu gunung memang sangat menggoda adrenalin.
.
Para "nubie" hanya melihat dari sisi kerennya saja, mereka tidak tahu dan tidak mau cari tahu bahwa dalam setiap kegiatan alam bebas itu mutlak harus di dukung pengalaman dan ilmu pengetahuan yang cukup. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama rendahnya tingkat keselamatan bagi para "nubie". Dipikirnya alam itu bisa di atur semudah membalik telapak tangan.
.
Saya tergelitik menulis masalah ini karena rasa kecewa saya 25 nyawa harus melayang sia-sia dalam kurun 2 bulan terakhir. Semuanya secara kebetulan terjadi di gunung. 1 orang di Mahameru, 1 orang di Gunung Gede, 1 orang di Ijen, 16 orang di Sinabung, 2 orang di Welirang, 3 orang di Sindoro dan 1 orang di Merbabu. Dua bulan 25 nyawa.
.
Dalam dunia penggiat alam bebas di kenal "bulan yang tidak bersahabat". Bulan-bulan tersebut umumnya di mulai sejak awal Desember hingga akhir Maret. Pada bulan-bulan tersebut cuaca dalam keadaan yang sangat ekstrem seperti fluktuasi suhu yang tinggi, curah hujan tinggi, angin kencang, kabut tebal hingga ombak yang dahsyat.
Dalam kondisi bulan "bersahabat" saja tidak ada yang bisa menjamin kegiatan alam bebas akan berjalan mulus, jadi bisa di bayangkan bagaimana akibat dari minimnya persiapan dan pengetahuan saat berkegiatan di bulan cuaca ekstrem? Dari pengamatan, saya berkesimpulan seluruh korban (25 orang) itu adalah akibat dari minimnya persiapan dan pengetahuan di tambah sifat menyepelekan alam. Faktor-faktor tersebut jadi kombinasi yang pas untuk "bunuh diri". Semoga ga ada lagi korban2 yang harus berjatuhan hanya karena minimnya persiapan dan ilmu pengetahuan saat menggeluti kegiatan alam bebas. Menjadi penggiat alam bebas itu tidak bisa hanya dengan modal nekat. Garis bawahi itu, Tidak Modal Nekat.
(10/2/14 : Monday)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar