Rabu, 22 Juni 2016

SAFETY KLIEN - Antara Slogan dan Realita

Maraknya jasa trip organizer kegiatan outdoor bbrp waktu belakangan, khususnya mendaki gunung,  menunjukkan bahwa kegiatan outdoor benar-benar telah menjadi lifestyle di kalangan masyarakat kelas menengah atas. Belum kekinian kalau belum pernah naik gunung.

Bak jamur di musim hujan, pertumbuhan peminat kegiatan mendaki semakin tinggi dengan semakin seringnya di selenggarakan event-event outdoor festival, dimana para distributor dan penjual peralatan saling memperkenalkan produk andalannya dengan harga sangat terjangkau. Di iming-iming potongan harga dan bonus ini itu, kehadiran even-even tersebut tak ubahnya magnet bagi penggiatnya.

Lalu setelah masing-masing individu memiliki alat, tentu langkah selanjutnya adalah segera mengujinya dengan terjun ke alam bebas. Setiap individu mempunyai pilihan cara yang berbeda. Ada yang memilih bertualang bersama rekan-rekan dekatnya yang se-hobi, ada yang mencari rekan via sosmed dan ada pula yang mencari penyedia jasa trip organizer (TO).

Khusus bagi pencari penyedia jasa trip yang sudah berpengalaman, biasanya mereka melihat konten apa saja yang di perolehnya jika memilih TO tertentu. Di sesuaikan dengan budget-nya. Siapa TO nya dan sudah seberapa berpengalaman.
Itu bagi yang sudah terbiasa.

Persoalan lalu muncul saat begitu banyaknya nubie-nubie yang masih awam yang haus pemuasan petualangan. Bertemu dengan TO-TO oportunis, yang bekerja kilat demi mengejar momen, meng-klaim diri profesional, safety tapi kenyataannya sangat jauh dari harapan.

Pada titik inilah TS merasa prihatin. Sebagai praktisi trip, TS melihat tingkat keberanian para TO oportunis ini sudah menjurus ke arah nekat dan bisa membahayakan klien. Hanya berbekal "merasa" kenal dengan kondisi suatu gunung, kemampuan fisik yang oke serta peralatan "yang di rasa" cukup, mereka berani meng-klaim diri profesional dan safety.

Bagi yang nubie atau awam mungkin tidak akan berpikir panjang untuk menjatuhkan pilihan siapa TO yang akan di pakainya, selama itu murah. Ya, murah adalah alasan utama nubie atau awam menjatuhkan pillihan. Tidak ada yang salah memang dengan yang murah selama segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Tapi menjadi sangat salah dan berbahaya jika terjadi hal-hal di luar kontrol manusia.

Contoh saja, bagaimana bisa TO meng-klaim diri profesional dan safety jika margin yang dia ambil hanya 100-200rb per klien dengan jumlah klien 5-6 orang sekali jalan?? Bayangkan, TO hanya mengantongi margin kotor 1-1,2jt untuk durasi kerja rata-rata 2-3 hari, per hari 9-12 jam. 400-600rb/hari !!
Nominal itu harus di potong kebutuhan transport TO, membawa peralatan tim, logistik, menyewa porter DAN MENANGGUNG KESELAMATAN KLIEN!
Lalu berapa hasil bersih TO??
Apakah TO-TO oportunis seperti itu pernah berpikir kemungkinan terburuk yang bisa terjadi saat kegiatan berlangsung?! Dan apakah klien juga berpikir sampai sejauh itu, kenapa keselamatan dirinya ternyata di hargai sangat murah.

Teman, secara logika saja, saat TO di bayar oleh klien untuk menjadi guide, tugas real-nya lebih dari sekedar guide. TO harus bisa menjadi guard (penjaga), rescuer, manajer dan profesional. Ini satu persoalan untuk di pikirkan, margin kotor 1-1,2jt apa cukup untuk menyewa tim rescue jika terjadi kecelakaan saat kegiatan? Tolong renungkan. Bahkan mungkin untuk mengganti beban tenaga dan pikiran TO saja belum cukup. Itu baru satu hal saja, biaya sewa tim rescue, belum yang lainnya.
Setiap TO harus lebih berhati-hati dalam membuat klaim profesional dan safety. Ada konsekuensi dan tanggung jawab besar di balik slogan itu. Jangan karena alasan kebutuhan kita mengabaikannya. Jangan karena mengejar momen kita menepikan hak klien. Trip yang sehat itu sangat memperhatikan kelanjutan hubungan antara klien dengan TO-nya.

Tahukah alasan kenapa tidak ada satu pun perusahaan asuransi mau terlibat di kegiatan outdoor seperti mendaki?? Karena mereka tahu begitu besar resiko yang harus di tanggung jika terjadi klaim atas kecelakaan.
Sekelas perusahaan saja tidak ambil resiko, jadi sebaiknya TO banyak melakukan kajian untuk menekan kemungkinan terjadi hal yang tidak di inginkan dan langkah-langkah preventif-nya.

Sebagai penyedia jasa, TO harus benar-benar memahami bahwa satu-satunya hal yang dia jual adalah SAFETY KLIEN, bukan hal lain. Keindahan alam, proses trip dan lokasi tujuan adalah pelengkap saja. Dengan pemahaman yang baik, dengan sendirinya, mau tidak mau, TO akan membekali diri dengan kemampuan manajerial yang mumpuni.

Dengan begitu banyaknya tugas dan kewajiban TO, maka sangat tidak mungkin bekerja secara perorangan, karena yang di sebut TO adalah suatu tim / badan yang memiliki struktur kerja yang jelas dan mengutamakan hak-hak klien.

Di sisi lain, Klien pun harus cerdas, pandai-pandai memilah dan memilih, jangan sampai tertipu atau tidak terjaga keselamatannya hanya karena tergiur harga murah. Perlu di ingat setinggi apapun gunung yang di tuju, sejauh apapun lokasi yang di buru, kalian tetap harus kembali pulang ke rumah dengan selamat.

Akan terus bermunculan TO-TO baru, berbanding lurus dengan bertumbuhnya jumlah para penggiat kegiatan outdoor. Persaingan selalu terjadi, lumrah saja. TS harapkan jagalah safety klien tidak hanya sampai di slogan saja. Mari kita sama-sama menjaga iklim outdoor di Indonesia tetap baik dan sehat agar hubungan antara TO dan klien terjalin secara berkelanjutan.

Regards,

Jumat, 10 Juni 2016

Curug Orok

Curug Orok yang masih asri

Curug Orok merupakan potensi wisata air terjun di kabupaten Bogor yang masih jauh dari sentuhan profesional. Hanya di kenal dari "iklan" mulut ke mulut.
Terletak di Desa Cipelang, di kaki gunung Salak 4. Desa Cipelang sendiri mungkin masih asing di telinga warga Bogor, tapi jika di sebut Kampung Sukhoi ada kemungkinan banyak warga yang familiar. Ya, desa ini lebih terkenal dengan julukan Kampung Sukhoi karena menjadi pusat kegiatan evakuasi kecelakaan pesawat komersil Sukhoi beberapa tahun silam. 

Kunjungan saya ke Curug ini bisa di bilang tak sengaja dan tak terencana. Awalnya hanya menghadiri acara kemping ceria di Camp Ground Cihideung untuk memperingati Milad Komunitas Pendaki Kantoran (KPK) Korwil Bogor. Pagi hari setelah acara kemping selesai beberapa teman melanjutkan eksplorasi Curug Orok.

Kami masih harus berjalan sekitar 1 jam dari lokasi kemping untuk bisa mencapainya. Jalurnya setapak rumput dan ilalang, sesekali menyusuri sawah dan perkebunan warga. Jalur ini merupakan jalur yang sama jika ingin menuju puncak Salak 4.

Jalurnya sangat khas Gunung Salak, tanah licin, lembab dan berubah menjadi lumpur saat terguyur hujan.

Tiba di Curug, tanpa membuang waktu dan membuka baju saya langsung membasahi diri....sueeger banget...anggap aja mandi pagi tapi tanpa sikat gigi.
Kondisi Curug yang masih relatif terisolir membuatnya masih cukup bersih dan asri dari sentuhan tangan-tangan jahil.

Senangnya bisa nemu tempat bermain yang masih alami....dan sepi.

Sampai ketemu di perjalanan berikutnya ya. :)

Salah satu spot yg licin


Santai menikmati pagi di camp ground

Hitung2 mandi pagi lah

Bersama kawan2 KPK

Natural view...sejuk

Sejuk...sejuk...

Menanti sunrise di camp ground

View kota Bogor di malam hari

Deretan tenda kami

Beautiful night

Nikmatnya....seruput dulu kopinya

Tim kami KPK Korwil Bogor

Jangan lupa menyantuni anak yatim 

Adakah Kaitan Meningkatnya Aktivitas Gunung Api Pasca Terjadi Gempa

Kaldera Aktif Gunung Raung

Seringkali terjadi peningkatan status pada gunung api aktif pasca terjadinya sebuah gempa. Umumnya fenomena ini banyak ditemui di wilayah-wilayah dimana terdapat formasi sabuk gunung api, seperti dinegara kita Indonesia.

Lalu apa hubungan antara gempa yang terjadi dengan aktivitas gunung api aktif?

Untuk menjawabnya, tentu kita harus mempelajari  dan memahami kondisi tektonik regional  serta konsep hubungan stres-strain pasca gempa bumi hingga terbentuknya tekanan di dapur magma.

Jika contohnya di Indonesia, meningkatnya aktivitas gunung api aktif nyaris selalu di pengaruhi gempa tektonik. Indonesia dikenal memiliki rangkaian gunung api aktif  yang membentuk formasi seperti sabuk dari Sabang sampai Merauke. Populer juga dengan sebutan "Ring Of Fire".

Sebagai contohnya adalah Gunung Kerinci. Kerinci terletak di zona Cesar Sumatera dan dekat dengan zona subduksi lempeng. Karena terletak di zona tektonik aktif, maka secara geologis, terbentuknya Gunung Kerinci tidak lepas dari proses tektonovolkanik di zona ini.

Akibatnya adalah kondisi fisiografi, seismisitas dan vulkanisme didaerah sekitar Gunung Kerinci sangat dipengaruhi oleh aktivitas tumbukan Lempeng Indo Australia dengan Lempeng Eurasia.
Kondisi seperti ini menjadikan zona barat Sumatera sebagai salah satu kawasan dengan tingkat aktivitas kegempaan  dan gunung api yang tinggi di Indonesia. Jika aktivitas gunung api sebagai bagian dari rangkaian aktivitas subduksi lempeng, maka meningkatnya aktivitas Gunung Kerinci tidak bisa lepas dari aktivitas seismik dan dinamika tektonik regionalnya.

Jika kita amati lebih seksama peta sebaran gunung api di Indonesia, khususnya jalur Sumatera, tampak bahwa seluruh jalur gunung api letaknya berdampingan dengan jalur gempa bumi. Pada banyak kasus erupsi gunung api aktif di dunia menunjukkan bahwa pasca gempa bumi berintensitas kuat memang banyak terjadi erupsi gunung api.

Berdasarkan penelitian Eggert dan Walter dalam mempelajari hubungan antara aktivitas gempa bumi dan erupsi gunung api aktif menghasilkan kesimpulan bahwa aktivitas erupsi gunung api lebih sering terjadi pada gunung api yang terletak di zona seismik aktif. Secara tektonovolkanik, gempa bumi kuat memang dapat mengaktifkan erupsi gunung api.

Aktifnya gunung api aktif berkaitan dengan dinamika tektonik disekitar kantung magma. Dalam hal ini peristiwa gempa bumi besar dapat memicu aliran magma ke dalam kantung magma.

Akumulasi tegangan litosfir yang berlangsung disekitar gunung api juga dapat memicu erupsi gunung api. Dalam hal ini stres-strain akibat gempa bumi kuat mampu menekan kumpulan magma.

Aktifnya gunung api dapat dimulai ketika berlangsung induksi perambatan stres-strain saat terjadi gempa bumi. Dalam hal ini gempa bumi kuat yang terjadi dekat gunung api dapat memicu naiknya magma dari dalam bumi ke kantung magma.

Teori lainnya menjelaskan bahwa aktivitas gempa bumi dekat gunung api aktif mampu mengubah tekanan gas dapur magma. Fenomena ini dapat dianalogikan seperti sebuah botol minuman soda yang dikocok hingga timbul gelembung-gelembung gas yang kemudian bergerak naik, selanjutnya menekan dan melepaskan  sumbatan hingga terjadi letupan keras.