Gunung Merbabu 3142 mdpl di lihat dari Pos New Selo Merapi ( 31/7/2014 ) |
Obituary Seorang Pendaki
Bagi kami tiada kata untuk sombong
Sebab pendakian demi pendakian bukanlah perburuan prestasi
Dari puncak ke puncak kami telah pergi
Namun kami masih ingin terus mendaki dan mendaki
Karena bagi kami puncak-puncak gunung itu adalah sebuah misteri
Engkau takkan pernah tahu impian kami para pendaki
Bagi kami pendakian adalah ungkapan cinta....
Sesuatu yang sangat pribadi !!!
Yang hanya bisa diselami oleh seorang pendaki
Dan kematian bagi kami bukanlah sebuah resiko
Melainkan puncak obsesi cinta kami pada alam.
1 Agustus 2014, Alarm dari gadget saya yang berbunyi serentak di dini hari itu membangunkan saya dari tidur yang belum tuntas. Rasanya baru saja saya merebahkan badan untuk beristirahat. Alarm saya memang selalu berbunyi jam 3.15. Masih dalam keadaan rebah di dalam sleeping bag, saya mengingat-ingat jam berapa saya tidur, ada dimana dan apa yang harus saya lakukan. Mata ini berat sekali, karena saya baru tidur 2,5 jam saja di tambah 1 jam waktu di bus, total saya baru tidur 3,5 jam dalam 3 hari. Hawa dingin yang menusuk membuat saya merasa enggan untuk bangun. Kurang lebih 1 jam kemudian saya baru benar-benar "memaksa" badan untuk beringsut dan duduk selonjor dengan kaki masih tetap di dalam sleeping bag. Keadaan masih sepi dan semua anggota tim masih terlelap dalam tidurnya. Kami semua tidur di dipan kayu semi panggung berukuran 7x2 meter, kecuali Iyan, Soni, Hendro, Zafran, Eko, mereka tidur di lantai beralas trash bag dan sleeping bag. Peralatan masak bekas masak semalam masih menumpuk di antara posisi kami tidur. Disebelah kanan saya Ryan meringkuk kedinginan, dan disebelah kiri saya Gugum sepertinya sibuk "berlatih silat" --- maklum kepala saya sempat jadi target sikutnya...hehe.
Jam 4.00 saya bangun dari posisi nyaman dan hangat, saya kenakan lagi celana panjang, lalu saya bangkit dan keluar untuk menikmati udara subuh di depan base camp Selo Merapi, tak lupa saya sampirkan sleeping bag saya untuk menutupi Ryan yang kedinginan. Seperti yang saya duga, diluar udaranya jauh lebih menggigit. Langit cerah berbintang. Setiap hembusan nafas saya mengeluarkan asap, menandakan tingginya perbedaan suhu antara tubuh saya dengan udara luar. Saat saya hendak mengambil wudhu untuk menunaikan shalat subuh, lewatlah 30-40 orang turis asing yang hendak mendaki Merapi, dengan hanya menggunakan kaos oblong tipis mereka berjalan santai menuju New Selo seolah dinginnya udara subuh itu bukanlah "musuh" untuk terus bergerak. Basuhan air wudhu terasa seperti jarum yang menusuk permukaan kulit saking dinginnya, benar-benar godaan untuk tidak menunaikan kewajiban. Selesai shalat saya menuju dapur basecamp untuk meminta segelas teh manis dan menyeduh obat herbal yang memang saya bawa. Saya bangunkan Gugum dan Wawan agar segera menunaikan shalat subuh sebab hari semakin siang. Lalu sambil menanti matahari terbit saya duduk sambil ngobrol dengan sesama pendaki dari Solo di temani teh manis panas.
Untuk efesiensi waktu, pagi itu tim memutuskan untuk tidak masak melainkan memesan seporsi nasi goreng dan teh manis hangat untuk setiap anggota tim. Dengan biaya sepuluh ribu rupiah jadilah nasi goreng menjadi pengisi perut kami untuk sarapan. Tim menjadwalkan untuk mulai perjalanan mendaki Merbabu jam 8.00. Sambil menunggu waktu, Ryan dan Iyan bernegosiasi untuk tarif angkutan ke base camp Selo Gn.Merbabu. Disepakati ongkos sebesar 10.000 per orang. Kami menggunakan mobil bak yang sama untuk menuju base camp Merbabu. Tepat jam 8.00 tim bertolak menuju Gunung Merbabu. Di tengah perjalanan, salah satu anggota tim, Wawan, berpamitan untuk lebih dulu pulang ke Bogor. Sebenarnya saya dan Gugum sudah mencoba untuk membuat Wawan untuk terus melanjutkan pendakian, namun karena alasan pekerjaan yang memang tidak bisa diwakilkan dan ditinggalkan dengan terpaksa Wawan pulang lebih awal.
Sebenarnya jarak antara basecamp Merapi dan Merbabu di Selo ini tidak terlalu jauh, sekitar 4 km, namun untuk menjaga kondisi fisik dan efisiensi waktu tim memutuskan untuk naik mobil. Arah menuju basecamp Merbabu kami kembali menyusuri jalanan awal melewati Pasar Cepogo lalu berbelok ke kiri dan terus menanjak. 20 menit saja waktu yang tim butuhkan untuk mencapai basecamp Merbabu. Basecamp tempat kami mendaftar adalah rumah Pak Parman, terletak di sebelah kanan jalan dengan sebuah bak sumber air --- pendaki bisa mengambil air untuk perbekalan disini. Berhubung sepanjang jalur pendakian nanti tidak akan ditemui sumber air maka tim mengisi penuh setiap botol dan jerigen yang di bawa plus menyelesaikan hajat yang berhubungan dengan air. Dan nasi goreng sarapan kami pagi tadi pun jadi subyek biang keladi sakitnya perut mayoritas anggota tim. Bergantian tim mengosongkan perut, kecuali saya. Sambil menunggu seluruh anggota tim siap, saya dan Yasser mewakilkan Ryan mengurus berkas pendaftaran. Masing-masing pendaki di kenakan biaya sebesar 4.000 rupiah dan diberikan surat pengantar untuk diserahkan di pos tempat kami turun nanti (Wekas). Mundur 40 menit dari target awal jam 9.00 pagi, tim mulai bergerak meninggalkan basecamp. Trio Ubur-ubur di tambah Gugum dan Hendro menjadi tim sweeper.
Tim beristirahat di Pos I Dok Malang ( 1/8/2014 ) |
Seperti biasa saya berjalan sangat lambat, cara berjalan seperti ini memang sudah menjadi kebiasaan saya, selain untuk menjaga kondisi fisik juga untuk mempercepat menemukan ritme jalan yang nyaman. Jalur awal pendakian menuju Pos I relatif datar, banyak di temui bonus trek di sela tanjakan-tanjakan pendek. Vegetasi juga tidak rapat, dominan ilalang dan pohon kayu berdiameter tidak lebih dari 40 cm. 50 menit selepas gerbang pendakian banyak ditemui kera-kera diantara pepohonan, seperti menyambut kami yang akan memasuki hutan Merbabu. Formasi tim terpecah menjadi 3 grup, grup advance / leader yang di pimpin Ryan, grup tengah Iyan dan sweeper saya. Rata-rata jarak berjalan antara grup leader dg sweeper adalah 45-1,5 jam. Jam 11.35 tim sweeper tiba di Pos I Dok Malang, saat tim sweeper tiba, anggota tim yang lain sedang beristirahat sambil membuat perapian. Pos I ini merupakan sebuah bidang tanah yang cukup luas dan datar, cukup untuk membangun 6-7 tenda. Tim beristirahat selama 30 menit sebelum melanjutkan perjalanan.
Jam 12.05 tim mulai bergerak lagi untuk menuju Pos II, masih dengan kontur tanah, trek yang relatif landai namun vegetasi semakin terbuka. Empat puluh menit selepas Pos I jalur pendakian berubah curam membuat badan kami kaget, untung trek curam itu hanya sepanjang 30-40 meter sebelum berubah menjadi landai kembali. Namun jam 13.00 bonus trek itu hilang berganti dengan jalur menanjak yang sangat panjang, yang dikenal dengan nama Tanjakan Penyiksaan. Soni mulai kepayahan, saat itu di posisi sweeper adalah saya, Soni, Eko, Gugum, Huda, Hendro dan Wahyu. Saya pun memulai aksi PHP dan Soni adalah korban pertama saya...(sori ya bro...hehehe). Akibat terlalu banyak tertawa (menertawakan Soni) saya kehilangan banyak energi dan berimbas dengan makin lambatnya saya berjalan. Sepuluh menit selepas Tanjakan Penyiksaan kami bertemu dengan tanah lapang yang cukup luas, cukup untuk membangun 4-5 tenda. Maju ke depan sepuluh menit lagi tim sweeper berhasil tiba di Pos II Pandean. Tim sweeper tidak bertemu dengan tim leader dan tengah di Pos II ini, kami berpikir mungkin mereka lanjut dan menunggu di simpangan Pos Bayangan. Saya lirik jam di pergelangan tangan saya, jarum jam menunjuk angka 14.10. Pos II ini adalah sebidang tanah kecil yang dikelilingi pepohonan dan cukup rimbun, berlama-lama disini membuat badan menjadi dingin. Karena alasan itulah kami tim sweeper tidak berlama-lama, kurang lebih hanya 10 menit kami beristirahat sebelum melanjutkan pendakian.
Belum lama kami berjalan, nampak di depan kami Iyan, Adit dan Gugum sedang beristirahat. Saat kami tiba di posisi mereka, mereka pun bergabung dan berjalan bersama-sama. Sorot cahaya matahari sudah tidak seterik siang tadi, sehingga kami tidak terlalu banyak kehilangan cairan. Kondisi jalur pendakian didominasi tanah, rumput dan perdu kecil.
Suasana di simpang Jalur Selo dan Thekelan, Pos bayangan ( 2/8/2014 ) |
Simpangan Jalur, kiri adalah arah ke Selo, foto dari Tanjakan menuju Pos III (1/8/2014) |
Jam 15.30 tim sweeper tiba di simpangan Pos Bayangan, sebuah lapangan yang sangat luas dan terbuka. Berdiri beberapa tenda pendaki disini. Di sebelah timur terdapat puncak bukit kecil ramai pendaki yang berfoto-foto sedangkan di sebelah Barat adalah jalur pendakian kami selanjutnya. Nampak jalur pendakian yang hitam, kontras dengan warna hijau di sekelilingnya yang curam dan panjang sudah menunggu untuk kami tapaki. Jalur curam itu memanjang berkelok hingga hilang di balik puncak bukit, di balik bukit itulah letak Pos III alias Sabana I. Di butuhkan waktu 1,5-2 jam bagi tim untuk melewati tanjakan curam ini dan mencapai Pos III. Selangkah demi selangkah kami memulai untuk mendaki jalur curam ini. Mulai dari sini beban bawaan saya bertambah, sebuah batang pohon mati dengan berat tidak kurang dari 10kg saya bawa dengan tangan kanan saya. Kemiringan jalur yang nyaris mencapai 75-80 derajat jelas sangat menyulitkan pendaki yang membawa beban berat dan carrier tinggi. Tim sweeper berulang kali istirahat walau dalam posisi berpijak yang tidak ideal. Di pertengahan jalur kami menemukan daypack Egi yang sengaja ditinggalkan untuk mempermudah pendakian. Sejak turun dari Merapi semua anggota tim jadi mengetahui jika Egi memiliki masalah phobia dengan ketinggian dan akhirnya kami memaklumi hal tersebut. Saya meminta tolong pada Eko dan Soni untuk mengikat daypack Egi di atas carrier saya. Lalu kami melanjutkan perjalanan. Tim Sweeper tiba di Pos III / Sabana I tepat jam 17.35. Kami hanya menemui Gugum sedang istirahat sendiri. Kondisi fisik kami yang sudah terkuras dan beratnya bawaan di dalam carrier membuat kami tidak memungkinkan untuk menyusul tim leader yang kemungkinan besar sudah tiba di Sabana II. Di kejauhan nampak tanjakan curam berikutnya yang menjadi gerbang untuk menuju Sabana II. Setelah berembuk sejenak, saya, Soni, Gugum, Eko dan Huda yang kembali turun sepakat untuk beristirahat di Sabana I ini untuk me-recovery kondisi fisik kami. Posisi Sabana I ini tepat berada di puncak punggungan bukit sehingga tidak ada pelindung jika angin datang dari penjuru manapun. Sedangkan Sabana II posisinya terletak di lembah punggungan, lebih terlindung.
Awalnya kami sepakat hanya akan membuat bivak darurat dari flysheet yang dibawa Soni dan akan kembali bergerak menyusul tim leader sekitar jam 21.00. Kamipun bergerak cepat membagi tugas, maklum, dinginnya udara di Sabana I Merbabu sudah tersohor di kalangan pendaki, sehingga berdiam diri di tempat seperti tanpa perlindungan sama saja nyari masalah. Setelah bivak berdiri, saya dan Gugum melaksanakan shalat maghrib. Selesai shalat kami mulai masak dan coba membuat perapian walau pada akhirnya gagal.
Udara dingin yang bercampur angin semakin membekukan kami dan akhirnya kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan malam ini. Walau bagaimana kondisi fisik yg lemah bisa jadi bumerang dan masalah jika kami memaksakan untuk terus mendaki. Setelah kami sepakat untuk lebih lama beristirahat di Pos III kami segera membangun tenda. Alhamdulillah, jam 22.00 kami tim sweeper sudah bisa beristirahat didalam tenda. Kami juga sepakat bahwa jam 2.00-3.00 kami akan berkemas dan menyusul tim leader. Tidak butuh waktu lama kami segera terlelap di balik sleeping bag, kecuali saya, karena tidak kebagian sleeping bag terpaksa saya mengalami salah satu 4 jam terlama dalam hidup. Hembusan angin menembus pori-pori tenda, membekukan paha dan kaki saya, sehingga kaki saya kram terus menerus dan sakit seperti di tusuk. Kepala saya pun migrain akibat beda tekanan. Berulang kali saya melirik ke arah empat rekan setenda, berharap ada salah satu yang bangun dan mau bergantian posisi. Saya sudah setengah mati rasa, sementara waktu berjalan lambat sekali. Kurang lebih jam 1 dini hari saya terpaksa menelan sebutir antibiotik tanpa air demi meredakan demam saya yang semakin menjadi. Jam 2.00 sesuai dengan kesepakatan kami bangun kecuali Huda yang terus saja asyik dengan tidurnya. Gugum dengan sigap keluar tenda dan segera memasak untuk mengisi perut kami sebelum melanjutkan perjalanan, sementara saya , Soni dan Eko walau sudah terbangun tetap berada di dalam tenda. Jam 2.30 kami sarapan energen satu sachet di bagi berlima dan kopi panas. Saat itu tim sudah siap untuk melanjutkan perjalanan, tapi saya meminta waktu 1 jam lagi, saya perlu memejamkan mata dan menghangatkan badan yang sudah ga karuan rasanya. Hari ini sudah tanggal 2 Agustus dan saya baru tidur 3,5 jam sejak tanggal 30 Juli. Akhirnya tim memberi saya kesempatan untuk tidur 1 jam. Saat Gugum membangunkan saya jam 4.20 badan saya terasa jauh lebih segar, 30 menit kemudian kami berkemas, shalat subuh dan melanjutkan perjalanan menuju Sabana II jam 5.30.
Pagi hari tim sweeper menuju Sabana II, nampak Pos III / Sabana I dari Tanjakan tempat foto di ambil ( 2/8/2014 ) |
Camp tim leader di Sabana II ( 2/8/2014 ) |
Dalam perjalanan menuju Sabana II kami di suguhi pemandangan yang luar biasa indah, di sebelah kanan kami perlahan namun pasti matahari mulai muncul dari ufuk, menyiram tubuh beku dan dingin kami dengan hangat cahayanya. Hari itu kami beruntung sebab bisa menyaksikan sekaligus mengabadikan momen golden sunrise. Siluet Gunung Lawu terlihat sangat eksotis dan indah. 50 menit mendaki tanjakan curam kami pun tiba di Sabana II jam 6.20, bertemu dengan seluruh anggota tim yang lain. Tim di Sabana II membangun 4 tenda dan semua anggota tim sudah terbangun saat tim sweeper tiba.
Pemandangan dari puncak tanjakan panjang sebelum Puncak Merbabu ( 2/8/2014 ) |
Tim KPK Korwil Bogor di Puncak Kentheng Songo Gn. Merbabu 3142 mdpl ( 2/8/2014 ) |
Iyan, Saya, Gugum, Ryan dan Soni di Puncak Kentheng Songo ( 2/8/2014 ) |
2 Agustus 2014, jam 10.10 --- 3142 mdpl
Setelah 30 menit kami berfoto-foto dan mengabadikan setiap momen hasil perjuangan berat selama 3 hari terakhir kami pun memulai perjalanan turun menuju basecamp Wekas. Kali ini Zafran yang berperan sebagai leader dengan catatan harus berhenti jika menemukan persimpangan yang membingungkan. Belum genap 20 langkah kami menuruni Puncak Merbabu, kami sudah disuguhi jalur yang sangat terjal dan berbahaya. Diawali dengan turunan dengan kemiringan 50-60 derajat dengan kontur tanah berpasir yang labil dan menyulitkan kaki untuk berpijak kami beriringan rapat. Sesekali beberapa orang dari kami terpeleset dan terseret. 40 meter kemudian jalur berubah menjadi lebih curam, kontur batuan lepas yang diselingi akar dan batang pohon di kemiringan 80 derajat hingga nyaris vertikal harus kami lewati dengan sangat berhati-hati dan perlahan. Anggota tim dengan carrier besar dan tinggi seperti Tejo, saya, Soni, Adit, Gugum dan Iyan harus lebih ekstra hati-hati dan menjaga keseimbangan. Salah melangkah bisa fatal akibatnya. Lepas dari jalur berbahaya itu tidak lantas kami bebas dari bahaya sebab persis di balik tikungan tebing terakhir yang kami turuni sudah menunggu jalur sempit sepanjang 10 meter.
Bergantian meniti Jembatan Setan Merbabu ( 2/8/2014 ) |
Trek terbuka selepas Jembatan Setan ( 2/8/2014 ) |
Tebing vertikal setinggi kurang lebih 15 meter itu hanya menyisakan tempat pijakan selebar 20 centimeter saja. Masih tersisa jarak 2 meter dari pijakan dengan dasar jalur selanjutnya, hanya saja dasar jalur pun masih tetap miring sehingga jika pendaki salah berpijak bisa dipastikan pendaki akan jatuh dengan punggung terlebih dahulu ke arah bebatuan yang menjadi lapisan atas jalur dibawahnya. Inilah trek berbahaya yang di kalangan pendaki populer dengan nama Jembatan Setan Merbabu. Trek tersebut juga menjadi jalur dengan tingkat kesulitan tertinggi terakhir yang akan dilewati pendaki dalam perjalanan turun menuju basecamp Wekas. Alhamdulillah seluruh anggota tim mampu melewati rintangan itu dengan selamat dan tanpa kurang suatu apapun.
Jam menunjukkan pukul 11.45 saat kami tim sweeper tiba di persimpangan Puncak Syarif. Di puncak yang terletak disebelah kanan jalur turun itu terdapat makam yang cukup sering menjadi tujuan para peziarah. Kabut cukup tebal saat kami menyusuri jalur terbuka antara Puncak Syarif dan Puncak Menara, namun kami beruntung sebab kabut itu tidak disertai angin. Dua kali sudah saya mendaki Merbabu, dan dalam kesempatan itu saya selalu dihadang badai angin dan kabut tebal. Baru kali ini saya mendaki Merbabu dalam kondisi cuaca cerah dan nyaris tak berangin. 1,5 jam setelah persimpangan Puncak Syarif tim tiba di persimpangan Puncak Menara. Kurang lebih 30 menit sebelum persimpangan Puncak Menara, saya, Gugum, Soni, Eko, Huda, Alvin, Yasser, Wahyu, Hendro, dan Eca sempat beristirahat cukup lama di puncak punggungan bukit yg terakhir dan sempit. Kondisi Eca drop dan untuk saat itu jalan satu-satunya adalah kami harus memberi asupan makanan agar Eca mendapat tambahan tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Selain kelelahan, kami semua memang dalam kondisi sangat lapar. Rencana untuk masak besar di pertigaan helipad berjam-jam yang lalu kami batalkan demi mengejar waktu ke Pos II. Akhirnya saya putuskan agar kami memasak sereal terlebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Dengan sigap tim mengeluarkan peralatan masak dan 20 menit kemudian masing-masing dari kami bergantian makan satu dua sendok sereal. Selesai me-recovery Eca, saya meminta Huda untuk menyusul tim leader sebab hampir seluruh kebutuhan logistik dan perbekalan ada di carrier Huda. 20 menit setelah Huda turun kami semua pun kembali berjalan turun.
Saya dan Soni menjadi anggota tim yang terakhir tiba di Pos II. Waktu itu sudah jam 15.15, dan hampir seluruh anggota tim sedang sibuk mempersiapkan masak besar.
Tim makan besar di Pos II Jalur Wekas ( 2/8/2014 ) |
Di koordinir oleh Iyan, Eca, Tejo dan Gugum tim mengolah bahan makanan yang masih tersisa. Kami berlomba dengan waktu. Yasser memasak air untuk membuat teh dan kopi. Sambil menunggu masakan matang saya dan Gugum shalat Dzuhur dan Ashar. Alhamdulillah jam 16.35 perut kami semua sudah terisi maksimal dan siap untuk melanjutkan perjalanan malam turun ke basecamp. Setelah mencuci peralatan dan beristirahat sejenak, kami bergegas untuk berkemas dan bersiap melanjutkan perjalanan. Sebelum turun kami berkumpul, berdoa dan saling bermaafan satu sama lain. Mengingat dalam perjalanan panjang ini pasti sedikit banyak terjadi salah paham dan sikap yang kurang berkenan, terutama saya yang banyak melakukan PHP ke anggota tim yang lain. Matahari sudah hilang dari pandangan, udara pun semakin dingin, tepat jam 17.20 dalam kondisi yang sudah meremang satu per satu anggota tim mulai berjalan turun menuju basecamp.
Perjalanan kami turun relatif lancar dan aman, dengan masih tetap berposisi sebagai sweeper, tim ubur-ubur mencapai Pos I sekitar jam 18.35 dan jam 20.10 kami semua tiba di basecamp Wekas. Setelah menyerahkan berkas lapor di basecamp kami semua sibuk beristirahat dan membersihkan badan. Karena kemalaman kami terpaksa bermalam di basecamp, menunggu hingga esok hari untuk melanjutkan perjalanan ke kota menuju Terminal Tidar Magelang. Kami menyewa colt bak L300 dengan biaya 10.000 per orang untuk menuju Terminal Tidar. Dan Alhamdulillah setelah 28 jam dalam bus, rombongan tim ekspedisi Double M KPK Korwil Bogor tiba di check point akhir Perempatan Pasar Rebo Jakarta dan berpamitan untuk kembali pulang ke rumah masing-masing.
Terima kasih untuk teman-teman semua, tanpa kerja sama dan solidaritas yang tinggi nyaris tidak mungkin kita bisa selesaikan misi dua puncak ini. Semoga selalu terjaga kebersamaan dan tali silaturrahim di antara kita semua. Mudah-mudahan ada kesempatan lain untuk kita kembali bersama-sama mendaki dan bertualang dialam bebas. #Big Huge n Respect.
The Actor : Ryan, Iyan, Tejo, Soni, Eko, Yasser, Eca, Zafran, Nur, Adit, Alvin, Joni, Egi, Abbu,
Hendro, Wawan, Huda, Gugum, Kukuh.
As Long As Mountain Still Exist In The Earth
Hiker Never Die !!!
Peta Gunung Merbabu Jalur Selo |
Bivak darurat tim sweeper di Pos III / Sabana I ( 1/8/2014 ) |
Trek terbuka selepas Jembatan Setan ( 2/8/2014 ) |
Bergantian meniti Jembatan Setan Merbabu ( 2/8/2014 ) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar