Rabu, 06 Agustus 2014

Ekspedisi Double M---Bab I : Merapi 2968 mdpl

Gunung Merapi 2968 mdpl di lihat dari Selo ( 31/7/2014 )

Kabut yang turun tiba-tiba di sore cerah itu sontak membatasi jarak pandang mata saya menjadi hanya beberapa meter saja. Lapisan-lapisan lava beku bekas erupsi nampak menjadi satu bayangan gelap seolah batuan yang kokoh. 10 meter di atas, Adit sepertinya terdiam menunggu aba-aba selanjutnya dari saya. Saat itu saya, Abbu dan Adit memang berada di posisi terdekat dengan Puncak Merapi, kurang dari 15 menit lagi kami hampir pasti akan berdiri menjejak titik tertinggi gunung berapi paling aktif di dunia itu. 20-30 menit di bawah kami berjalan berurutan anggota tim yang lain, berjalan rapat, membungkuk kepayahan mengatur langkah kaki yang berat dalam benaman pasir.
Angin menyibak kabut untuk sesaat sehingga walau samar saya bisa melihat posisi seluruh anggota tim. Tak lama saya dengar teriakan Ryan, pemimpin ekspedisi, yang meminta seluruh tim untuk turun kembali ke Camp Pasar Bubrah. Saya mengerti alasan komando itu semata demi keselamatan dan keamanan seluruh anggota tim. Adit dan Abbu masih diam di tempat seperti menunggu apa keputusan saya. Saya tahu, bukan hal yang mudah untuk menepikan ego dan obsesi muncak saat peluang itu sudah benar-benar di depan mata. Saya tahu sebab saya juga pernah mengalami bagamana sedihnya "balik badan" saat puncak tinggal beberapa langkah lagi. Jadi, saya tahu pasti apa yang mereka rasakan saat saya minta mereka untuk mematuhi komando dr leader untuk turun kembali. Saya salut, mereka masih bisa tersenyum untuk menutupi kekecewaannya. Jam 16.50, tanggal 31 Juli 2014, setelah mencoba summit selama 40 menit dari Pasar Bubrah, bersama-sama kami pun melangkah turun di iringi tersibaknya kabut yang seolah mempermudah matahari sore untuk menerangi pandangan mata kami. Tepat jam 17.05 kami dan seluruh anggota tim ekspedisi Double M KPK Korwil Bogor sudah berkumpul kembali di Camp Pasar Bubrah untuk beristirahat.

30 Agustus 2014, jam 11.00.

Saya masih dalam perjalanan menuju terminal bus Baranangsiang Bogor. Di pundak saya tersandang carrier Avtech kesayangan berikut isinya. Sebenarnya, kondisi badan saya sedang tidak fit akibat demam dan flu, tapi demi memenuhi undangan naik bareng dari teman-teman KPK Korwil Bogor saya tetap memaksakan untuk berangkat. Berkoordinasi dengan Ryan---pemimpin ekspedisi--- saya meminta panduan untuk mencapai meeting point, yang disepakati di depan Griya Bukit Jaya Cileungsi. Jam 11.20 saya sudah berganti kendaraan dengan bus kecil tujuan Jonggol. Tak lupa saya berpesan pada kernet agar diturunkan di depan komplek GBJ sesuai instruksi dari Ryan. Siang itu panas luar biasa, saya mandi keringat dibuatnya. Untung saja jalanan relatif lancar dan satu jam kemudian saya sudah tiba di lokasi meeting point kami.
Turun dari bus saya menuju warung kecil untuk membeli air mineral dan beberapa bungkus permen. Sebenarnya saya masih agak bingung harus bertemu siapa, sebab, terus terang, saya baru kali ini bergabung dengan acara Korwil. Walaupun saya cukup intens berkomunikasi via forum tapi saya belum pernah komunikasi face to face dengan satupun anggotanya. Saat saya masih agak kebingungan, di depan warung yang saya tuju itu ada beberapa orang dengan setelan pendaki, dengan Pede saya menghampiri untuk berkenalan. Hendro, lelaki usia 20-24 tahun, tinggi besar dan berambut ikal adalah orang pertama yang saya kenal dari anggota tim yang lain. Lalu berturut-turut, Yasser, Soni, Ryan, Zafran, Abu, Tejo, Nur, Eca, Wahyu, Gugum, Wawan, Joni, Alvin, Egi, Iyan dan Adit. Tentu saja tidak semudah dan secepat itu bagi saya menghafal nama-nama mereka, apalagi dalam satu momen saja. Butuh beberapa kali saya bertanya ulang dan menghafal.
Menurut jadwal bus yang kami tumpangi akan berangkat jam 13.00. Sebelum berangkat, kami mengisi perut dan membeli beberapa keperluan untuk di perjalanan.
Di dalam bus saya duduk bersebelahan dengan Egi yang rupanya menjadi anggota tim termuda. Penampilannya biasa, rambut curly dan minim pengalaman mendaki. Masih duduk di kelas III di salah satu SMU di Jakarta. Tak banyak hal yang bisa kami bicarakan sebab Egi lebih banyak tidur selama perjalanan. Jalanan yang lengang ---mungkin pengaruh arus mudik yang telah selesai --- membuat perjalanan kami relatif cepat. Hanya sayang, kondisi bus yang kurang terawat membuat penumpang, khususnya saya tidak nyaman. Bocornya air AC membuat pakaian dan tempat duduk saya basah, beruntung Nur dan Zafran sigap "ngakalin" bocoran itu hingga saya bisa lebih tenang. Namun, saya mulai merasa aneh, tiba-tiba saja timbul gejala alergi yang entah di picu oleh apa. Awalnya saya tidak terlalu peduli, termasuk saat bus masuk rest area pertama di daerah Indramayu sekitar jam 17.15. Tepatnya di Rumah Makan Sinar Minang yang menyajikan masakan Padang. Ternyata bukan hanya cita rasanya yang Padang, melainkan juga porsinya "Padang Banget"...alias dikit...hehe...(no heart feeling ya...it just joke). Nasi, satu sendok sambal hijau, sedikit sayur kol dan satu potong kecil ayam balado yang alot banget jadi pengisi perut saya sore itu. Ga butuh waktu lama bagi tim untuk menghabiskan jatah makan dari pihak bus, secara kami semua memang hobi makan.
Kurang lebih jam 18.00 kami melanjutkan perjalanan menuju Semarang. Dan penderitaan saya yang sesungguhnya pun di mulai. Alergi saya semakin parah, dari awal hanya di sekitar lengan dengan cepat menyebar ke badan dan kaki. Siluet pantai Eretan di sebelah kiri jalan pun tak lagi saya hiraukan. Nyaris sepanjang perjalanan menuju Boyolali saya tidak tidur, sibuk dengan rasa gatal yang mendera.
Laju bus sempat tertahan macet saat memasuki kota Pemalang jam 21.40 akibat putusnya jembatan Kali Comal. 1,5 jam waktu yang diperlukan bus untuk bisa keluar dari antrian kemacetan. Waktu terasa begitu lambat berjalan bagi saya karena serangan alergi yang sangat menyiksa. Bahkan saat bus memasuki rest area kedua di daerah Kendal jam 00.30 saya sudah tidak lagi antusias untuk sekedar turun melepas penat. Tapi berhubung rekan-rekan yang lain turun, saya pun ikut turun. Saya pikir kami dapat jatah makan lagi di Rumah Makan Kota Sari ini, ternyata tidak. Jika ingin makan maka kami harus keluar biaya sendiri. Dan akhirnya tim kami menjadi penonton orang-orang yang makan...(#kasian banget).
Beruntung bus hanya istirahat 30 menit disini, jadi kami ga perlu berlama-lama menonton orang makan. Karena gatal ygan saya rasakan sudah tak tertahan di tambah ga ada obat untuk meredakan akhirnya saya meminta sebutir antimo pada salah seorang rekan. Tak lama efeknya mulai terasa, mata saya menjadi ngantuk berat, entah jam berapa saya tertidur yang jelas teriakan kernet membangunkan saya dan anggota tim yang lain untuk segera bergegas dan bersiap turun sebab bus sudah memasuki Terminal Boyolali. Saya lihat jam di tangan, tertera 03.20.

Tim tiba di Terminal Boyolali setelah perjalanan panjang dari Bogor, awal dari pendakian  ( 31/7/2014 )


Boyolali merupakan salah satu kota transit utama bagi para pendaki yang akan naik ke Merapi ataupun Merbabu. Terletak di sebelah timur Merapi, di antara Salatiga disebelah utara, Yogya di selatan dan Solo di sebelah timur. Dari terminal bus Boyolali, jam 5.20 tim melanjutkan perjalanan menuju Base Camp Selo dengan menumpang Colt bak L300. Kami iuran Rp.10.000 per orang untuk ongkosnya. Dinginnya udara khas pegunungan langsung menyergap tubuh kami, membuat kami semua meringkuk berdesakan di bagian tengah mobil. Jalanan sepi saat kami melintas. Lewat area kota jalanan semakin menanjak dengan pemandangan perkebunan  tembakau di kanan kiri jalan.


Saya dan Abbu di Pasar Cepogo, Selo, dg tumpukan carrier di mobil angkutan ( 31/7/2014 )


Tim kami singgah sebentar di Pasar Cepogo untuk berbelanja keperluan-keperluan akhir untuk perbekalan nanti. Seperti biasa Iyan, Ryan, Zafran yang mengurus urusan belanja. Anggota tim yang lain sibuk berfoto-foto dan melihat-lihat suasana pasar pagi itu. Setelah selesai, kami melanjutkan perjalanan. Akhirnya jam 6.55 tim tiba juga di Base Camp Selo, di rumah Pak Samsuri. Ryan segera mengurus biaya pendaftaran sebesar Rp.5.000/orang. Untuk efisiensi waktu kami memesan makan di Base Camp.

Sarapan pagi di Base Camp Merapi sebelum pendakian ( 31/7/2014 )


Dengan sepuluh ribu rupiah kami bisa makan seporsi nasi putih dengan lauk telor ceplok dan sayur. Di Base Camp ini juga bergabung lagi 2 orang anggota KPK, Eko dan Huda. Keduanya saya taksir masih berusia 20-an. Eko berkulit gelap, dengan perawakan sedang dan wajah khas orang jawa, bersama Soni akhirnya menjadi teman saya di posisi sweeper selama pendakian ini---awal mula terbentuknya trio ubur-ubur...hehe---, sedangkan Huda berkulit putih, kurus dan sepintas seperti orang keturunan, serta sering kali melakukan hal yg kurang tepat dlm pendakian, kalo kata Joni istilahnya "bocor halus tp merata"...hihihi. Selain mereka berdua, bergabung juga 4 rekan dr UNY sehingga jumlah tim kami sekarang totalnya 25 orang. Tepat jam 8.40, setelah berdoa dan briefing singkat, tim memulai perjalanan pendakian. 80% barang-barang kami tinggalkan di Base Camp, ya, kami tinggalkan sebab rencananya kami hanya akan naik dan langsung turun ---istilahnya "tektok"--- jadi kami hanya membawa perbekalan dan logistik secukupnya saja.



Tim berfoto sejenak di Pos New Selo dg background Gn. Merbabu ( 31/7/2014 )

15 menit lepas dari Base Camp tim tiba di pos New Selo. Kami pun menyempatkan berfoto-foto. Gunung Merbabu nampak utuh dan gagah terlihat. New Selo ini belum terlalu lama di bangun, desain dan peruntukannya menyerupai pelataran di rest area At-Ta'awun di Puncak Bogor. Malam hari akan sangat indah jika di nikmati dr sini, terlebih saat cuaca cerah. Jalur pendakian terletak di ujung sebelah kiri pos.
Puas berfoto-foto, tim kembali melanjutkan pendakian. Jalan setapak selebar 1,2 meter yg berlapis paving blok dengan balutan semen menjadi menu awal kami dalam pendakian. Sesekali kami harus mengalah dan menepi saat berpapasan dengan penduduk lokal yang mengangkut pakan ternak karena bawaan mereka menghabiskan badan jalan. 400-500 meter kemudian jalur pendakian berubah menjadi tanah berundak dan menyempit hingga 80 centimeter. 30 menit berjalan kami mencapai titik 800 mdpl. Vegetasi di dominasi rumput ilalang dan pohon-pohon kecil dan sedang.
Formasi mendaki tim pun masih berubah-ubah, suatu hal yang lumrah sebab masing-masing masih menyesuaikan tubuh dengan kondisi alam untuk mendapatkan pola jalan yang nyaman. Hanya saya yang sejak awal memposisikan diri sebagai sweeper a.k.a penyapu jalan. Ya, sejak saya tahu mayoritas anggota tim ini belum pernah mendaki Merapi saya berinisiatif untuk meng-cover di belakang, antisipasi ada anggota tim yang tertinggal. Ini memang bukan pendakian Merapi yang pertama untuk saya, jadi sedikit banyak saya sudah mengetahui dan hafal kondisi alam dan jalur menuju ke puncaknya.

Rest Area pertama dalam pendakian Merapi jalur Selo ( 31/7/2014 )


Casio analog saya menunjukkan jam 10.05 saat tim tiba di rest area pertama. Terdapat sebuah gerbang selamat datang dan sebuah gasebu berukuran 3x4 meter di sebelah kanan. Area ini cukup luas namun tidak ideal untuk camp, selain jarang vegetasi tinggi, kemiringannya juga terlalu curam. Rest area ini terletak di ketinggian 2072 mdpl. Masuk wilayah blok Lencoh, desa Lencoh, kec. Selo, kab.Boyolali. Kami hanya istirahat sebentar sambil berfoto-foto sebelum melanjutkan pendakian. Jalur berikutnya menjadi lebih sempit dan semakin curam. Dengan tetap menapak tanah berundak yang di selingi akar-akar kami terus berjalan beriringan cukup rapat. Gugum sang fotografer yang pendiam tidak pernah luput mengambil setiap momen pendakian kami.


Tim melepas lelah di batas vegetasi sebelum menuju Pasar Bubrah ( 31/7/2014 )

Kabut mulai turun saat kami tiba di pos I jam 11.05. Udara menjadi semakin dingin, membuat kami tidak bisa berlama-lama diam. Berdiam diri di bawah udara dingin hanya akan menguras energi dan kehilangan panas tubuh dengan cepat.
Trek selepas pos I semakin bertambah curam dan ekstrim, vegetasi semakin terbuka sehingga angin dingin berkabut dengan mudahnya menerpa tubuh kami. Perpaduan batuan lepas dan solid serta sedikit rerumputan menjadi pijakan kami berikutnya. Jalur menjadi semakin sempit. Tim pun semakin sering break untuk sekedar menarik nafas dan membasahi tenggorokan. Diperlukan manajemen air yang baik dalam mendaki Merapi sebab tidak akan ditemui satupun sumber air selama pendakian.
Saat tim tiba di alun-alun Pasar Bubrah jam 13.05 matahari sedang terik-teriknya, seakan hendak membakar tubuh kami. Membiarkan diri diam di bawah sengatan matahari seperti ini selain bisa membakar kulit juga membuat tubuh banyak kehilangan cairan alias dehidrasi. Akhirnya Ryan dengan di bantu anggota tim yang lain membangun bivak darurat dengan flysheet untuk kami berteduh di pinggir bebatuan besar.


Bivak darurat tim di Pasar Bubrah di siang yg menyengat ( 31/7/2014 )

Panas dan letih, kami berlindung di bawah bivak darurat di tepi bebatuan Pasar Bubrah ( 31/7/2014 )

Jalur menuju Puncak Limas Merapi di lihat dari Pasar Bubrah ( 31/7/2014 )

Lautan awan siang menjelang sore di Pasar Bubrah ( 31/7/2014 )
Pasar Bubrah ini adalah sebuah alun-alun yang sangat luas, nyaris tanpa vegetasi, hanya terdiri dari batuan dan pasir. Dari sini puncak Merapi yang tinggal 1 jam lagi terlihat sangat jelas. Bentuk puncaknya seperti limas dan oleh karena itu sejak beberapa tahun terakhir Puncak Merapi lebih familiar dengan sebutan Puncak Limas---sewaktu saya datang belasan tahun lalu nama Puncak Merapi masih bernama Puncak Garuda, disebut demikian karena terdapat dua buah batu besar yg menyerupai sayap di puncaknya. Puncak Garuda hilang bersama erupsi tahun 2007.  Di Pasar Bubrah ini jg terdapat beberapa memorial monumen pendaki-pendaki yang tewas. Tim menyempatkan diri untuk berdoa kepada para almarhum. 
Berada dalam cuaca panas terik seperti ini bisa membuat kepala terserang migrain sebab perbedaan suhu dan tekanan udara luar sangat mempengaruhi tekanan osmosis tubuh. Panas terik yang teredam oleh dingin kering menyebabkan pendaki sering tidak sadar sedang dalam keadaan terbakar matahari. Sebaiknya tubuh tetap menggunakan jaket agar penguapan berkurang, gerah memang, tapi tetap lebih baik dan men-stabilkan kondisi tubuh jika di bandingkan dengan tidak memakai jaket.
Setelah bivak berdiri, Iyan, Eca, Yasser mengeluarkan peralatan dan mulai memasak untuk kami makan siang. Nasi lontong dan mie rebus jadi pengisi perut kami siang menjelang sore itu. Bergantian kami makan, dan akibat terbatasnya alat masak dan alat makan membuat kami banyak membuang waktu di Pasar Bubrah. Tiga jam tim habiskan untuk menyelesaikan kegiatan masak dan makan. Akibatnya tim baru mulai summit jam 16.05. Terlalu sore dan beresiko sebenarnya. Walau tim sempat mencoba summit namun pada akhirnya harus kami akui kondisi tim secara keseluruhan tidak memungkinkan untuk mencapai Puncak Limas Merapi. Kelelahan fisik dan kurang matangnya perencanaan serta manajemen waktu dan logistik membuat kami semua harus tunduk, turun kembali menuju Pasar Bubrah. Ini menjadi pelajaran berharga untuk kami semua agar lebih mempersiapkan diri dengan detail dalam segala hal. Setelah tiba di bivak darurat tim segera packing dan bersiap turun. Saat itu jam 17.00, matahari mulai bersembunyi di balik awan, hari mulai gelap. Tim membuat beberapa foto dan dokumentasi sebelum turun kembali ke Base Camp. Tak lupa kami bersiap untuk perjalanan malam, terutama alat-alat penerangan. Hari ini kami belajar bahwa sehebat apapun manusia bersiap dengan kecanggihan alat-alatnya tetap saja penentu akhir adalah gunung itu sendiri. Gununglah yg memberikan "ijin" apakah kita boleh menjejak puncaknya atau tidak. Tepat jam 17.30 tim mulai berjalan turun kembali menuju Base Camp Selo.

Bersama-sama turun menuju Pasar Bubrah (31/7/2014 )


Tim KPK Korwil Bogor di Pasar Bubrah Merapi sebelum turun ( 31/7/2014 )


Alhamdulillah jam 21.00 seluruh anggota tim tiba dengan selamat di BaseCamp untuk makan dan beristirahat sebelum melanjutkan pendakian ke Gunung Merbabu esok hari.


Bersambung....Pendakian panjang trek Selo menuju Puncak Merbabu

All Photo by : Gumilar Hadi n Kukuh
Peta Merapi Jalur Selo
 Salah satu Memorial monumen di Pasar Bubrah

1 komentar:

  1. baca postingannya bang kukuh jadi pengen aktif ngeblog lagi hahah
    klo ada waktu mampir ke blog saya ya bang heheh
    http://booboobaa.blogspot.com/

    BalasHapus