|
Gunung Kerinci 3805 mdpl |
Pagi tanggal 20 Agustus 2014, matahari belum juga terbit, saya, Iyan dan Husna sudah berkumpul di terminal Damri Baranangsiang. Kami bertiga mewakili KPK Korwil Bogor akan berangkat menuju Gunung Kerinci di Jambi. Agak lama kami menunggu bus yg akan mengantar ke
airport. Tepat jam 6.45 bus meluncur menuju bandara Soetta, tiket kami tertera 45rb rupiah. Tak banyak yg kami bicarakan di dalam bus, mata yg mengantuk membuat kami lebih memilih untuk tidur saja. Antara tidur dan tidak saya terbayang tentang pendakian Kerinci yg akan saya lakukan bersama teman-teman KPK ini. Sudah sejak lama saya terobsesi untuk bisa menjejakkan kaki di puncak tertinggi Sumatra itu. Seringnya saya mendengar cerita dan membaca tulisan teman membuat saya semakin penasaran untuk mengunjungi gunung yg terkenal sebagai gunung yg memiliki perpaduan karakter seluruh gunung yg ada di pulau Jawa. Desember silam saya sudah membuat rencana untuk datang ke Kerinci pada bulan Februari atau Maret, bahkan saya sudah membuat janji dengan Catur---kakak kelas saya---untuk mendaki bersama. Tapi rencana saya saat itu belum terlaksana. Saya coba mengatur pada bulan April 2014, tapi lagi-lagi harus kandas. Hingga akhirnya hari ini, tiket sudah ditangan, nyaris tidak mungkin tidak terlaksana impian saya ini. Masih diantara lamunan di sela kantuk, saya menatap keluar kaca bus, disela pepohonan peneduh jalan seperti tergambar proses pendakian yg akan saya lakukan. Saya terlalu
excited , euforia berlebih bahkan saat saya belum juga tiba di Jambi.
|
Menanti jam keberangkatan di bandara Soetta |
|
Antri Bagasi dan Boarding di bandara Soetta |
Jam 9.00 kami tiba di Terminal I C bandara Soetta dan segera bergabung dengan rekan-rekan kami yg lain yg sudah lebih dulu tiba. Tim kami dari Jakarta seluruhnya berjumlah 12 orang. Kami bertiga dr KPK Bogor ditambah rekan KPK lain yaitu Coro, Nandar, Ipul, Adin, Afri, Deni, Budi, Ivan, Fitri dan Desi. Nama yg terakhir disebut karena satu dan lain hal tidak ikut bergabung dalam tim. Menurut jadwal yg sudah kami susun, kami akan terbang dengan maskapai Citilink jam 11.00. Tapi karena terjadi sedikit persoalan diluar kendali kami akhirnya hanya Husna yg berangkat sesuai jadwal, sedangkan anggota tim yg lain termasuk saya baru terbang dengan pesawat yg sama dengan jam keberangkatan pukul 16.10. Jam 12.35 Husna menghubungi saya bahwa dia telah landing di bandara Sultan Thaha Jambi dan langsung ber-koordinasi dg Catur---kakak kelas saya di kampus dulu sekaligus tuan rumah bagi tim kami---untuk mengurusi keperluan perbekalan, logistik serta travel yg akan membawa kami menuju
basecamp (BC) Kerinci di Kayu Aro. Kami ber-sebelas yg masih di Soetta baru
boarding jam 15.10. Agak tergesa kami menyelesaikan urusan
boarding ini karena sudah
mepet dengan jadwal
take off pesawat. Ada beberapa barang bawaan kami yg di sita petugas bandara karena dianggap membahayakan penerbangan. Cuaca cerah berawan mengiringi penerbangan kami menuju Jambi. Tepat pukul 17.15, setelah satu jam, pesawat
landing di bandara Sultan Thaha, guncangan saat pesawat
landing membangunkan saya dari tidur-tidur ayam.
|
Saya, Ivan dan Budi di Bandara Jambi (24/8/2014) |
Hujan gerimis menyambut kami saat menuruni tangga pesawat menuju ruang bagasi pengambilan barang. Sempat beberapa dari kami berfoto dibandara. Sempat juga kami bertemu dengan rombongan pendaki lain yg juga akan menuju Kerinci. Setelah seluruh barang-barang kami ambil dari bagasi kami keluar menuju pelataran bandara. Segera saya hubungi Catur dan Husna, mengabari kami sudah
landing. Sambil menunggu travel jemputan, kami shalat dan membereskan peralatan. Pukul 18.35 jemputan kami datang, sebuah minibus tipe elf berkapasitas 10 orang. Kami muat seluruh
carrier dibagian belakang lalu meluncur menuju kantor travel jemputan kami dimana Catur dan Husna sudah menunggu. Pukul 19.30 setelah
briefing singkat kami melanjutkan perjalanan menuju Sungai Penuh. Bergabung pula dua rekan Catur yaitu Handoko dan Mul dalam tim pendakian kami. Tim kami sekarang berjumlah 15 orang dan terbagi di 2 minibus. Ongkos yg harus kami bayar untuk menuju Sungai Penuh sebesar 120rb per orang. Kami sempat singgah di sebuah rumah makan pukul 22.00. Ini merupakan makan kami yg kedua sejak pagi tadi---karena mengejar waktu kami benar-benar tidak sempat untuk makan. 30 menit kemudian perjalanan kami lanjutkan. Jalanan berkelok-kelok dalam gelap malam yg minim penerangan membuat perjalanan sangat membosankan, akhirnya saya telan sebutir antimo, efeknya saya pun tertidur pulas, tak peduli seperti apa guncangan kendaraan.
Kurang lebih pukul 4.30 kami tiba di Sungai Penuh. Dengan mata yg masih mengantuk kami bongkar dan pindahkan barang bawaan menjadi satu kendaraan saja dan jelas membuat kami terpaksa berhimpit-himpitan, berbagi tempat dengan
carrier-carrier. Kami putuskan menggunakan satu kendaraan saja untuk menuju Kayu Aro / Kersik Tuo untuk menghemat pengeluaran---normalnya kendaraan untuk menuju Kayu Aro / Kersik Tuo baru ada pukul 7.00 pagi, karena kami tiba terlalu dini, daripada menunggu terlalu lama kami bernegosiasi dengan minibus travel yg kami tumpangi agar mengantar kami langsung ke Kayu Aro dengan
charge tambahan---akhirnya di sepakati tarif tambahan sebesar 30.000 rupiah per orang.
|
Di Tugu Macan --- Ikon Kersik Tuo |
Cuaca pagi tanggal 21 Agustus mendung berkabut. Perkebunan teh yg menjadi ciri khas daerah Kayu Aro terhampar luas sejauh mata memandang. Nampak pula walau sesekali tertutup kabut, tujuan kami, Gunung Kerinci, berdiri kokoh menjulang sendirian seperti penjaga dalam beku udara pagi yg saat itu bersuhu 10°C, saya benar-benar terhipnotis melihatnya. Secara spontan saya keluarkan Canon 60D dalam tas, men-setting-nya, lalu mulai mengambil gambar-gambar. Pukul 6.30 setelah 12 jam yg melelahkan kami tiba di Simpang Tugu Macan yg menjadi ikon Kersik Tuo---sebenarnya akan lebih mudah dan singkat perjalanan yg kami tempuh jika kami lewat Padang, lebih singkat 6 jam, hanya saja harga tiket pesawatnya jauh lebih mahal (bisa dua kali lipat harga tiket ke Jambi). Gunung Kerinci ini walau masuk wilayah provinsi Jambi namun lebih mudah dan dekat di akses via Padang. Gunung berapi aktif tertinggi di Indonesia ini masuk wilayah Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, Kecamatan Kayu Aro dan termasuk dalam area Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seperti halnya Danau Gunung Tujuh dan Danau Kaca, sayang saya tidak kunjungi dua tempat yg disebut terakhir karena kelelahan.
Kami turunkan semua barang bawaan kami lalu kami berfoto-foto di tugu tersebut dengan tubuh menggigil karena dingin yg menggigit. Kurang lebih pukul 7.30 kami melanjutkan perjalanan ke pos pendakian, untuk menghemat tenaga kami menumpang angkot menuju jalanan terakhir tempat start pendakian. Angkot disini berupa mobil-mobil Mitsubishi L300 warna putih atau colt bak L300. Setelah bernegosiasi disepakati ongkosnya 120rb untuk kami ber-lima belas. Ada bagusnya kami naik angkot sebab jika memutuskan jalan kaki kami harus menempuh jarak 5-6 kilometer di bawah udara dingin yg tentunya akan menguras tenaga. Kami turun dr angkot setelah aspal jalan habis dan jalanan menjadi buntu. Di ujung jalan terdapat sebuah bedengan dr bambu.
|
Bongkar, susun dan masak di jalan menuju Pintu Rimba (21/8/2014) |
|
Berpose sebelum memulai pendakian (21/8/2014) |
Kami manfaatkan bedengan itu untuk mem-
packing ulang sekaligus mendistribusi barang bawaan kami dan memasak sarapan sebelum kami mulai mendaki. Husna di daulat jadi
chef master kami selama pendakian berlangsung, dengan di bantu Afri, Fitri dan Iyan. Saat kami sedang memasak datanglah seorang laki-laki berjaket parka orange menanyakan tujuan kami. Rupanya laki-laki tersebut---belakangan kami ketahui bernama Levi---adalah petugas
TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat). Dia menanyakan Simaksi (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi) kami. Karena kami belum mengantongi Simaksi dia meminta kami melengkapi dulu persyaratan pendakian. Kami membayar Rp.2.500,-/orang untuk mendapatkan Simaksi TNKS. Levi menjelaskan bahwa seharusnya kami mendaftar dulu ke
basecamp---letak
basecamp Kerinci itu memang tidak persis berada di simpang Tugu Macan melainkan 400-500 meter ke arah timur disebelah kanan jalan arah Padang, sehingga banyak calon pendaki yg sering kali tidak mendaftar---dia juga menawarkan agar barang-barang yg belum akan kami gunakan agar dititipkan di BC. Kami menerima tawarannya, lumayan untuk mengurangi beban bawaan dalam
carrier---dalam perjalanan pulang kami menyempatkan mampir dan bermalam di BC. Luar biasa suasana hangat di BC Kerinci, para volunteer dan petugasnya begitu ramah dan bersahabat---welcome deh pokoknya. Kami bebas masak, menyeduh kopi dan teh khas Kayu Aro, mandi, men-charge HP, menggunakan sarana yg ada dan tersedia di BC. Kami pun tidak dipatok tarif tertentu sebagai pengganti fasilitas yg kami dapat itu, cukup seikhlasnya saja sesuai kemampuan kami.
|
Base Camp Gunung Kerinci di Kayu Aro (24/8/2014) |
|
Di Depan Basecamp Kerinci Kayu Aro (24/8/2014) |
|
Saya di Gerbang Selamat Datang (21/8/2014) |
Setelah kami selesai makan dan menyelesaikan urusan administrasi, kami mulai mendaki. Saat itu pukul 10.30, lebih awal 2 jam dari jadwal awal kami untuk mulai mendaki. Cuaca cukup cerah. 10 menit awal jalur pendakian adalah ladang penduduk lalu kami menemui gerbang selamat datang. 5 menit dari gerbang, disebelah kanan jalur akan ditemui plang bertuliskan
Pintu Rimba 1800 mdpl, disebelah kiri terdapat bangunan permanen yg sudah rusak dan tidak terawat, sepertinya bekas kamar mandi. Pintu Rimba adalah awal pergantian jalur dari ladang menjadi hutan belantara tropis yg lembab. Benar-benar seperti gerbang dunia lain, terangnya ladang secara drastis berganti gelap hutan, tinggi dan rimbunnya hutan menambah dingin udara. Belum lagi kontur trek yg berupa tanah lembab yg akan langsung berubah menjadi trek lumpur jika terguyur hujan.
|
Pos I Bangku Panjang (21/8/2014) |
Ada beberapa rintangan pohon tumbang yg harus kami lewati. Kondisi trek saat kami lintasi siang itu becek. 30 menit lepas Pintu Rimba kami tiba di
Pos I Bangku Panjang 1885 mdpl pukul 11.20. Terdapat bedengan yg masih cukup baik untuk berteduh berukuran 4x4 meter serta pelataran menyerupai bangku. Tim melakukan
break selama 15 menit sebelum melanjutkan pendakian. Jalur menuju Pos II sedikit lebih curam dan tetap becek berlumpur.
Pos II bernama
Batu Lumut, berada di ketinggian
2.020 mdpl.
|
Break di Pos II Batu Lumut (21/8/2014) |
Pos ini kami capai pukul 12.10. Di pos ini kami
break 20 menit, tidak ada bangunan untuk berteduh, hanya tanah lapang yg cukup untuk membangun 4-5 tenda saja. Pukul 12.35 kami lanjutkan pendakian. Trek selepas Pos II bertambah curam, tanah berlumpur membuat perjalanan menjadi berat. Dan pukul 13.00 hujan turun dengan derasnya, tiba-tiba, membuat tim agak kelabakan sebab posisi kami yg sangat tidak ideal untuk membuka
camp. Untuk mencegah kami lebih basah, kami membuka flysheet yg saya bawa dan membuat bivak darurat untuk berteduh. 1 jam kami menunggu namun hujan tak kunjung reda sementara dingin semakin menusuk akhirnya kami memutuskan untuk terus lanjut menuju Pos III. Setelah kami bereskan peralatan dan bivak, pukul 14.10 kami mulai berjalan menembus hujan. Trek curam, licin dan berlumpur dengan aliran air yg cukup deras kami terjang. Persis trek pendakian Gunung Salak. Saya, Iyan dan Ipul sempat melihat hewan sejenis pacet berukuran super besar, tak kurang panjangnya 20cm, berwarna merah darah, merayap seperti ulat jengkal persis di antara lumut dan batu di sebelah kanan jalur. Agak takut kami dibuatnya, maklum, pacet terbesar yg pernah saya lihat hanya berukuran tak lebih dari 5cm.
|
Break makan siang di Pos III (21/8/2014) |
Beberapa menit menjelang Pos III trek yg kami lalui mirip sekali dengan kontur Tanjakan Seruni di Gunung Ciremai di Jawa Barat, hanya ditambah kesulitannya dengan aliran air dan lumpur licin. Pukul 14.40 kami tiba di
Pos III Pondok Panorama 2.225 mdpl. Di Pos III selain terdapat bedengan berukuran 2x3 meter juga terdapat sumber air 200 meter turun di sebelah kiri jalur. Disini kami masak untuk asupan energi setelah di hajar hujan. Perkiraan suhu sekitar 12-15°C, matahari sempat muncul sebentar memberi kehangatan untuk tubuh kami yg basah. Selesai makan kami berembuk untuk menentukan langkah selanjutnya. Kami bersepakat untuk terus melanjutkan pendakian dan akan membangun
camp di Shelter I.
|
Kondisi trek yg becek dan berlumpur nyaris sepanjang perjalanan (21/8/2014) |
|
Perjuangan yg berat menuju atap Sumatra (22/8/2014) |
Kami terbagi atas dua tim. Tim pertama /
advance berangkat lebih dulu untuk membuka
camp dan menyiapkan tempat istirahat. Tim kedua membereskan peralatan bekas masak dan jalan belakangan. Saya ikut di tim
advance. Pukul 16.10 kami mulai melanjutkan pendakian dengan masih dibawah guyuran hujan. Kondisi jalur selepas Pos III "juara"
deh tingkat kesulitannya. Berjalan diatas kubangan lumpur dengan variasi tanjakan-tanjakan dimana lutut bertemu dengan dagu mejadi hal yg harus "diterima dengan ikhlas" oleh kami. Belum lagi tangan kami harus terampil memilih pegangan agar tak jatuh. Benar-benar menguras tenaga, seluruh
rain coat kami kotor,
carrier menjadi bertambah berat karena basah dan sepatu saya yg
waterproof-pun akhirnya tembus padahal sudah dilapis
gaiter juga. Dan ternyata teman-teman yg lain pun bernasib sama sepatunya seperti saya. Maklum kubangan lumpur di trek dalamnya mencapai 5-10cm. Setelah nyaris 2 jam "bertempur" dengan trek yg aduhai itu kami tiba di
Shelter I di ketinggian
2500 mdpl tepat pukul 18.10. Segera kami buka tenda dan masak besar. Hujan pun turun lagi menemani istirahat kami malam ini. Nyaris setara dengan ketinggian Gunung Prau di Wonosobo lokasi
camp kami malam ini.
|
Camp kami di Shelter I (22/8/2014) |
|
Menjemur alat dan pakaian yg basah di Shelter I (22/8/2014) |
|
Dapur kami di Shelter I (22/8/2014) |
Tanggal 22 Agustus, pagi yg dingin dan
cloudy, udara dingin dan lembab bekas hujan semalam masih terasa....tapi kami paksakan keluar tenda untuk menjemur peralatan yg basah bekas hujan semalam. Sesekali matahari muncul dan menghilang tertutup kabut. Shelter I ini merupakan bidang tanah yg sangat luas, cukup untuk membangun 20-30 tenda, namun kondisi tanahnya sangat mudah berubah menjadi lumpur jika turun hujan. Pukul 11.00 setelah kami selesai sarapan dan
packing kami melanjutkan pendakian menuju Shelter II, ini merupakan perjalanan terpanjang dari seluruh trek yg ada di Kerinci. Selain trek terpanjang, perjalanan menuju Shelter II juga merupakan trek "tersadis", lumpur yg dalam, licin dan menyerupai kubangan-kubangan badak harus kami lewati selama 1 jam awal. Belum lagi tanjakan-tanjakan putus yg sangat banyak kami temui, membuat saya semakin stress---tanjakan putus adalah istilah yg saya buat jika bertemu dengan trek yg tiba-tiba terputus karena tinggi bidang undakan mencapai 80cm lebih vertikal.
|
Rintangan awal selepas Shelter I (22/8/2014) |
|
Beban berat vs Medan berat --- menuju Shelter II (22/8/2014) |
|
Salah satu "tanjakan putus" saat tim menuju Shelter II (22/8/2014) |
|
Kubangan lumpur yg menanjak (22/8/2014) |
Bertemu dengan trek seperti ini keterampilan dan kekuatan tangan menjadi kunci agar kami bisa melewatinya. Kurang lebih pukul 15.00 kami tiba di
Shelter II, 3100 mdpl, sebidang tanah yg hanya cukup untuk membangun 2 tenda. Ada juga bidang-bidang lain yg berada di sekitarnya yg bisa digunakan untuk membuka tenda. Terdapat sumber air di sebelah kiri turun dr jalur sejauh 30 menit PP.
|
Break sejenak dalam perjalanan menuju Shelter II (22/8/2014) |
|
Break untuk makan siang di Shelter II (22/8/2014) |
Sesuai kesepakatan kami sejak di Shelter I, di Shelter II ini kami hanya akan
break untuk masak dan makan saja. Pukul 16.30 tim
advance berangkat menuju Shelter III untuk menyiapkan tempat beristirahat dan
camp. Ternyata trek selepas Shelter II jauh lebih parah lagi...istilahnya kali ini "dengkul ketemu jidat". Kekuatan tangan untuk membantu menopang dan menarik tubuh kami yg berat oleh
carrier murni dibutuhkan. Nyaris semua bagian tubuh kami harus "bekerja sama" agar bisa melewati rute ini. Fokus dan tetap hati-hati walau dalam kondisi lelah juga harus terus di jaga, mengingat salah langkah apalagi terpeleset jatuh akan sangat fatal akibatnya. Pada beberapa titik kami menggunakan alat bantu berupa webbing dan tali Kernmantel. Setelah 1 jam yg "menakutkan" kami tiba di
Shelter III, sebuah bidang lapang di ketinggian
3351 mdpl.
|
Camp kami di Shelter III (23/8/2014) |
Jam G-Shock saya menunjukkan pukul 17.45. Suhu udara terukur 8°C. Angin kencang berkabut menyambut kedatangan kami di Pos III ini yg juga merupakan batas vegetasi sebelum puncak. Tak berlama-lama kami segera membuka tenda dengan di koordinir oleh Nandar dan Dani. Kami bergerak cepat membangun
camp sebab selain angin yg kencang juga mengingat ketinggian lokasi
camp kami yg setara dengan Puncak Gunung Sumbing pastinya akan menjadi sangat dingin. Dan ini merupakan lokasi
camp tertinggi yg pernah saya bangun. Puncak Kerinci yg merupakan atap Pulau Sumatra tampak jelas dari sini. Berbalik ke belakang nampak indah pemandangan perkotaan dengan kerlap kerlip cahaya lampu. Di Shelter III ini juga terdapat sumber air yg terletak ke sebelah kiri jalur, kurang lebih 15 menit PP. Semakin malam suhu terus menurun, jam 23.00 saja sudah di angka 2-3°C. Menjelang tengah malam kami beristirahat.
Tanggal 23 Agustus, saya bangunkan teman-teman yg lain pukul 3.00 dini hari untuk bersiap-siap
summit. Husna memasak bubur kacang hijau dan roti untuk energi kami nanti. Suhu udara di dinihari ini terukur
-3 (minus tiga) dari termometer digital yg dipakai Budi. Angin kencang masih saja menemani kami, bahkan lebih kencang dari kemarin sore. Tepat pukul 5.15 kami mulai berjalan untuk
summit. Trek awal berupa pasir dan kerikil kecil. Kami berjalan agak menunduk untuk mengurangi terjangan angin sebab posisi kami terbuka tanpa perlindungan. Kami berjalan rapat beriringan.
|
Sunrise saat kami menuju Tugu Yuda (23/8/2014) |
|
Berdoa sejenak di Tugu Yuda (23/8/2014) |
Pukul 6.00
sunrise pun muncul, kami berhenti sejenak untuk mengabadikan momen. 1,5 jam kemudian sejak kami meninggalkan Shelter III kami tiba di Tugu Yuda, memorial monumen untuk pendaki yg hilang dan tak pernah ditemukan lagi yg bernama Yuda Sentika. Kami sempat berfoto dan berdoa untuk beliau. Dari Tugu Yuda ini Puncak Kerinci tinggal membutuhkan waktu 30 menit lagi.
|
Berjuang bersama menuju Puncak Kerinci selepas Shelter III (23/8/2014) |
Dengan sisa-sisa tenaga dan napas yg sudah berat dan terengah-engah kami paksakan kaki-kaki kami yg lelah untuk terus bergerak menuju puncak. Oksigen yg semakin tipis membuat kami berhenti melangkah setiap 5-10 langkah. Berhenti untuk sekedar menarik napas dan menghimpun tenaga yg masih ada. Saya semangati diri sendiri---berbicara dengan diri bahwa saya sudah tiba di Kerinci, mendaki hingga dititik ini, jangan menyerah, kamu bisa, ayo kamu bisa, ingat perjuangan dan upaya yg sudah saya lakukan, masa iya mau menyerah, tanggung!--- Alhamdulillah tepat pukul 7.15 tanggal 23 Agustus 2014 kami berhasil menjejak puncak Kerinci, titik tertinggi Pulau Sumatra. Seluruh anggota tim berhasil
summit. Kami semua saling memberi selamat, termasuk kepada pendaki-pendaki lain yg mendaki berbarengan dengan kami. Sujud syukur lalu air mata saya tak terbendung, cukup lama saya menangis karena haru. Hampir tak percaya tubuh lemah saya bisa berdiri di ketinggian 3805 mdpl. Sebuah perjalanan yg panjang dan berat. Kerinci....Gunung Berapi Aktif tertinggi di Indonesia....titik tertinggi yg sulit untuk digapai jika hanya bermodal nekat. Diperlukan kekompakan tim, perbekalan dan peralatan yg memadai, kesungguhan mental dan fisik yg benar-benar prima untuk menggapainya.
|
Di Puncak Kerinci 3805 mdpl |
|
Kami berdiri di atap Sumatra |
|
Saya, Husna dan Iyan di atap Pulau Sumatra (23/8/2014) |
|
|
|
Alhamdulillah bisa berdiri di titik tertinggi Sumatra (23/8/2014) |
Saya dan rekan-rekan beruntung bisa berdiri disini. Terima kasih Ya Rabb...sungguh tiada banding ciptaanMu...semakin membuka jendela pikiran saya bahwa kami benar-benar kecil dan tak berdaya untuk menggapainya jika tak ada kemurahan dan ijinMu. 40 menit kami menikmati suasana puncak dan berfoto-foto sebelum kembali turun menuju BC.
|
Pemandangan di puncak sebelum badai kabut (23/8/2014) |
|
Turun dari Puncak---mulai datang badai kabut dan angin (23/8/2014) |
Walau kami dihajar badai angin dan kabut yg luar biasa dingin dalam perjalanan turun sehingga banyak dari kami yg drop namun keseluruhan kami berhasil turun dengan selamat tanpa kurang suatu apapun hingga tiba di BC pukul 19.30.
-----End of Journey-----
----20-25 Agustus 2014----
Saya ucapkan terima kasih yg sebesar-besarnya untuk rekan-rekan sependakian ini :
Husna, Iyan, Nandar , Catur, Adin, Ivan, Budi, Coro, Handoko, Ipul, Mul, Dani, Afri dan Fitri.
Tanpa kalian dan kerjasama yg solid mungkin saya tidak akan bisa menjejak Puncak Kerinci 3805 mdpl.
Semoga Allah berkenan memberi kita kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat indah ciptaanNya yg lainnya. Amin YRA.
Terima kasih juga untuk para
Volunteer BC Kerinci yg sudah menerima kami dengan sangat baik : Bang
Sutriandi Katoh, Bang
Levi dan kawan-kawan.
|
Self Pose di Tugu Macan |
|
Becek lumpur yg harus kami lewati...dalam dan berat |
|
Korban "ganasnya" trek pendakian |
|
Tercapainya sebuah mimpi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar