Senin, 12 Oktober 2015

SLAMET 3428 mdpl --- Top of Central Java

 
"Seperti halnya perjalanan-perjalanan yang pernah saya lakukan sebelumnya, hari ini pun sensasi yang sama sudah terasa, begitu menggelegak, gejolaknya terasa memenuhi setiap lorong sel. Ekstasi...euforia berlebih bahkan di saat kaki saya belum juga mulai melangkah. Ya, pada akhirnya saya mulai menyadari bahwa kegiatan ini bukanlah sekedar hobi yang dipengaruhi usia, melainkan pemenuhan kebutuhan satu sisi jiwa agar tetap seimbang...agar selalu bergairah!"

Pagi di Pelawangan
---Me---
########################
Saya sempat terbangun pukul 01.15 dini hari tanggal 12 Oktober, karena perut yang mulai terasa lapar dan mulut yang kering. Rupanya Akbar pun terbangun. Angin dingin masih terus bertiup dari arah utara menabrak dinding-dinding tenda tempat kami beristirahat. Setelah meminum 1 sachet obat pereda demam, badan saya terasa sedikit lebih baik. Satu potong roti tawar berhasil saya paksa masuk ke dalam lambung saya yang kosong setelah beberapa jam lalu kosong akibat muntah. Dan setelah meminum teh manis panas yang Akbar buat, saya pun kembali melanjutkan tidur. Di sebelah kanan saya, Irfan tampak pulas tidur, pun begitu dengan Coro dan Iyan di sebelah kiri saya. Di bawah udara dingin yang saya perkirakan sekira 8-10°C, berdesakan di dalam tenda magnum kapasitas empat yang di isi lima orang menjadi keuntungan tersendiri, yaitu ruang dalam menjadi hangat. Sementara di depan tenda yang saya tempati, berjarak sejengkal, berdiri tenda kapasitas dua yang di isi oleh Nur, Afri dan Maria. Meski suasana hening tapi saya yakin mereka bertiga tidak nyaman tidur sebab elevasi bidang tanah yang miring ke arah timur pasti menyulitkan posisi tidur. 8 jam sebelumnya, tepatnya pukul 16.50, saya dan Akbar akhirnya tiba di Pos 7---Sanghyang Kendit---target tempat kami akan bermalam sebelum summit attack. Saat kami berdua tiba, shelter pos 7 sudah penuh sesak dengan pendaki yang memiliki tujuan yang sama dengan kami. Bahkan hingga ke bagian lapangan, nyaris tidak ada lagi lokasi yang ideal untuk kami mendirikan tenda. Bahkan demi mendapat tempat camp yang ideal saya terus naik hingga ke arah pos 8, namun tetap nihil. Akhirnya setelah mempertimbangkan waktu dan kondisi, saya putuskan untuk mendirikan tenda di sisi utara shelter 7, persis di tepi jurang bersemak-semak.
------------------------------------
Setelah lima setengah jam menumpang KA. Kertajaya tujuan akhir Surabaya Pasar Turi, kami bertujuh tiba di Stasiun Pekalongan, tempat transit yang sama seperti saat saya mendaki Sindoro beberapa waktu silam. Sebelum keluar area stasiun, kami menuju mushala untuk menunaikan shalat Maghrib dan Isya. 15 menit kemudian, kami sudah berada di sebuah warung makan, asyik menikmati makan malam sambil menunggu mobil jemputan kami. Udara malam yang panas dan nyamuk yang luar biasa banyak membuat kami tidak nyaman. Beruntung mobil jemputan kami tiba tidak lama kemudian. Selesai memuat seluruh barang-barang, tepat pukul 21.40 kami meluncur menuju Base Camp pendakian di daerah Purbalingga. Jalanan malam pantura yang tak pernah sepi dan di dominasi truk-truk besar menjadi pemandangan kami sepanjang jalan menuju Pemalang. Setelah memasuki daerah Pemalang, mobil berbelok ke arah kiri, ke arah selatan, mulai menyusuri jalanan yang sepi, membelah malam gelap.
Singkatnya, setelah 2,5 jam, kami pun tiba di Base Camp pendakian gunung Slamet. Slamet merupakan puncak tertinggi kedua di tanah Jawa setelah Semeru di Jawa Timur. Gunung Slamet juga merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah sekaligus gunung terbesar, karena posisinya yang berada di antara lima kabupaten---Banyumas, Purbalingga, Tegal, Brebes dan Pemalang. Banyak jalur untuk menuju puncaknya, tapi hanya ada satu jalur yang resmi yaitu via Dukuh Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Pendakian ke puncak Slamet baru satu bulan ini di buka setelah hampir dua tahun di tutup akibat aktivitas erupsi. Waktu normal dan standar untuk mencapai puncaknya sekira 9-12 jam. Tidak ada sumber air di jalur pendakian, kecuali di pos 5, itu pun hanya bersifat temporer, hanya ada di saat musim penghujan.
Base Camp Slamet lewat tengah malam itu masih ramai oleh aktivitas pendaki. Tim kami masuk ke bangunan yang berbentuk aula itu, mencari "lapak" untuk beristirahat, dan saya mengurus perijinan pendakian. Selain meninggalkan kartu identitas asli, kami membayar retribusi sebesar Rp.5.000,-/org. Selesai mengurus perijinan, saya pun bergabung dengan teman-teman yang lain. Bersantai sambil menikmati secangkir kopi panas. Kurang lebih pukul 01.30 saya pun tidur.
Pukul 04.30 kami bangun dan bersiap. Saya menjadwalkan tim kami mulai bergerak pukul 07.00. Nur dan Maria bertugas memesan sarapan dan nasi bungkus untuk bekal kami di perjalanan nanti. Setelah selesai dan lengkap segala hal yang kami perlukan untuk pendakian dan juga setelah berdoa, kami pun memulai perjalanan mendaki puncak Slamet.

Trail 1 :
Basecamp 1500 mdpl- Pos I Gembirung 1990 mdpl
Setelah berfoto di depan gapura pendakian, beriringan dalam jarak yang rapat kami bergerak. Jalur awal adalah kebun dan ladang sayur mayur milik penduduk. Kemarau panjang mengakibatkan sungai mengering dan debu yang sangat tebal. 15 menit selepas Basecamp, kami tiba di sebuah lapangan yang terletak di kiri jalur. Lapangan ini sekaligus pembatas antara kebun penduduk dengan area hutan gunung Slamet. Rute selanjutnya masih relatif landai dan sesekali menanjak.

Pos I Gembirung 1990 mdpl
Vegetasi homogen berupa hutan cemara menjadi peneduh kami dari terik matahari. Basecamp Bambangan terletak di ketinggian kurang lebih 1500 mdpl. Untuk mencapai Pos I yang berada di ketinggian 1990 mdpl, normalnya di perlukan waktu 2-3 jam. Sekira pukul 09.50 kami tiba di Pos I Gembirung. Banyak pedagang yang menawarkan buah dan makanan kepada kami. Saya pun tergoda untuk membeli beberapa potong semangka, lumayan untuk menyegarkan tenggorokan.
Trail 2 :
Pos I Gembirung 1990 mdpl- Pos 2 Walang 2200 mdpl
Untuk menuju Pos 2 normalnya diperlukan waktu 1,5 - 2 jam perjalanan. Selepas pos 1 jalur menanjak cukup curam sepanjang 30 meter dengan kontur tanah debu sedikit berpasir. Jika musim hujan, jalur ini agak sulit dilalui. Sedangkan rute selanjutnya di dominasi tanjakan-tanjakan yang diselingi akar-akar. Masih cukup banyak bonus trek yang kami temui. Vegetasi pun semakin rapat dan tinggi. Saya menerapkan pola istirahat selama 5-10 menit setiap satu jam jalan. 
Jajan lagi di Pos II

Dengan pola seperti itu tim kami mampu bergerak cukup stabil. Urut-urutannya, saya atau Coro bergantian paling depan, di ikuti oleh Nur, Maria, Irfan, Iyan, Afri dan Akbar sebagai sweeper. Sekira pukul 10.20 kami berhasil tiba di pos 2. Suasana pos 2 menjelang tengah hari cukup ramai, dan lagi-lagi banyak pedagang buah dan makanan disini. Akhirnya saya pun kembali jajan.

Trail 3:
Pos 2 Walang 2200 mdpl- Pos 3 Cemara 2500 mdpl
Lima belas menit kami beristirahat di pos 2 sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju pos 3. Jalur menuju pos 3 semakin terjal, masih di dominasi pepohonan besar dan akar-akar yang berkelindan di jalur. Meski matahari sangat terik, kami tidak terlalu panas sebab terlindung oleh pepohonan yang teduh. 30 menit lepas pos 2 terdapat pertemuan jalur Bambangan dan Pemalang. Kami mulai banyak berhenti untuk sekedar menarik napas. Setelah 2,5 jam yang cukup melelahkan, pukul 12.30 kami tiba di Pos 3 Cemara. Seperti di pos-pos sebelumnya, di pos 3 pun kondisinya penuh oleh tenda pendaki. 

Istirahat dan makan siang di Pos 3

Sesuai jadwal, tim kami makan siang dan shalat disini. Saya alokasikan waktu untuk kami beristirahat selama 1 jam. Sambil beristirahat saya melihat-lihat keterangan tentang pos 3 di papan petunjuk. Menurut keterangan yang ada, hanya diperlukan waktu 30 menit saja untuk mencapai Pos 4. Di setiap pos pendakian Gunung Slamet memang di lengkapi dengan papan petunjuk berisi keterangan jarak dan elevasi dan lain-lain.

Trail 4 :
Pos 3 Cemara 2500 mdpl- Pos 4 Samaranthu 2600 mdpl
Pukul 14.00 tim kami mulai melanjutkan perjalanan. Kondisi jalur masih sama seperti saat kami menuju pos 3, hanya tidak terlalu terjal saja. Jarak jalan Tim kami mulai agak renggang, terdepan saya dan Nur, kemudian Maria, Irfan dan Coro, terakhir Afri, Iyan dan Akbar.
Saya dan Nur tiba di pos 4 pukul 14.45, beristirahat sejenak di atas pokok pohon tumbang, lalu melanjutkan perjalanan ke pos 5 tanpa menunggu teman-teman yang lain. Oh iya, konon, pos 4 ini adalah pos yang cukup angker serta kurang di rekomendasikan untuk bermalam. Meskipun demikian, tetap banyak pendaki yang bermalam disini. Memang, hal-hal yang sifatnya ghaib itu kembali pada masing-masing individu apakah percaya atau tidak.
Trail 5 :
Pos 4 Samaranthu 2600 mdpl- Pos 5 Sanghyang Rangkah 2680 mdpl

di Pos IV yang katanya paling angker....Samaranthu

Kurang lebih pukul 15.40 saya tiba di pos 5. Cuaca cerah sedikit berkabut. Di pos 5 ini terdapat bangunan shelter permanen seperti di pos 1, berukuran 6x3 meter. Keadaan di pos 5 ini sudah sepi, hanya ada dua atau 3 rombongan pendaki, itupun akan turun. Begitu tiba di pos 5, Nur langsung duduk bersandar di dinding shelter, sementara Coro dan Akbar berbaur dengan pendaki lain yang juga sedang beristirahat. Setelah menunggu 15 menit, Iyan, Afri, Maria dan Irfan tak juga muncul. Akhirnya saya turun kembali ke arah pos 4. Belum jauh saya turun, saya bertemu mereka di bidang datar pos bayangan. Rupanya Maria drop, agar perjalanan kami tidak terlalu meleset jauh dari jadwal, akhirnya keril Maria saya bawa setelah sebelumnya satu botol airnya di pindahkan ke keril Irfan. Dengan cara seperti itu pos 5 lebih cepat kami capai. Di pos 5, setelah berembuk, di putuskan kami akan tetap bermalam di pos 7. Saat itu sudah pukul 16.15. Agar tidak ada lagi anggota tim---perempuan---yang drop, maka seluruh botol air yang tersisa di keril Maria di pindah ke keril Coro. Saya pun bergegas menuju pos 7 bersama Akbar untuk mencari lokasi camp yang ideal.

Trail 6 :
Pos 5 Sanghyang Rangkah - Pos 6 Sanghyang Katebonan 2800 mdpl
Saya hanya perlu 15 menit untuk mencapai pos 6 yang berada di ketinggian 2800 mdpl ini. Seperti halnya pos 5, di pos 6 ini vegetasi di dominasi oleh pohon lamtoro yang semakin jarang sehingga terpaan angin meski pelan sangat terasa. Daerah ini pun masih rawan babi hutan. Dataran pos 6 hanya cukup untuk 3-4 tenda saja. Ada titik lain untuk mendirikan tenda agak naik ke sebelah kiri atas pos 6. Saya dan Akbar menunggu teman-teman yang lain. Lima belas menit kemudian muncullah Nur dan Coro. Tanpa menunggu seluruh anggota tim muncul, saya memutuskan untuk melanjutkan pendakian menuju pos 7 mengingat hari semakin sore dan gelap.
Pos VI, Sanghyang Katebonan


Trail 7 :
Pos 6 Sanghyang Katebonan 2800 mdpl - Pos 7 Sanghyang Kendit 3000 mdpl

Pos VII

Tepat pukul 17.00 saya tiba di lokasi pos 7. Inilah pos yang jadi incaran banyak pendaki sebelum summit attack. Saya tengok ke dalam bangunan shelter, ternyata sudah penuh, sedangkan di luar jangan di tanya lagi. Saya minta Akbar untuk menunggu keril, lalu saya naik hingga hampir mencapai pos 8 untuk mencari lokasi camp yang nyaman untuk tim kami, namun hasilnya nihil. Saya pun turun kembali. Setelah mempertimbangkan dengan baik saya putuskan untuk mendirikan tenda di sebelah utara bangunan shelter. Coro, Nur, Maria muncul tepat setelah tenda pertama selesai di dirikan. Setelahnya, kami masih menunggu kedatangan Afri, Iyan dan Irfan. Semakin lama semakin dingin, hari semakin gelap, tapi tiga rekan kami itu belum juga muncul. Akhirnya saya putuskan untuk turun kembali ke arah pos 6 untuk menjemput. Sekira 7-8 menit kemudian saya bertemu mereka, beberapa meter di bawah pos bayangan. Saya minta paksa keril Afri agar tim bisa segera kumpul di pos 7. Setelah sedikit berdebat, kami pun segera bergegas menuju pos 7. Setibanya di pos 7, Iyan membongkar keril dan mengeluarkan tendanya. 30 menit kemudian setelah tenda berdiri kami beristirahat dan masak. Kurang lebih pukul 19.10 setelah melepas s sepatu dan gaiter, saya masuk ke tenda, berganti pakaian, mengenakan baselayer yang di dobel dengan kaos lengan panjang. Saya merasa lelah sekali, kepala serasa berputar, mual dan dingin. Setelah meminum satu sachet obat pereda masuk angin, saya pun beringsut masuk ke dalam kantong tidur dan meringkuk dengan tidak nyaman. Meski berbaring, tetapi saya tidak tidur, saya ikut mendengarkan teman-teman yang sedang memasak di sebelah kiri tenda. Saya pun sempat di tawari makan, tapi sekali lagi kondisi badan yang sakit membuat saya menolak untuk makan. Puncaknya sekira pukul 21.50, dengan terburu-buru saya keluar tenda, ke arah barat dan di tepi jurang bersemak, sambil membungkuk saya memuntahkan isi perut saya yang hanya berisi air dan air. Selesai muntah, saya kembali ke tenda dan melanjutkan istirahat.

Trail 8 :
Pos 7 Sanghyang Kendit 3000 mdpl - Pos 8 Sanghyang Jampang 3150 mdpl
Pukul 03.30 saya ingatkan teman-teman, jika akan muncak maka selambatnya pukul 05.00 harus sudah bergerak. Kami memang harus bergerak cepat agar tujuan-tujuan yang ingin kami capai bisa terlaksana, sebab, waktu yang kami punya sangat terbatas. Kami harus sudah berada di bawah sebelum gelap sebab jadwal kereta kami untuk pulang sudah menunggu. Saat teman-teman yang lain sedang bersiap muncak, saya masih meringkuk di dalam kantong tidur, saya hanya menyimak potongan-potongan pembicaraan teman-teman dari dalam tenda. Ya, badan saya masih belum bisa kompromi, di tambah sakit kepala yang semakin menjadi. Akhirnya, pukul 04.25 tim kami minus saya bergerak untuk muncak. Seketika hening suasana, hanya menyisakan lembut suara deru angin. Saya terdiam, membiarkan pikiran saya hanyut dengan berbagai pengandaian. Memikirkan bagaimana jika terjadi sesuatu terhadap teman-teman tanpa ada sesuatu hal yang bisa saya lakukan.
Dan akhirnya, ego saya untuk melanjutkan pendakian datang, membawa serta energi baru yang entah dari mana. Dengan beringsut pelan saya keluar dari kehangatan kantong tidur, keluar tenda, mengisi air panas yang di masak Akbar ke dalam termos. Lalu memasukkannya ke dalam drybag beserta kotak P3K, roti, biskuit dan emergency kit lainnya. Setelah selesai, saya masuk kembali ke tenda untuk shalat subuh. Lalu dengan cepat saya kenakan sepatu dan gaiter, mengunci pintu tenda dan kemudian mulai melangkah untuk menuju puncak, mengejar teman-teman yang lain.
Jalur awal menuju pos 8 ini menyerupai lorong gelap yang dipenuhi debu tebal dan dalam. Saya sorot jam tangan dengan headlamp, tertera pukul 05.00.

Trail 9 :
Pos 8 Sanghyang Jampang 3150 mdpl - Pos 9 Pelawangan 3200 mdpl
Antara pos 8 dan 9 hanya berjarak lima belas menit saja, dengan kontur jalur menyerupai parit dengan debu yang tebal. Vegetasi masih didominasi oleh pohon lamtoro dan sedikit rerumputan kering.

Trail 10 :
Pos 9 Pelawangan 3250 mdpl- Puncak Slamet 3428 mdpl

Jalur awal menuju puncak, selepas Pelawangan

Saat saya tiba di Pelawangan, teman-teman ternyata juga masih berada disana. Mereka baru selesai menunaikan shalat subuh. Saya lihat G-Shock saya, pukul 05.20. Di timur semburat jingga dan oranye semakin terang, sebentar lagi matahari akan terbit dari horison. Saya pun melanjutkan perjalanan menuju puncak, di belakang saya Irfan mengikuti. Dua puluh menit lepas Pelawangan, saya menemukan batu yang cukup nyaman untuk duduk beristirahat. Dari batu itu saya duduk sambil menikmati keindahan matahari terbit. Sesekali saya melihat ke bawah, sekira 150 meter di bawah nampak teman-teman saya sedang berjuang menapaki jalur batu berpasir yang terjal untuk mencapai puncak. Irfan melanjutkan perjalanan ke puncak, sedangkan saya memutuskan untuk menunggu salah satu anggota tim yang perempuan. Walau bagaimana, dengan kondisi jalur yang cukup berbahaya dan terjal seperti ini, setiap anggota tim perempuan harus di kawal anggota tim yang laki-laki. Karena Nur yang terdekat dengan posisi saya, akhirnya saya kawal Nur hingga ke puncak. Maria dengan Coro atau Akbar, dan Afri dengan Iyan. Sesekali sambil menghela napas, saya mendongakkan kepala, berusaha mencari akhir dari tanjakan terjal ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 05.55, Pelawangan sudah terlewati 1 jam yang lalu. Menurut perkiraan saya, pelataran puncak tinggal 1,5 jam lagi. Kontur jalur semakin sulit di jejak, batuan lepas bercampur kerikil dan pasir membuat berulang kali kaki saya---dan pasti teman-teman yang lain---terperosok lagi ke bawah. Saya pun harus semakin sering menarik Nur dengan trekking pole untuk melewati titik-titik yang sulit. Di antara anggota tim yang lain, saya dan Nur memang yang ber-body paling gemuk. Dan saya bisa merasakan berat dan sulitnya mendaki dengan body seperti ini. Akhirnya dengan sangat susah payah, pukul 06.35 saya dan Nur berhasil tiba di pelataran puncak yang berbatu menyerupai karang. 


Di puncak Gn.Slamet 3428 mdpl

Saya tidak melihat Irfan disini. Dari tempat kami berdiri ini, ada dua titik puncak yang bisa dituju. Yang pertama ke arah kanan, dan yang kedua, puncak tugu triangulasi, turun ke lembah pasir dan kemudian sedikit naik ke arah barat daya.  
Kawah Slamet dari puncak di sisi timur


View kawah Slamet bekas erupsi akan nampak jelas dari puncak triangulasi. Setelah beristirahat lima menit, saya ajak Nur untuk menuju puncak triangulasi yang berjarak lima belas menit dari tempat kami berdiri. Saat kami hampir tiba, Irfan datang bergabung, rupanya Irfan tadi naik ke puncak yang jalur sebelah kanan (sisi timur laut). Saat kami bertiga merayakan keberhasilan muncak, rekan-rekan yang lain tidak juga muncul dan menyusul. Saya berkesimpulan mereka pasti naik ke puncak yang di sisi timur laut. Akhirnya, kami bertiga pun menuju puncak tempat rekan-rekan kami diduga berada. Jam sudah menunjukkan pukul 07.15 saat kami bergabung dengan kelima rekan yang lain. Alhamdulillah. Setelah perjuangan berat selama dua hari satu malam, kami berhasil menuntaskan misi mendaki puncak gunung tertinggi di Jawa Tengah ini. Sekira pukul 08.00 kami pun turun kembali untuk segera berkemas dan pulang.
--------The End--------
Sampai bertemu di petualangan selanjutnya ya....:)
-----------------------------------
#Rundown :
2 hari 1 malam.
1. Jakarta - Pekalongan 6 jam
2. Pekalongan - BC Bambangan 2,5jam (dengan mobil carteran)
-BC Bambangan-Pos I : 1,5-2,5 jam
-Pos I - Pos 2                : 1,5-2jam
-Pos 2- Pos 3                 : 2-2,5 jam
-Pos 3- Pos 4                 : 45-60 mnt
-Pos 4- Pos 5                 : 30-50 mnt
-Pos 5- Pos 6                 : 20-45 mnt
-Pos 6- Pos 7                 : 30-60 mnt
-Pos 7- Pos 8                 : 15-30 mnt
-Pos 8- Pos 9                 : 15-30 mnt
-Pos 9- Puncak              : 2-3 jam
#Biaya :
1. Jakarta Ps Senen - Pekalongan Rp.97.500 dengan KA.Kertajaya
2. Pekalongan - BC Bambangan Rp.150.000 pp, dengan mobil carteran (maksimal 7 orang)
3. Simaksi Rp.5.000/org
4. Logistik dll Rp.100.000
Total Rp. 450.000,-

Enjoy the Pict...:)   
Menunggu anggota tim yang lain, sesaat menjelang Pos 2

Kawah Slamet pasca erupsi, lubang kawah utama membesar.


Fasilitas toilet dan sanitasi basecamp Bambangan

Dinner @warung pojok with nasi Megono

Aula basecamp Bambangan

Sesaat sebelum pulang, @St.Pekalongan

Warna warni keril kami

Sunrise di pagi itu

Terduduk lelah, sore itu di Pos 5 Sanghyang Rangkah

Papan keterangan yang terdapat di setiap pos jalur Bambangan


Berpose di depan Pos 1 Gembirung

Ini shelter atau halte ya?...hehe


Break, satu jam selepas basecamp

Di depan gapura pendakian

Puncak Slamet dari basecamp Bambangan

Jalur awal pendakian, ladang penduduk

Foto bersama sebelum mulai mendaki

Di depan basecamp tempat kami bermalam

Bersantai sebelum tidur

MDPL = Makan Dari Pada Lapar

Ramainya jalur pantura malam itu

Re-packing sebelum menuju basecamp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar